25. Buku itu

1.9K 203 8
                                    

Sarka terjatuh ke lantai ketika matanya menangkap sesuatu yang tidak asing. Sarka bergerak mundur, ia diam dengan sorot mata yang mengarah ke bawah. Sarka mengerjapkan matanya. Tidak, ini tidak mungkin terjadi. Tapi, Sarka merasa bahwa barusan dirinya tidak salah melihat.

Dengan perasaan was-was dan jantung yang semakin berdebar kencang, Sarka pun bangkit berdiri dan menelan ludahnya. Tatapannya ia arahkan kembali ke meja belajarnya. Dan ... Apa yang ia lihat masih ada di sana.

Buku catatan pribadi miliknya ada di atas meja, terbuka lebar begitu saja, menunjukkan tulisan Metta dan Arial yang ditulis menggunakan darah.

Sarka tidak mungkin salah lihat. Itu jelas memang buku miliknya. Tapi, kenapa bisa ada di meja belajarnya? Ini terasa aneh dan ganjil. Tidak mungkin kan buku itu bisa jalan sendiri? Siapa yang menaruhnya di sini? Sarka ingat betul bahwa buku itu sudah ia buang ke tong sampah.

Hal aneh ini membuat kepala Sarka mendadak saja pening. Cowok itu menggeleng berulang kali. Dan Sarka semakin yakin jika buku miliknya ini bukan buku biasa. Tidak, maksudnya buku itu menyimpan sesuatu yang janggal, dan Sarka tidak tahu apa itu.

"Nggak, gue harus berpikir positif. Mungkin saja malam itu gue salah buang buku. Ya, pasti gue salah!" Sarka berbicara mantap, meskipun ia sendiri ragu akan ucapan dirinya barusan tersebut. Sarka pun memasukkan buku itu ke dalam tasnya, kali ini Sarka akan membuangnya. Tidak akan salah lagi.

Sarka pergi ke dapur untuk sarapan. Kemudian Sarka menatap ibunya. Sarka terdiam sesaat. Apakah ini ulah ibunya? Ya, tidak ada yang tidak mungkin.

Sarka berdehem pelan. "Ibu, Sarka mau nanya boleh?"

"Nanya apa?"

"Kemarin malam Sarka buang buku di tong sampah depan, ibu ambil lagi terus taruh di kamar Sarka lagi nggak?"

"Buku? Buku apa? Ibu nggak ambil buku di tong sampah." Maria menjawab jujur. Dan itu artinya, buku catatan milik Sarka itu sangat ganjil dan aneh.

"Nggak bu, lupain aja. Cuma buku lama yang nggak penting kok," jawab Sarka. Kemudian ia tersenyum tipis dan mulai sarapan bersama ibunya. Sesaat setelah selesai, Sarka ijin kepada Maria untuk berangkat sekolah.

Dengan motornya, Sarka melaju menuju rumah Edo yang hanya berjarak beberapa meter dari rumahnya. Tidak ada tiga menit, Sarka sudah sampai. Tapi sayang, Edo sudah berangkat terlebih dahulu meninggalkan Sarka. Membuat cowok itu mendesah panjang. Edo sepertinya masih sakit hati atas insiden tempo hari.

Terpaksa saja Sarka berangkat sendiri ke sekolah meskipun ia merasa aneh berangkat seorang diri. "Gue bakal minta maaf nanti, gue janji." Sarka bergumam lirih sembari fokus pada motornya. Setelah ia sampai di parkiran sekolah dan memarkirkan motornya di tempat biasa, Sarka pun berjalan menuju kelasnya.

Tidak butuh waktu lama untuk sampai. Dapat Sarka lihat bahwa Edo tengah duduk di bangkunya. Sarka sempat berhenti melangkah, mendesah panjang, sebelum akhirnya ia kembali mendekat ke arah Edo. Sarka duduk di samping sohibnya itu yang sedang fokus pada layar ponselnya.

Edo sama sekali tidak melirik Sarka ketika Sarka baru saja duduk. Edo benar-benar marah. Dan hal ini membuat Sarka tidak tahan, jujur saja.

Berdehem pelan, Sarka pun memutar tubuhnya, menyerong menghadap Edo. Ia menatap Edo dengan sorot mata dalam-dalam.

"Do ...." Suara yang keluar dari bibir Sarka terdengar serak. Panggilan darinya itu tidak mendapatkan respons dari Edo. Cowok berbadan gemuk itu tidak mendengar panggilan Sarka. Atau mungkin barangkali Edo pura-pura tidak mendengarnya. Dan Sarka lebih percaya pada opsi nomor dua karena itu lebih masuk akal.

Sarka menelan ludahnya. "Oke Do, gue sadar kalau gue salah dan sudah kelewatan soal kejadian waktu itu. Gue benar-benar nggak nyangka bakal kayak gini sampai lo marah sama gue. Gue salah Do, gue akui hal itu. Gue emang udah keterlaluan sama lo. Tapi ... Lo harus percaya kalau gue nggak bermaksud ngelakuin itu. Nggak, maksudnya gue nggak sengaja mau bikin lo kesal."

Shadow Scent (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang