part tigaempat

6.9K 622 42
                                    

Kondisi nino belum juga di katakan baik. Tubuh ringkihnya di penuhi oleh alat medis, bibir itu tidak sebiru pasca ia di angkat dari dalam air. Dan juga suhu tubuhnya tidak sedingin kemarin itu. Berita nino kecelakaan sudah sampai di telinga kakeknya sana, bahkan ayahnya hanya sekali melihat keadaannya. Entahlah, ayahnya begitu sulit di tebak.

"Can, pulang yuk. Lo sama sekali belum ganti pakaian" itu juga sekian kalinya irwan membujuk candra. Candra betah sekali duduk di depan ruangan nino. "Nino juga belum bisa di jenguk, tunggu kondisinya stabil" kata irwan
Ah. Dia jadi kasian sama penampilan candra.

"Gue nggak mau, gue mau di sini" kekeh candra. Sama sekali tidak menghiraukan tatapan semua sahabatnya.

Di tanya sedih sih, sedih banget. Hanan juga beberapa kali jatuh pingsan, febri juga sangat terpukul. Tapi, mereka harus kuat demi nino. Selama ini nino yang selalu ada di samping mereka kala mereka terjatuh, maka untuk kali ini mereka yang akan di samping nino.

"Gue penasaran banget, kok lo bisa tau nino di sini can?" itu pertanyaan terbodoh menurut nato sih,

"Gue kan udah bilang, gue nemenin kak febri jenguk neneknya di sini. Pas gue mau pulang, gue ketemu nino di koridor" jelas candra, "Nanya mulu lo, sialan" umpat candra

"Kalian pulang aja, biar nino gue yang tunggu di sini" mino datang bersama ayahnya, mereka jalan beriringan. Visualnya jangan di tanya, hmm.. Lukas merasa silau seketika. Dia menatap keduanya dengan tatapan kagetnya

"Tampol boleh gak sih" gumam zian, "gue dukung" bisik kamal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tampol boleh gak sih" gumam zian, "gue dukung" bisik kamal

"Luke, lo nggak ikut pulang?"

"Gue ikut, jagain kembaran gue ya om" lukas terburu menyusul teman-temannya sebelum di lempar sepatu sama ayahnya nino, "itu kingkong sahabatnya nino yah" kata mino

"Ayah tau" jawab ayah sekenanya

Beliau jalan ke depan kaca, dia bisa tau keadaan nino yang istirahat di dalam sana. Ah, hati kecilnya terusik melihat bungsunya diam dan tak merusuh.

"Apa yang kamu rasain melihatnya seperti itu?" ayah menoleh pada pria paruh baya di sampingnya, sejak kapan papa nya ini datang. Dan sejak kapan mino tidak ada di belakangnya.

"Tidak usah memasang wajah seperti itu, papa bisa lakuin hal yang tak bisa kamu lakukan" ucapnya, "Termasuk untuk mengambil cucu papa" ayah terdiam.

"Kamu tidak lupa kan? Apa yang papa katakan tempo lalu, papa bisa mengambil nino kapan saja" ucap pria di depan ayah, "dan kamu janji akan menjaga berlian-berlian papa" lanjutnya lagi

"Papa...

Pria paruh baya itu menghela napas kasar, "mengapa sifatmu itu mirip dengan mendiang ibumu. Itu menyakitimu dan anak-anakmu"

"Ya karena aku anak kalian. Jika bukan tidak mungkin kan aku ini mirip denganmu. Papa?"

Masuk akal. "Lupakan ucapan papa tadi" pungkasnya kesal

"Mino dimana pa?"

"Ku usir"

"Hah?! Dia juga cucu papa, kenapa malah di usir!"

"Papa tidak punya cucu calon pembunuh" ucapnya menekan kata 'pembunuh'

"Papa bisa membuat anakku down! Dia tersakiti juga di sini " kata ayah sedikit membentak, "huh? Kamu membentak papamu sendiri?"

"Tidak. Papa yang  keterlaluan!" ucap ayah sedikit meninggi

"Mino memang pantas menerimanya. Dia kekanakan!"

"Lagipula ini kan juga bukan salah mino sepenuhnya"

"Ya ya ya, terserahmu! Papa tidak butuh nasihat bersifat labilmu itu!"

Ayah mendengus. Dia cuma bisa menatap punggung papanya dari jauh, beliau memasuki ruang dokter pribadi yang sengaja papa nya bayar untuk nino. Semua ternyata sudah di urus oleh papanya.

Ayah kembali menyentuh kaca pembatas antara dirinya dengan nino. "Cepatlah sembuh, ayah menunggumu" bisik ayah

Kakinya melangkah mendekati kursi tunggu, menjaga nino dari depan ruangan ternyata tidak senyaman yang ayah kira. Dirinya tidak bisa mendekap nino kala anak itu tertidur pulas.

"Apa kondisi cucuku sudah stabil?"

"Belum ada perubahan tuan, detak jantungnya berdetak lambat" jawab seorang dokter yang bertanggung jawab atas nino. Kesalahan sedikit saja dia yang akan menanggungnya.

"Katanya kau ini lulusan terbaik di unviersitasmu! Hal seperti ini saja kau tidak bisa meng handle!"

"Ya itu kalau saya Tuhan. Saya ini manusia tuan, saya hanya perantara"

"Kau butuh uang? Berapa? Katakan nominalnya, sebagai gantinya cepat sembuhkan cucu ku!"

'Ini orang tua siapa sih! Ngeselin amat' batin perawat wanita yang tak sengaja mendengar obrolan mereka

"Anda percayakan saja semuanya pada saya, anda bisa keluar dari sini"

"Kau mengusirku?"

'Udah tau kenapa pake nanya sih ini kakek-kakek' batin perawat itu, tangannya mengepal gemas di kertas yang ia bawa

"Tidak. Saya mau keluar dari ruangan ini, maklum tuan.. Saya ini dokter, sibuk"

"Dokter gadungan!" gumamnya segera beranjak dari kursi putar dan keluar dari ruangan.

"Tadi itu siapa sih dok?" tanya perawat wanita tadi, "kakek gila" gumamnya

Dokter itu sebenarnya kenal dekat dengan keluarga nino, dia anak dari sahabatnya kakek nino. Ya makanya itu dia di percaya untuk menjadi tanggung jawab nino.

"Papa dari mana?" tanya ayah, "sekedar bertegur sapa dengan teman kecilmu"

Hm. Ayah mengernyit bingung, siapa?

"Kamu pasti lupa. Dasar tidak bisa di andalkan!"

Sialan! Kalau saja itu bukan orang tuanya, ayah pasti akan mengumpatinya.

"Dasar orang tua bau tanah" ayah mencicit lirih. Beliau mengikutinya dari belakang, kesal tapi takut durhaka.

Menghadapi nino aja tekanan darahnya meninggi, apalagi jika mereka berdua tinggal serumah. Dia bisa gila...

Nino is NinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang