7. Kisah tragis Rose

3.2K 326 8
                                    

Sudah satu bulan lebih Sarka bisa melihat lagi. Dan rasanya benar-benar seperti mendapatkan sebuah keajaiban. Ya meskipun sekarang Sarka bisa melihat sosok tak kasat mata, lagi-lagi ia hanya bisa bersyukur dan menanggapinya dengan lapang dadaa. Lagipula, sekarang Sarka sudah agak mendingan dan tidak terlalu kaget ketika tiba-tiba ada sosok yang muncul secara mendadak. Sarka tidak merasa takut sepeti dulu. Sekarang ia hanya sedikit kaget saja apabila bertemu salah satu diantara mereka yang tak lagi hidup di dunia ini. Selebihnya, Sarka bisa mengontrol dirinya.

Sampai detik ini pun, Sarka belum menemukan sosok yang memiliki aura negatif. Kebanyakan hantu yang ia temui masih bisa diajak mengobrol. Meskipun wajah mereka hancur dan menyeramkan. Tapi tak apa, Sarka bisa meminta mereka mengubah wajah mereka agar lebih baik dan enak dipandang.

Soal bahwa dirinya sekarang memiliki satu kelebihan ini, Sarka tidak memberitahunya kepada siapapun. Biarlah ini menjadi rahasia dirinya, setidaknya untuk waktu sekarang. Tidak tahu nanti. Sarka sendiri juga belum bercerita kepada Edo. Sahabatnya itu hanya tahu bahwa Sarka sering bertingkah aneh belakangan ini. Itu yang dikatakan Edo.

Edo sering mendapati Sarka yang berbicara sendiri. Padahal saja tidak, Edo tidak tahu akan hal itu. Edo juga sempat menegur Sarka, bahkan sering, ketika Sarka sedang melamun. Intinya, Edo merasa bahwa Sarka sedikit berbeda daripada dulu. Ya, memang benar! Edo tidak salah.

Karena sekarang, Sarka bisa melihat mereka yang tak kasat mata.

"Sar, kantin yuk? Laper banget perut gue." Edo mengajak Sarka sembari menepuk-nepuk perutnya. "Lo tau, tadi pagi gue belum sarapan. Nyokap gue bangun terlat, nggak tau deh tumben banget. Kayaknya sih gara-gara bokap gue yang baru pulang semalem. Lo tau sendiri lah kalau bokap gue pulangnya nggak tiap hari. Ayo buruan bangun!"

Edo menarik-narik tangan Sarka untuk segara berdiri dari duduknya. Sarka meringis pelan, ia melepaskan tangan Edo seraya menggeleng pelan. "Kayaknya gue nggak dulu Do, gue males ke kantin. Gue nggak mau berdesakan sama orang lain. Lo sendiri aja deh."

"Gitu ya sekarang lo sama gue Sar. Oke!" Edo menatap tajam kepada Sarka, sebelum akhirnya ia berjalan menjauh dari Sarka.

Sarka terkekeh pelan, ia tahu bahwa Edo hanya becanda. Tidak mungkin sahabatnya itu marah kepadanya. "Nggak usah sok-sokan marah sama gue, awas aja entar mohon-mohon minta nyalin PR gue."

Edo langsung membalikkan badannya, menatap Sarka dengan bibirnya yang monyong ke depan. "Ayolah buruan anterin gue Sar, keburu mati kelaparan gue entar."

"Gue nggak mau, lo sendirian aja deh."

"Gue traktir deh!" seru Edo, mengiming-imingi Sarka. "Gimana-gimana? Mau, kan?" Bola mata Edo sudah berbinar-binar cerah.

Tapi Sarka masih pada pendiriannya. Cowok itu menggeleng tegas. "Jawaban gue masih sama dan nggak berubah. Enggak mau! Lo sendiri aja sana, gue di sini aja."

"Memangnya lo nggak lapar?"

"Nggak tuh," jawab Sarka disertai gelengan kepalanya. Kemudian, Sarka terpikir akan sesuatu. "Kalau enggak gini aja deh, gue ada bekal nih dari ibu. Lo makan dulu aja."

Edo kembali duduk di bangkunya, disamping Sarka tentunya. Edo mengerjapkan matanya. "Yang bener nih? Boleh emangnya Sar? Entar lo makan apa?"

"Gampang deh, kan masih ada istirahat kedua. Entar lo traktir gue di kantin."

"Tadi katanya nggak mau ke kantin!" sambar Edo sembari menatap Sarka sinis.

Sarka buru-buru membela dirinya. "Kan sekarang, kalau nanti mah udah berubah pikiran."

"Sialaan emang lo ya!" Edo menggeplak kepala Sarka cukup kuat, membuat Sarka langsung melotot tidak terima.

"Sakit begoo!" Tidak mau kalah, Sarka pun membalas perlakuan Edo sebelumnya. Sarka mendesis pelan. "Udah, ini mau nggak bekal gue?"

Shadow Scent (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang