8. Penasaran

2.8K 286 0
                                    

Sarka membuka kaca helm motornya, kemudian ia menepuk pundak Edo sebanyak dua kali, cukup keras. Disusul bibirnya yang terbuka, menyuarakan sesuatu. "Do, entar turun di rumah lo aja ya? Lo nggak usah nganterin gue sampai rumah," ujarnya dengan suara yang sengaja ia naikkan beberapa oktaf, berharap agar Edo bisa mendengarnya.

"Lah ... Kenapa emangnya? Gue bisa anterin lo sampai depan rumah kok kayak biasa," balas Edo. Tapi Sarka menolaknya, ia menggeleng pelan.

"Nggak, gue turun di rumah lo aja," ujar Sarka lagi. "Lagian jarak dari rumah lo ke rumah gue cuma terpaut tiga rumah. Jalan kaki nggak bakal bikin gue matii kecapean," lanjutnya.

Edo tidak membantahnya lagi. Ia menganggukkan kepalanya, mengikuti apa yang sahabatnya itu mau. "Oke deh, terserah lo aja."

"Nah gitu dong!" Sarka kembali menutup kaca helmnya. Ketika motor Edo sudah memasuki kawasan kompleks perumahan mereka, Sarka melihat seorang nenek-nenek yang terus menatap Sarka dengan mata tajamnya. Sarka berusaha mengacuhkannya dan memilih tidak peduli. Tapi ada sesuatu yang membuatnya merasa janggal dan aneh. Nenek-nenek tadi tidak memiliki pupil mata. Ketika menatap Sarka, bola matanya sepenuhnya berwarna putih. Terlihat sangat menyeramkan. Sarka bergidik sebentar dan menggeleng kuat-kuat. Mungkin saja ia salah melihat.

"Do, lo lihat nenek-nenek di pinggir jalan tadi nggak?" tanya Sarka kepada Edo yang sedang fokus menyetir motornya. Hanya untuk memastikan bahwa tidak hanya dirinya saja yang melihat.

Edo sedikit menolehkan wajahnya ke belakang. Lalu menjawab, "Nenek-nenek?"

"Iya."

"Nggak tuh, mana ada? Gue nggak lihat," sahut Edo.

"Masa sih nggak lihat? Di pinggir jalan pas barusan." Sarka menjelaskan, tapi Edo benar-benar tidak melihatnya.

"Nggak lihat gue, lagi fokus nyetir gini."

Sarka diam setelah itu. Ia tidak mendebatnya lagi. Mungkin saja dirinya hanya salah melihat. Atau kemungkinan lainnya memang hanya dirinya yang bisa melihat nenek-nenek yang menurut Sarka cukup mengganggu dirinya lantaran wajahnya menyeramkan.

Menggeleng sebanyak dua kali, Sarka akhirnya memutuskan untuk tidak memedulikan akan hal itu lagi. Namun, selang beberapa menit kemudian, Sarka kembali melihat Nenek-nenek yang ia lihat sebelumnya. Bola mata Sarka langsung dibuat mengerjap. Lah? Bagaimana nenek-nenek itu bisa ada di situ? Beberapa menit yang lalu Sarka dan Edo baru saja melewatinya. Meskipun hanya Sarka yang melihatnya.

Hal itu terasa aneh dan ganjil. Bagaimana bisa nenek tersebut ...

Sarka mendesah panjang, kepalanya sedikit pusing memikirkannya. Terlalu sulit untuk ia pikirkan. Kembali Sarka menepuk pundak Edo. "Tadi lihat nggak? Nenek yang tadi ada lagi dipinggir jalan."

"Mana ada nenek-nenek sih Sar? Gue nggak lihat ada orang." Edo mengatakannya setengah berteriak seraya melirik ke belakang. "Jangan ngaco deh."

"Eh seriusan ya!" Sarka menepuk pelan helm yang dikenakan Edo. Bahkan kepala Edo sempat terantuk ke depan karena ulah Sarka barusan itu. Sarka jengkel. "Jangan becanda Do, nggak mungkin lo nggak lihat. Kalau pun lagi nyetir, harusnya lo bisa lihat. Orang nenek itu ada di pinggir jalan pas kok."

"Demi Tuhan gue Sar! Gue nggak lihat apapun. Lagian buat apa sih gue bohong sama lo? Sepenting itukah? Untung kagak, dapet dosa baru iya." Terlalu kesal dengan Sarka, Edo memutar bola matanya malas.

"Tapi gue lihat Do," sahut Sarka kemudian, mencicit lirih sembari mengerutkan keningnya. "Aneh banget nggak sih? Sebelumnya gue lihat, masa tadi lihat lagi? Kok bisa nenek-nenek itu balik lagi? Aneh banget nggak sih Do?"

Shadow Scent (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang