"Rumah lo jauh nggak Dine dari sekolah?" Sarka mengajukan pertanyaan sembari fokus melangkah menuju parkiran sekolah. Langkahnya cepat dan terburu-buru.
Nadine, yang berdiri tepat disamping Sarka, membalas tatapan cowok itu, disusul bibirnya yang terbuka dan langsung menjawab pertanyaan yang sebelumnya Sarka ajukan. "Lumayan, sekitar dua puluh menit kalo naik motor," ujarnya.
"Kita harus cepat!" Edo berteriak.
Setelah berada di parkiran, Nadine segera mengeluarkan motornya. Sarka dan Edo menyusul Nadine. Kemudian, mereka berkendara dengan kecepatan sedang lantaran tidak mau ada kejadian buruk di jalan. Dipandu oleh Nadine, Sarka mengikuti motor Nadine dari belakang.
"Perasaan gue udah nggak enak Do," adu Sarka disela-sela ia fokus menatap ke arah depan. "Menurut lo gimana?"
"Gue juga nggak tau," balas Edo cepat dari arah belakang. "kita tunggu dan lihat saja nanti hasilnya kayak gimana. Kita cums bisa berpikir positif dan berharap nggak ada apa-apa."
"Gue juga maunya begitu Do," desah Sarka. "Tapi gue ragu ..."
Edo menepuk pundak Sarka satu kali, namun ia melakukannya dengan tenaga, yang berakibat pukulannya barusan sangat kencang, membuat Sarka kaget. "Sar, jangan overthingking kayak gini. Kita nggak boleh mikir kejadian buruk. Belum tentu apa yang dipikirin bakal terjadi."
Sarka mendesah dalam-dalam.
Edo menyambung kalimatnya. "Fokus aja sama jalanan, jangan sampai kenapa-napa nanti."
Dan Sarka memilih untuk diam, menurut apa yang dikatakan Edo. Jujur saja, Sarka sangat tidak tenang sekarang ini. Pikirannya menjelajah entah ke mana. Perasaan takut dan was-was masih mendominasi jiwanya. Sarka menggeleng pelan dan menarik napas sebanyak-banyaknya agar ia bisa tenang dan lebih fokus.
Di depan sana, Nadine mulai melambatkan laju motornya. Sarka pun mengikuti. Hingga pada akhirnya, selama kurang lebih dua puluh menit di jalanan ibukota yang lumayan padat, mereka sudah sampai di rumah Nadine.
"Ayo masuk." Nadine menyuruh Sarka dan Edo untuk mengikuti langkahnya setelah ia mebuka pintu rumah.
Sarka mengangguk. "Lo sendirian di rumah Dine?"
"Nggak, ada bokap gue. Tapi dia masih sibuk kerja. Nggak pa-pa, langsung masuk aja." Nadine tersenyum tipis sambil membuka pintu lebih lebar lagi.
Sarka dan Edo saling bertukar pandang. Edo mengangguk pelan, kemudian ia masuk ke dalam rumah Nadine, disusul oleh Sarka paling akhir. Setelah semuanya sudah berada di dalam, Nadine mengunci pintu.
"Mau langsung sekarang atau mau gue buatin minum dulu buat lo berdua?"
"Minuman dulu aja Dine!" Edo menjawab dengan semangat, tapi buru-buru ia mengaduh kesakitan ketika Sarka membelalakkan mata sambil menyikut rusuknya.
Edo memperhatikan Sarka dengan sebal, bibirnya mencebik. "Iya-iya!"
Sarka geleng-geleng kepala, tidak habis pikir dengan sohibnya ini. "Jangan repot-repot Dine, nggak usah. Bisa langsung bawa buku catatan gue nggak?"
"Rejeki jangan ditolak Sar harusnya." Edo mengomel kesal.
"Waktunya nggak tepat Do."
"Nanti gue buatin minuman buat kalian setelah kita lihat buku itu, gimana?" tawar Nadine.
"Boleh deh kalau gitu." Edo menyengir lebar, sedangkan Sarka mendengkus kecil.
Berdehem pelan, Nadine menatap pintu kamarnya. "Bukunya ada di kamar, ayo kita lihat sekarang." Nadine sudah melangkah, tapi kata-kata Sarka berikutnya sukses membuat langkah Nadine terjeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow Scent (END)
Teen FictionSarka tidak tahu ada apa dengan dirinya. Semenjak mendapatkan donor mata dari orang lain, ia merasa keanehan mulai datang satu persatu kepadanya. Seperti bisa melihat makhluk tak kasat mata, diserang mimpi buruk sepanjang malam hingga membuatnya ter...