"Sarka, saya tadi itu nggak bermaksud mau mainin kamu loh, ya?" Celetukan Gwen dianggap Sarka hanya angin lalu semata. Sarka tidak mendengarkan, ia harus buru-buru mencari jaketnya di lemari. Ia harus cepat jika tidak mau kehilangan jejak abangnya yang entah mau pergi ke mana.
Meskipun diabaikan, Gwen tetap melanjutkan kata-katanya. "Padahal kan kamu sendiri yang bilang kalo ada apa-apa sama abangmu itu, saya wajib lapor. Lah saya nggak salah kan di sini?"
Sarka berdecak, "aduh Gwen, kamu bisa diam nggak? Aku lagi nyari jaket nih," omelnya. Dan sialnya lagi, jaket kesukaannya itu menghilang entah ke mana. Selalu saja begini, jika ada suatu barang yang dibutuhkan, barang itu serta merta akan menghilang dari pandangan mata. Tapi, jika tidak sedang dibutuhkan, tanpa disuruh barang itu muncul dengan sendirinya. Sungguh sangat menyebalkan.
"Ya udah deh saya minta maaf kalo gitu," ujar Gwen lagi.
"Ketemu juga akhirnya!" Sarka tersenyum lebar, ia segera mengenakan jaketnya dengan buru-buru, tanpa tahu ucapan Gwen sebelumnya.
Gwen yang merasa terabaikan lantas dibuat kesal. Ia melihat Sarka yang hendak melangkah keluar dari kamarnya, dengan cepat Gwen menghalangi langkah cowok itu, tubuhnya melayang tepat di ambang pintu.
"Kamu nggak denger omongan saya Sarka?!"
"Apa sih Gwen? Minggir sana, nggak lihat aku lagi buru-buru gini?" omel Sarka.
Gwen memutar bola matanya. "Oh jadi saya ngomong capek-capek sampai mulut berbusa gini kamu nggak denger Sarka?"
Oke fine! Sarka memilih mengalah. Hantu dihadapannya ini sungguh sangat rempong dan menyebalkan. Sarka menurunkan pundaknya, tatapan malasnya ia arahkan tepat di bola mata hitam legam milik Gwen. Sebelum berkata, Sarka mendesah panjang terlebih dahulu. "Oke, kamu mau ngomong apa?"
Bibir Gwen terlihat mencebik. "Saya minta maaf karena udah bikin kamu geger waktu jari abangmu tergores pisau."
Tanpa pikir panjang Sarka segera mengangguk. "Aku maafin!" ujarnya cepat, lalu Sarka menerobos tubuh Gwen begitu saja, menembus hantu itu. Tanpa menyuruhnya untuk minggir terlebih dahulu. Hal itu membuat mulut Gwen menganga.
"Anak itu! Nggak sopan banget memang, ada orang tua mau ngomong malah kabur gitu aja!" omel Gwen kesal, kepalanya menggeleng tak habis pikir. Kemudian ia sedikit tersentak dengan kalimatnya sendiri. "Saya belum tua anjir! Masih cantik jelita gini kok."
Sarka menghampiri Edo yang sudah bersiap-siap menunggu di atas kuda besi. Sesaat setelah Sarka sampai, Edo segera menyerahkan helm kepada Sarka.
"Lama banget lo, buruan nih pake!" ujar Edo.
Sarka mengangguk, ia terlebih dahulu naik ke atas jok belakang motor, lalu disusul memakai helm. "Jalan sekarang Do!"
Edo mengangguk mantap. Ia mulai menjalankan motornya dengan kecepatan tinggi. "Gue lama banget ya Do emangnya?" tanya Sarka dengan aksen suara kencang agar Edo bisa mendengarnya.
"Lama banget anjir, lo berak, ya?"
"Gue nyari jaket nggak ketemu-ketemu!" adu Sarka. "Kayaknya masih sempat nggak Do kita ngejar bang Alan?"
"Gue nggak tau, tapi semoga aja kekejar," jawab Edo.
Tatapan Sarka mengarah lurus ke depan, ia lebih fokus lagi memperhatikan dan mencari plat mobil milik Alan. Sarka sudah mulai panik dan takut. Bahaya bisa datang kapan saja, mengingat buku itu menuliskan nama Alan di sana. Sarka tidak mau Alan kenapa-napa, apalagi sampai pergi meninggalkan dirinya dan Maria. Sarka bertekad tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
Kecepatan motor Edo kini bertambah cepat, dan Sarka sama sekali tidak takut. Begitupun Edo yang sedang menyetir. Kekhawatirannya kepada Alan membuat Sarka tidak peduli pada dirinya bahwa bahaya bisa datang kepadanya. Edo begitu fokus pada motornya, ia dapat menyalip dengan sangat mudah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow Scent (END)
Teen FictionSarka tidak tahu ada apa dengan dirinya. Semenjak mendapatkan donor mata dari orang lain, ia merasa keanehan mulai datang satu persatu kepadanya. Seperti bisa melihat makhluk tak kasat mata, diserang mimpi buruk sepanjang malam hingga membuatnya ter...