part tigalapan

6.2K 546 18
                                    

Entah sudah ke berapa kali nino menghela napas kasar, dia mendengus melihat lukas yang menatapnya sambil tersenyum tipis. Nino sebenarnya tidak masalah jika lukas yang menemaninya di rumah sakit, dengan itu dia tidak akan kesepian dan ada teman mengobrol. Tapi sejak tadi lukas tidak berbicara sepatah katapun, dia malah duduk bersedekap di sofa, menatapnya seolah nino itu mangsanya. Apalagi kaca mata besar yang dia pakai, aneh dan sedikit menggelikan.

"Alihkan pandangan lo dari gue, sialan" nino berteriak kesal, lukas yang seperti itu membuatnya ingin muntah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Alihkan pandangan lo dari gue, sialan" nino berteriak kesal, lukas yang seperti itu membuatnya ingin muntah. "Gue lempar gelas ini ke muka lo ya?" nino mengancam sambil meraih gelas kosong di nakas

"Gue seneng banget lo udah lebih baik dari yang kemarin" ucap lukas. "Tapi lo nggak harus natap gue kaya begitu. Jijik" ujar nino pedas

Lukas memperbaiki duduknya menjadi tegak, dia melihat nino yang menatapnya bengis.

"Gue berkorban waktu untuk nemenin lo, gak ada terima kasihnya ya lo!!"

"Kalo nggak ikhlas ngapain kesini. Gue gak butuh orang kaya lo" desis nino

"Baperan lo malin!!"

Nino mendelik kesal. Dia memberi kepalan tangan pada lukas, di balas dengan jari tengah oleh si empu.

"Pas gue mau kesini, dafa kayanya lagi bareng sama orang asing. Gue nggak kenal sama siapa itu si dafa"

Lukas kembali melanjutkan bicara ketika melihat nino yang penasaran.

"Dafa kayanya lagi di marahin juga, tubuhnya di seret masuk mobil. Gue mau nyamperin tapi urusan gue lebih penting" nino mengangkat alis bingung, emang apa yang lebih penting dari sahabatnya? Kan lukas ke sini cuma ikut ayahnya yang di pindahkan tugas dari china

"Sepenting apa urusan lo?"

"Perut lah. Apalagi emang?" kata lukas

Lagi-lagi nino mendengus. Sudah dia duga, lukas itu emang kurang asupan makan. Pantes badannya segede kingkong.

"Gue pinjem ponsel lo dong" Lukas merogoh sakunya, kemudian menyodorkan ponsel hitamnya pada nino. "Ponsel baru lo kemana emang?" tanya lukas

"Gak ada pulsa"

"Dasar kere"

Nino mengernyit. Dia menatap lukas yang menatapnya remeh. Nino emang gak pernah punya pulsa, dia lebih mementingkan data internet.

"Candra tumben gak ikut?" nino bertanya sambil mencoba menghubungi ponsel dafa, namun berkali-kali tidak bisa. Sepertinya dafa sengaja mematikannya atau ada sesuatu yang membuatnya harus mematikan ponsel itu. Yang nino tau, dafa tidak pernah lepas dari ponselnya. "Apa tante masih melarang dafa ya?" gumamnya

"Lo tadi bilang apa?" lukas memperhatikan wajah murung nino, "udah belum?" nino mengembalikan ponsel milik lukas pada pemiliknya, dia menoleh pada sahabatnya

"Tolong bilangin sama dokternya dong, gue kapan boleh pulang?"

"Emang lo udah sehat? Bener-bener sehat" lukas memijat kaki dan tangan nino, jika si empu nya mengernyit kan dahinya kecil berarti masih sakit. Tapi lukas melihat nino biasa saja malahan wajahnya terkesan datar.

"Gue ke ruangan dokter dulu kalo gitu" lukas udah bersiap pergi tapi berhenti sejenak, dia menoleh pada nino yang tiba-tiba diam. "Nanti gue gak mau di salahin ya" belum mendapat jawaban lukas terburu keluar

"Padahal gue belum bilang setuju, tapi ya bukan urusan gue" gumam nino

Brak

Hah hah hah

"Sialan! Kakek lo bar-bar gila" lukas selonjoran di lantai

"Hahaha, kenapa lo? Baru juga keluar dari sini" kekeh nino. "Muka lo udah jelek tambah jelek, pantes jomblo" nino semakin meledakkan tawanya melihat lukas merengut

"Ah serah dah"

"Sini cerita sama gue" nino meletakkan buku yang ia pegang, dia menatap lukas meminta dia bercerita

"Pas gue masuk ke ruangan dokter, gue ketemu kakek lo. Gue ngomong lah, kalo lo kapan bisa pulang. Gue malah di lempar vas bunga sama kakek tua itu, makanya gue kabur kesini"

"Apes banget sih lo luke...

"Ketawa lo!...

"Nah ini si biang rusuh" lukas keringat dingin di samping nino, lukas melihat kakek nino takut. Pasalnya kakek membawa sebuah jarum

"Buat apa jarum itu kek?" tanya lukas takut, kakek tersenyum aneh. Semakin dekat, lukas bahkan sudah memeluk tubuh nino. "Kakek mau menyuntik mati temanmu, sini kau bocah! "

"NONO! TOLONGIN GUE....

hahahaha. Suara tawa nino semakin tak terkendali melihat kakeknya sudah memegangi tangan lukas

"GUE BELUM MAU MATI! GUE MASIH MAU SAMA NINO KEK, BENERAN!!"

Nino membelalak. "GUE GAK BELOK SIALAN!"

Kakek terengah. Mengusap keringat di pelipisnya, tenaganya sudah tak kuat seperti dulu. Cuma ketawa aja bisa membuatnya bengek, huah.. Anak muda memang menakjubkan...

"Kalian lucu sekali. Hah, kakek lelah" lukas cuma menatap kemana perginya kakek, dia perlahan duduk di sofa seberang kakek

"Ayah nggak kesini kek?"

"Lagi nge jalang"

Hah

"Kakek udah tua. Gak baik main-main sama jalang" ujar nino

Kakek mendesah sebal, tua begini siapa juga yang doyan.

"Maksudnya ya ayahmu. Nge jalang sama mama baru mu"

Nino ber 'oh' panjang.

"Padahal kakek nggak suka wanita itu" ujar ayah

"Di pelet kali ayah sama mama"

"Kamu manggil dia mama? Dunia memang udah tua seperti kakek"

"Lebay. Dia kan juga udah sah jadi istri ayah, berarti dia mama ku lah"

Tolong di ingatkan si nino. Siapa dulu yang bilang gak bakalan mau menganggap ibu tirinya sebagai pengganti mommy sampai kapanpun. Hmm, jilat ludah sendiri ya No

Nino is NinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang