"Auw .... Sial!" Alan mengumpat kesal ketika jari tangannya terkena pisau tajam karena kecerobohan dirinya yang tidak fokus dalam memotong daging buah apel. Alan meringis pelan ketika rasa perih dengan cepat ia rasakan. Alan mendesah kasar, tatapannya jatuh ke arah darah segar yang menetes ke lantai.
Seketika saja, Gwen yang melihat pemandangan itu segera mengerjapkan matanya. "Ya ampun my baby Alan terluka!" ujarnya panik. Spontan saja ingatan tentang kalimat Sarka di belakang rumah tadi pagi terngiang di kepala Gwen.
Intinya jagain bang Alan ya, kalo ada sesuatu yang aneh, mencurigakan, dan sepertinya berbahaya kamu bisa kan lapor sama aku Gwen?
Gwen mengerjapkan matanya, ia pun kembali menatap ke bawah, Alan terlihat sedang melilitkan sebuah plester diluka barunya itu. Gwen sangat ingin membantu, tapi ia sadar posisi bahwa dirinya adalah hantu. Kesal sendiri Gwen menyadari fakta yang satu ini. Padahal saja, ia sudah membayangkan betapa romantis dan sungguh perhatian dirinya ini ketika membantu Alan melilitkan plester di jarinya yang oleh tergores tajamnya pisau.
Gwen pun akhirnya memilih keluar dari kamar Alan untuk memberitahu Sarka tentang hal ini. Gwen tidak lama untuk menemukan Sarka, ia dapat melihat adiknya Alan itu sedang duduk di sofa bersama dua orang yang lain. Satunya Gwen kenal karena sering ke sini, dan Gwen tidak mungkin lupa bahwa teman Sarka bertubuh gendut itu takut dengannya. Tapi, ketika sorot matanya menoleh ke arah anak perempuan yang duduk di single sofa, Gwen sedikit terperanjat kaget. Karena sorot mata keduanya bertubrukan.
Dia indigo, dia bisa lihat saya!
Gwen mengesampingkan pikiran itu, ia tidak mempunyai banyak waktu lagi. Langsung saja ia menghampiri Sarka yang posisinya sudah sangat dekat.
"Sarka!"
Raut wajah Sarka terlihat kaget ketika menatap Gwen.
"Gwen, ada apa?"
"Sarka, my bebeb Alan terluka!" segera saja Gwen melontarkan apa yang mau ia sampaikan. Dan dapat ia lihat raut wajah Sarka begitu terkejut dengan kalimatnya.
"Apa?!"
Gwen ingin menjelaskan lebih detail lagi tentang Alan dan luka yang dia dapatkan akibat pisau tajam itu, tapi mulutnya terkunci lagi begitu Sarka sudah berdiri dari duduknya dan berlari sekencang-kencangnya ke arah kamar Alan.
Gwen mendecakkan lidah, kepalanya ia gelengkan. Kemudian ia menoleh ke arah Nadine yang sedang menatapnya. Serta merta Gwen segera mengadu, "barusan saya mau jelasin loh, tapi temenmu itu malah langsung cabut, hadeh ...."
Tanpa menunggu reaksi dari Nadine, Gwen melayang kembali ke arah kamar Alan. Sedangkan Nadine dan Edo bertatapan. Edo terlihat syok, wajahnya memucat.
"Dine, lo kan indihome juga, kan? Barusan Sarka ngomong sama Gwen? Dia ... Ke sini?"
Desahan pelan lolos dari bibir Nadine. Ia mengangguk, membuat Edo semakin membelalakkan matanya. "Barusan dia juga ngomong sama gue, tapi belum gue jawab dia udah pergi duluan."
"Lo nggak takut Dine?"
"Ngapain takut? Gue udah biasa ketemu yang begituan. Kelihatannya, Gwen-Gwen ini nggak berbahaya kok. Dia baik. Eh bentar, itu yang namanya Gwen bener?"
Sebagai jawaban, Edo mengangguk atas pertanyaan Nadine. Sementara itu, Sarka yang sudah berada di kamar Alan langsung mengecek anggota tubuh Alan, melihat dengan jeli dan teliti apakah ada luka yang cukup serius dan membahayakan, yang sewaktu-waktu bisa bikin nyawa Alan menghilang.
"Bang, lo nggak pa-pa, kan? Ada sesuatu?" tanya Sarka panik.
Alan segera membalas, "emangnya gue kenapa? Gue baik-baik aja, seperti apa yang lo lihat sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow Scent (END)
Teen FictionSarka tidak tahu ada apa dengan dirinya. Semenjak mendapatkan donor mata dari orang lain, ia merasa keanehan mulai datang satu persatu kepadanya. Seperti bisa melihat makhluk tak kasat mata, diserang mimpi buruk sepanjang malam hingga membuatnya ter...