part sepuluh

8.2K 731 7
                                    

Nino baru saja pulang dari sekolah, dia turun dari mobil bodyguard ayahnya. Tadi pas nino duduk menyender di tiang halte nino liat mobil yang dia kenal berhenti di depannya, nino di beri tumpangan olehnya.

"Makasih pak tumpangannya, sering-sering ya"kata nino, dia menyender di badan mobil. "Saya terlihat tua ya tuan?"bodyguard itu bertanya, wajahnya lucu jadi pengen nampol. Nino menggigit bibirnya menahan ringisan yang keluar dari bilah bibir tipisnya

Nino mengangguk lalu tangannya melambai agar bodyguard ayahnya mendekat, lalu dia mengalungkan tangannya ke bahu bodyguard itu, nino menyengir di atas rasa sakit di punggungnya, "gendong nyampe ke kamar gue ya pak, otak kecil gue rasanya mau pecah buat mikir ujian"tanpa berkata lebih lanjut nino telah di gendong di punggung, nino menggeliat tak nyaman ketika sesuatu di dalam perutnya tiba-tiba naik,

Nino buru-buru turun dari gendongannya, dia berlari ke kamar mandi dekat dapur. Nino menutup pintu kencang, bodyguard itu berdiri di depan pintu. Lalu mengetuk beberapa kali, memastikan jika nino tetap sadar,

"Tuan muda baik-baik saja? Perlu saya telponkan tuan besar?"

Tidak ada jawaban.
Bodyguard itu mengetuk tidak sabar, kalut jika  majikan kecilnya ada sesuatu yang menimpanya

"Tuan muda, tolong jawab saya. Setidaknya buatlah suara sekecil apapun"tidak ada jawaban sama sekali.

"tuan muda mundurlah sedikit. Saya akan mendobrak pintu ini"

Sebelum kaki bodyguard itu menapak ke pintu, nino terlebih dulu membukanya.

"Lah, nggak balik ke perusahaan ayah?"

"Saya khawatir terhadap anda tuan?

"Gue gak kenapa-napa tuh, oiya.. Ayah pulang nggak hari ini?"

"Sepertinya beliau harus lembur, saya di tugaskan untuk menemani anda oleh tuan besar"

Nino memutar mata malas, emang dia anak kecil.
"Terserah sih, gue nggak mood juga bikin ulah"kata nino

Dia cuek bebek dan pergi ke kamarnya sendiri, dia mengabaikan rasa panas dan perih di punggungnya. Mungkin efek karena di dalam suhu yang rendah, pikirnya.

"Apa saya perlu jaga di depan pintu anda tuan?"

Nino mengangguk saja, kan lumayan bisa di mintai tolong untuk mengambilkan air minum, kalau-kalau dia haus

Nino mengernyit sakit,
Nino menyender di pembatas tangga, tangannya memegangi kepalanya yang pusing. Kepalanya menggeleng, berniat mengusir pusing yang tiba-tiba menghinggapinya

"Anda kelelahan? Perlu saya telponkan dokter pribadi anda?"

"Tolong ya pak"nino membalas dengan senyum manisnya, dia melanjutkan jalannya yang tertunda. Lalu nino menghilang di balik pintu kamarnya, bodyguard itu cekatan mengambil ponsel dan menghubungi dokter pribadi keluarga bos nya

Sejam lebih nino menunggu seseorang datang ke kamarnya, biarpun beberapa kali nino menguap namun dia memaksakan diri agar terjaga, biar dokter yang di panggil untuk memeriksanya tidak kecewa karena di tinggal tidur olehnya

"Gimana dok?"

Nino menatap sayu dokter itu, "asam lambungmu naik, ayahmu nggak kasih kamu makan apa gimana"dokter itu menulis sesuatu di kertas lalu dia sodorkan ke bodyguard sampingnya

"Tolong belikan obat ini di apotek terdekat ya"ucapnya

"Baik tuan"

Nino menatap dokter itu penuh harap, lalu membantu membereskan peralatannya. "Ada maunya pasti"kata dokter

Nino menyengir lebar

"Om zoe nggak dateng ke rumah dokter? Kok nggak pernah main ke sini"

"Sibuk di rumah sakit"dokter itu menyahut malas, setiap bertemu dengannya cuma zoe yang di tanyai.

"Ayah kamu masih di kantor?"

"Kemana lagi kalo bukan di sana"jawab nino seadanya

"Istri barunya baik nggak?"nino menatap dokter itu jengah , "setiap orang yang udah jadi ibu pasti baik dok, apalagi ibu tiri pernah punya anak juga"ketus nino

Dokter itu mengangguk samar,
Hening beberapa saat, baik nino maupun dokter itu tak ada lagi pembicaraan.

"Dok, emang gue bener anaknya ayah? Kok ayah tega bener sama anaknya sendiri"

Dokter itu menatap penuh ke nino, lalu mengusap surainya berantakan

"Ngawur. Yang jadi saksinya lo saya, mommy mu pergi lo saya tau"

Nino mangut-mangut, dokter itu mengeluarkan ponsel di saku jas dokternya, kemudian menyodorkan ponsel itu ke nino.

"Ini kabar mommy mu hari ini, udah seneng dia sama suami barunya. Kamu jangan sedih-sedih, hargai ibu tirimu"kata dokter

Tanpa menjawab ucapan dokter, nino membalikkan tubuhnya ke samping, tangannya mengepal. Nino hanya berpikir, kenapa mommy nya tidak pernah sekalipun mengabarinya meskipun lewat pesan.

"Ini demi kebaikanmu, kedua orang tuamu sama-sama berkhianat. Jangan hanya menyalahkan ayahmu, meskipun caranya salah tapi ayahmu lah yang paling menyayangimu"

Nino tidak menjawab, terlanjur menutup mata. Kehidupannya tidak pernah semulus yang orang-orang pikirkan, dia tidak ada sosok pendukung.

Nino kadang menyalahkan kelahirannya sendiri, kalau dulu aja mommy hati-hati ketika mengandungnya mungkin nino tidak sampai bodoh seperti ini. Nino tidak harus mengalami kecacatan ini, mungkin nino bisa jenius seperti ayahnya. Nino terkadang cemburu dengan kakaknya yang selalu mendapatkan hati ayahnya yang pertama kali, nino juga ingin seperti itu.

Nino is NinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang