Semua teman kelas Sarka sudah sepakat bulat-bulat bahwa pulang sekolah akan langsung pergi ke rumah Vina untuk berziarah. Semua anak juga sudah mengumpulkan uang sumbangan. Dan inilah waktunya, setelah sekolah dibubarkan, semuanya sudah bersiap-siap. Termasuk Sarka sendiri.
Sarka hendak keluar dari dalam kelasnya, bergabung bersama teman kelasnya yang sudah berjalan terlebih dahulu menuju parkiran sekolah. Pergerakan Sarka terhenti ketika pundaknya di tepuk dari belakang, ia pun menoleh, rupanya Nadine pelakunya.
"Kenapa Dine?" tanya Sarka pelan dengan kening mengerut, disusul oleh kedua alis tebalnya yang nyaris menyatu.
"Gimana, lo jadi mau ngajak Rose ikut kita?" tanya Nadine.
"Jadi kok." Sarka menjawab pelan, diiringi oleh kepalanya yang mengangguk mantap. "Gue udah ngomong sama Rose, dan dia mau pas gue ajak," lanjutnya.
Keduanya kemudian melangkah secara bersamaan keluar dari dalam kelas. Sarka dan Nadine berjalan bersebelahan.
Nadine kembali menoleh ke arah Sarka. "Terus reaksi Rose gimana? Dia nggak mungkin ngiyain ajakan lo gitu aja, kan? Pasti dia tanya ini itu."
Sarka menggangguk lagi. "Ya, gue udah jelasin ke dia. Tapi gue nggak ngomong keseluruhannya. Gue cuma minta dia buat ikut dan mastiin dia bisa lihat seperti apa yang gue lihat atau nggak."
"Bagus kalau gitu."
"Gue juga nggak mungkin jelasin semuanya, gue nggak mau Rose ikut terlibat soal masalah ini. Entah itu nanti, tapi untuk saat ini dia nggak perlu tahu aja. Lagipula, akan makan terlalu banyak waktu jika gue cerita semuanya." Sarka melanjutkan.
"Gue setuju sama lo," ujar Nadine mantap. "Biar aja Rose tenang, lo bisa minta bantuan kalau lo emang butuh bantuan banget. Jadi kita mampir ke toilet dulu nih? Rose masih di sana, kan?"
"Iya, kita ke toilet dulu aja," sahut Sarka. "Eh Dine, lo nggak ngasih tau Edo kan soal ini?"
"Enggak lah!" Nadine segera menyangkalnya sambil menggeleng. "Bisa-bisa tuh anak kabur kalau gue kasih tau kalau ada hantu yang ikut ke sana."
Sarka terkekeh pelan. "Ya kan siapa tau lo lupa gitu, terus lo keceplosan ngasih tau Edo."
"Enggak mungkin."
"Iya deh, gue percaya sama lo kok."
"Lagian nggak ada untungnya gue bohong sama lo."
Keduanya terus melangkah, hingga akhirnya Nadine dan Sarka tiba di tujuan. Rupanya, hantu penunggu toilet yang tak lain dan tak bukan adalah Rose, sudah berdiri setengah melayang di pintu toilet.
"Udah nungguin tuh kayaknya," ujar Sarka pelan kepada Nadine ketika matanya menemukan Rose, dengan pakaian putih lusuhnya dan rambut yang dikepang.
"Ayo buruan, sebelum dia marah karena terlalu lama nungguin," seru Nadine sembari mempercepat langkah kakinya. Sarka menyetujuinya begitu saja.
Sarka dapat melihat Rose, dengan wajahnya yang pucat, seperti biasa. Sarka melirik Nadine sembari meringis pelan. Dari raut wajahnya, Sarka menemukan bahwa Rose terlihat menahan marah dan kesal. Bibirnya mencebik dan matanya juga menatap Sarka tidak bersahabat. Kalau begini caranya, Sarka menjadi takut sendiri dengan Rose. Hantu itu terlihat seperti hantu sungguhan sekarang.
Tidak, bukan berarti sebelumnya Sarka menganggap Rose adalah hantu jadi-jadian. Tapi sebelumnya, Rose lebih manusiawi aja, dan sekarang Rose malah terlihat layaknya hantu pada umumnya.
"Kalian berdua dari mana saja sih? Saya sudah nungguin loh dari tadi di sini. Capek nih melayang terus. Kalau nggak jadi ya ngomong dong. Jangan digantungin kayak gini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow Scent (END)
Teen FictionSarka tidak tahu ada apa dengan dirinya. Semenjak mendapatkan donor mata dari orang lain, ia merasa keanehan mulai datang satu persatu kepadanya. Seperti bisa melihat makhluk tak kasat mata, diserang mimpi buruk sepanjang malam hingga membuatnya ter...