"Maksudnya apaan Sarka? Kenapa nama Metta dan Arial tertulis di buku lo itu? Dan kenapa ... Tulisan itu baunya kayak darah?"
Pertanyaan dari bibir Edo membuat Sarka tidak bisa menjawab. Jangankan Edo, Sarka sebagai pemilik buku itu juga tidak tahu apa maksudnya. Sarka menggeleng berulang kali. Ia memeluk lututnya.
Edo mendekat ke arah Sarka. Ia memegang kedua pundak sahabatnya itu. "Sar ... Bisa lo ngomong sesuatu sama gue? Itu apaan yang tertulis di sana? Gue butuh jawaban dari lo."
Sarka masih saja diam. Bibirnya bergetar semakin kencang, wajah Sarka juga terlihat lebih pucat lagi. Ia menggeleng keras. Tubuhnya semakin dipenuhi oleh keringat. Edo dapat merasakan tubuh Sarka sangat dingin. Benar-benar ada yang tidak beres di sini.
"Sar, lo kenapa? Kenapa sejak tadi lo diam aja alih-alih jawab semua pertanyaan dari gue? Metta? Arial? Maksudnya apa? Mereka dua orang yang udah nggak ada, dan kenapa dibuku lo ada tulisan nama mereka? Dan yang lebih aneh lagi, kenapa tulisan itu baunya darah!" Edo semakin kuat mengguncang tubuh Sarka.
"Gue ..."
"Jawab pertanyaan gue Sarka!"
"GUE JUGA NGGAK TAHU EDO!" Sarka berteriak kencang tepat di depan wajah Edo, ia mendorong Edo ke belakang. Napasnya semakin memburu kencang.
Sarka merasa kepalanya semakin pusing saja. Ia pun akhirnya turun dan membuka jendela kamarnya agar udara segar bisa masuk. Sarka berdiri di depan jendela dengan mata terpejam, berusaha untuk tenang dan berpikir dengan kepala dingin.
Sarka menatap ke luar jendela yang gelap. "Gue juga nggak tahu Do, gue nggak tahu kenapa ada nama mereka di sana," ujar Sarka tanpa menatap wajah Edo. "Sebelumya cuma ada nama Metta doang waktu gue lihat di gudang. Dan gue belum cerita soal ini sama lo. Tapi sekarang, ada nama Arial juga di sana. Jangan tanya gue karena gue juga nggak tau apa-apa."
"Tapi itu buku punya lo Sar. Nggak salah kalau gue tanya sama lo. Kenapa bisa gitu? Gue bener kan kalau tulisan itu ditulis menggunakan darah? Tapi udah kering."
Ucapan Edo menarik Sarka untuk berbalik badan. Perlahan, kepalanya mengangguk. "iya, gue pikir juga itu darah."
"Kenapa Metta dan Arial?"
"Gue nggak tahu!"
"Dan kenapa cuma mereka doang yang ditulis di sana? Dan kebetulan lainnya, Metta dan Arial sudah nggak ada. Apa memang begitu? Tulisan itu muncul saat ada orang disekitar kita yang meninggal?"
Sarka menggelengkan kepalanya sambil menunduk.
"Bukan lo yang nulis kan Sar?"
"Gila! Gue nggak mungkin nulis begituan! Buat apa? Lagian pakai darah apa gue nulisnya?"
Kini, gantian Edo yang terdiam dengan bibir yang merapat. Sarka kembali mendekat ke arah Edo, ia duduk di kursi meja belajarnya. Sarka melirik buku catatan miliknya yang ia lempar tadi. Buku itu teronggok di sudut ruangan.
Sarka tersenyum kecut. "Gue sadar kalau ada yang nggak beres selama ini semenjak gue bisa melihat lagi. Dari gue yang bisa lihat hantu, mimpi buruk yang aneh, nyium aroma busuk, lihat bayangan hitam pekat, sampai tertulisnya nama-nama orang yang meninggal dibuku gue. Ini aneh, tapi nyata! Gue nggak tahu gue udah buat kesalahan apa sampai-sampai gue bisa kayak gini. Gue muak Do! Terserah kalau lo nggak mau percaya sama gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow Scent (END)
Teen FictionSarka tidak tahu ada apa dengan dirinya. Semenjak mendapatkan donor mata dari orang lain, ia merasa keanehan mulai datang satu persatu kepadanya. Seperti bisa melihat makhluk tak kasat mata, diserang mimpi buruk sepanjang malam hingga membuatnya ter...