4. Bohong

5K 409 12
                                    

Begitu sepenuhnya sudah berada di kamarnya yang luas, lelaki muda berusia dua puluh lima tahun yang menenteng tas kerja itu menatap Sarka dengan mata yang mengerjap. Alan bergerak mendekati Sarka, sementara Sarka sendiri sudah berdiri dari duduknya. Sarka menatap abangnya dengan air muka terkejut sekaligus takut. Tapi, sebisa mungkin ia mengendalikan ekspresi wajahnya agar tidak terlalu curiga.

Alan meletakkan tas kerja di meja dekat rak buku, lalu ia kembali menyorot penuh ke arah adiknya itu. "Lo tadi kenapa teriak-teriak? Nyebut kuntilanak segala lagi," tanyanya.

Sarka tidak bisa langsung menjawab, ia menatap abangnya sembari menyengir kecil. Menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, Sarka pun akhirnya berkata, pelan. "Itu bang, tadi gue ..." Siaal sekali, Sarka tidak bisa berbicara lancar, ia tergagap, sementara itu ia berusaha berpikir keras untuk menemukan alasan yang tepat.

Dan ketika sebuah ide tiba-tiba tercetus diotaknya, tanpa pikir panjang Sarka langsung menyuarakannya. "Itu bang, tadi gue lagi baca komik horor punya lo bang," ujar Sarka berbohong. Untuk memperkuat alasannya, cowok yang memakai kaos santai itu bergerak menuju rak buku dan menarik satu komik horor milik abangnya itu, yang pernah Sarka baca. "Yang ini bang, kan ada kuntilanaknya."

"Oh itu, kirain apaan." Alan mengibaskan tangannya di depan wajahnya. Kemudian ia mendekat ke arah adiknya dan membisikan sesuatu didepan daun telinga Sarka. "Gue pikir, barusan lo lagi ngomong sama kuntilanak beneran." Setelah selesai berucap, Alan kembali memundurkan kepalanya.

Sarka menatap wajah abangnya sembari menyengir kecil. Diam-diam ia melirik ke arah atas rak buku di belakang Alan. Kuntilanak berbaju putih agak lusuh itu menyeringai dengan gigi putihnya ke arah Sarka. Melihat hal itu, Sarka dibuat bergidik ngeri. Buru-buru ia memalingkan pandangannya.

"Apaan sih bang, nggak mungkin gue ngomong sama kuntilanak," ujar Sarka membela diri sembari menyengir lebar.

"Kamu berbohong sama pacar saya Sarka, kenapa nggak jujur saja?" Bisikan itu tiba-tiba menyapa telinganya, suara khas yang sudah Sarka tahu. Suara bernada melengking disertai tawa cekikikan yang membuat bulu kuduknya meremang.

Seketika saja Sarka menegang ditempat. Ia melirik ke sampingnya dan menemukan perempuan bersurai panjang tadi mengambang disampingnya. Sarka melotot, kesal dengan ucapan makhluk tak kasat mata itu. "Bang Alan bukan pacarmu!" ujarnya keras-keras.

Dan seketika saja, Sarka sadar apa yang barusan ia katakan. Kembali ia menatap abangnya dengan napas tertahan ditenggorokan. Sarka terkejut, jantungnya berdetak dua kali lipat lebih cepat. Alan menatap Sarka dengan sorot mata penuh tanda tanya.

"Sarka, lo kenapa?" tanya Alan bingung sekaligus ingin tahu. "Lo lagi sakit?"

"Enggak bang," jawab Sarka kemudian, diiringi dengan gelengan kepala pelan. Sarka menarik napas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya dengan pelan. "Maaf bang, gue ngomong ngelantur." Sarka memaksakan senyumannya.

"Iya nggak pa-pa, gue kaget barusan waktu lo teriak. Nyebut nama gue segala lagi." Alan menggelengkan kepalanya. "Ayo duduk di sini bentar." Abangnya itu menunjuk Sarka untuk duduk di bibir kasurnya, tanpa banyak mengajukan sebuah protes, Sarka menganggukkan kepalanya. Ia mengikuti instruksi Alan.

Sarka merasa beruntung karena abangnya sama sekali tidak curiga. Setelah mengambil duduk, Sarka mendesis pelan sembari menatap perempuan yang masih setia duduk di atas lemari buku itu. Tatapan tajam berhasil Sarka hunuskan untuknya, namun perempuan itu malah tertawa cekikikan. Sangat menyebalkan menurut Sarka. Sekarang, tidak ada lagi perasaan takut terhadap perempuan yang mengaku penunggu kamar abangnya ini. Yang ada, perasaan yang awalnya takut itu kini sudah berubah menjadi rasa kesal tak terkira. Perempuan itu benar-benar sangat menyebalkan.

Shadow Scent (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang