Jantung Sarka langsung berdetak dua kali lipat lebih cepat ketika Dokter Vino mengatakan bahwa tidak lama lagi dia akan melepas perban yang menutupi matanya. Sarka merasa bahagia sekaligus takut.
"Ibu?" Menelan ludahnya dengan kasar, Sarka berusaha meraba sekitarnya. Setelah menemukan tangan hangat ibunya, cowok itu langsung menggenggamnya erat.
"Iya, ibu di sini," jawab ibunya sambil mengelus puncak kepala Sarka, putra bungsunya yang sangat disayanginya.
Berulang kali Sarka menghela napas panjang. Ia tidak perlu takut secara berlebihan, ibunya tetap berada disampingnya. Sarka semakin mengeratkan genggaman tangannya, takut jika tiba-tiba ibunya tidak ada di sini, disampingnya.
"Ibu?" panggilnya sekali lagi.
"Iya sayang."
Duduk diatas brankar rumah sakit, Sarka menoleh ke kanan, dimana asal suara ibunya berada. Irama napas Sarka semakin berubah cepat. Ia mulai merasa takut, takut jika keinginannya yang sudah lama ia dambakan tidak akan terjadi.
"Ibu, apa benar sebentar lagi Sarka bisa melihat?" tanya Sarka, hanya sekadar untuk memastikan. Bagaimanapun juga Sarka perlu kepastian, ia tidak mau dibohongi.
Ibunya tersenyum hangat meskipun Sarka tidak bisa melihatnya, wanita itu kemudian mengacak pelan puncak kepala Sarka, disusul oleh kecukupan yang mendarat di kening Sarka.
"Iya, bentar lagi kamu bakal bisa melihat," ucap ibunya, terdengar sangat yakin. Seperkian detik berikutnya Sarka merasa lega.
"Ibu nggak bohong sama Sarka, kan?"
Ibunya lagi-lagi hanya bisa tersenyum, lalu mengecup pelan kening putra bungsunya yang ia cintai. "Ibu nggak mungkin bohong sama kamu, bentar lagi apa yang Sarka inginkan selama ini bakal tercapai. Dokter Vino juga tadi ngomong sendiri, kan?"
Sarka harus percaya apa yang dikatakan oleh ibunya. Cowok itu mengangguk mantap sekali lagi, menekan pada dirinya bahwa ini semua nyata, bukan sekadar mimpi belaka.
Untuk pertama kalinya selama enam bulan terakhir, Sarka bisa tersenyum cerah. Dunia hitamnya sebentar lagi akan berakhir, Sarka akan bisa melihat lagi. Ia sudah tidak sabar menantikan hal ini terjadi.
Tidak lama setelah itu, Sarka mendengar bahwa pintu ruangan terbuka. Itu pasti Dokter Vino, pikir Sarka. Rupanya tebakan Sarka tidak melenceng jauh, Dokter Vino memang benar-benar datang dan sudah siap untuk memperlihatkan Sarka bagaimana indahnya dunia ini.
"Sarka, kamu udah siap?" tanya Dokter Vino.
Menarik napas panjang, Sarka mengangguk satu kali dengan mantap. Bibirnya langsung merapat. "Siap dokter!"
"Dokter mulai, ya?"
Pegangan tangan Sarka dengan tangan ibunya semakin kencang. Bukan hanya Sarka saja yang deg-degan, ibunya juga merasakan kecemasan yang berlebihan.
Perban yang melilit mata Sarka perlahan sudah dibuka satu persatu. Hingga setelah selesai, Sarka masih menutup matanya, menunggu instruksi selanjutnya. Pacuan jantung Sarka semakin berdetak tidak terkendali.
"Sekarang coba buka mata kamu secara perlahan nak Sarka," ujar Dokter Vino lembut.
Sarka menurut, kepalanya mengangguk. Ia membuka matanya secara perlahan, lantas berkedip beberapa saat. Walaupun awalnya buram dan nampak kabur, namun beberapa detik setelah itu Sarka bisa melihat ruangan yang ia tempati ini. Semuanya nampak jelas sekali.
Tangis Sarka pecah begitu saja, ia langsung memeluk ibunya dengan sangat erat. "Ibu, Sarka bisa melihat lagi bu ...."
Ibunya menepuk punggung Sarka dengan lembut. "Iya, Sarka udah bisa lihat lagi. Ibu senang akhirnya Sarka berhasil." Ibu menarik Sarka kedalam pelukannya. Tangis mereka keluar secara berbarengan. Dokter Vino yang melihat itu hanya tersenyum haru. Sarka melepaskan pelukannya, lalu mengusap matanya. Ia tidak menyangka bisa melihat lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow Scent (END)
Fiksi RemajaSarka tidak tahu ada apa dengan dirinya. Semenjak mendapatkan donor mata dari orang lain, ia merasa keanehan mulai datang satu persatu kepadanya. Seperti bisa melihat makhluk tak kasat mata, diserang mimpi buruk sepanjang malam hingga membuatnya ter...