part nampuluhtiga

3.7K 351 27
                                    

Suara dentuman keras membuat atensi hanan dan wildan teralihkan, mereka menatap nino bertanya.
Apalagi wildan yang mulai merasa takut di tatap nino dan kedua temannya, dia seolah pelaku kejahatan saja. Nino mendekati mereka, menarik lengan hanan paksa sampai anak itu berdiri dari duduknya.

"Lo ikut gue sekarang" hanan nurut saja dari pada babak belur di tangan mereka berdua. Jika pawang nino bersatu, habislah dia. Masih untung ini cuma frengki dan dafa.

Setelah dapat spot yang lumayan jauh dari sosok wildan, barulah nino angkat bicara.

"Cerita ke gue, lo ada masalah apa sih sampe nge hindar gitu. Gue ada salah sama lo? Iya?"

"Gak ada"

"Jangan egois han, disini korbannya gue. Lo seharusnya nggak ngehindarin gue, apalagi sama yang lain. Lo seolah-olah membuat masalah dateng karena gue"

"Terus gue harus apa? Tiap kali gue bertatap muka sama lo, rasa bersalah menjalar dalam diri gue. Gue gak sanggup"

Hanan menunduk. Jujur saja, dia menyesal membuat nino uring-uringan dan bingung akan sikapnya, tapi apa nino tak mengerti kalau dirinya juga butuh waktu. Hanan sebenarnya rindu sama nino dan yang lain. Tapi rasa bersalahnya menutupi semua itu, meskipun ayahnya yang terlibat tapi sebagai anak kandung darinya, hanan juga punya rasa malu dan harga diri. Dia bukan dafa yang bisa melupakan semuanya secepat itu.

Hanan tau perbuatannya sudah melewati batas, membiarkan nino dengan usaha mendekatinya namun dirinya menutup mata dan menulikan telinga. Bahkan nino pingsan waktu upacara pun hanan tak berniat membantu, padahal jelas-jelas dirinya berada tepat di sampingnya. Dia malah pura-pura sibuk menatap pidato yang wali kelas mereka ucapkan di depan sana.

"Lo temen gue, sahabat terbaik gue, saudara gue. Lo mau memutus ikatan itu cuma hal sepele"

Hanan menggertakan giginya kesal. Apa katanya, sepele? Apa nino tak mengerti juga, betapa khawatirnya dia, betapa kesalnya dia mengetahui bahwa ayahnya lah dalang dia mendekam di rumah sakit.

"Dengerin gue, berhenti bersikap kekanakan. Ubah mindset lo, jangan mentang-mentang banyak yang sayang sama lo. Lo bisa seenaknya ya, gue butuh waktu No. Gue butuh waktu, apa kalimat itu lo nggak ngerti juga!"

Nino menekan emosinya, dia paham kalau hanan butuh itu. Tapi, apa dia juga tak mengerti jadi posisinya. Berulang kali nino mengatakan kalau semua yang ia alami bukan salah siapapun, itu hanya kesalah pahaman semata dan juga pesaing ayahnya yang iri akan kekayaan ayahnya.

"Dari dulu lo emang ga bisa berubah, egois. Nyesel gue kenal sama lo"

Brak

Hanan menutup pintu kelas kuat, bahkan dia tak melihat betapa kacaunya nino di belakangnya. Keringat mengucur deras, dia meluruh di lantai. Dadanya tiba-tiba sesak.
Apa yang di perbuat hanan bahkan lebih sakit dari yang selama ini ayahnya lakukan.
Maklum saja, sedari kecil hanya hanan yang menjadi sandaran nino sebab ayahnya dulu amat keras padanya, Karena dialah nino bertahan, ucapan penyemangat dan sosok nya yang seperti kakak baginya.

"Nono, lo oke?" frengki membantu nino berdiri, dan dafa yang mengerti keadaan nino langsung keluar kelas buat mengambil air mineral di tasnya. "Nih, minum dulu" ujar dafa

Nino menerimanya, menenggak air itu terburu. Bahkan sisa air itu sampai membasahi leher dan juga seragamnya.

"Thanks"

Dafa dan juga frengki kompak mengangguk. Mereka menatap satu sama lain, cukup prihatin karena nino terlihat lemah jika seperti ini.

"Hanan masih sama?" tanya dafa terkesan lirih sebab dia tidak mau menyinggung nino. "Ya, dan gue nggak tau lagi mau ngomong apa lagi" jawabnya, nino merekam lagi ucapan terakhir antara dia dan hanan.. Sahabat terbaiknya. Apa selama ini lo menekan kekesalan lo han, tapi nggak papa... Gue yakin lo tadi cuma emosi kan? Lo nggak bakal ninggalin gue kan han?

"Nino, yaelah ni anak malah ngelamun"

"Woy!!!" teriak dafa tepat di telinga nino, yang mana sang empu memekik tak terima. Nino menendang bokong dafa agar menjauh,

"sialan lo. Gue gak budek ya" kesalnya

"Makanya jangan lamun lo, kesambet tau rasa!" ucap frengki

"Bodo lah. Yuk kantin, laper gue" ajak nino. Mereka berdua mengangguk, mereka mengekor pada nino seperti anak ayam. Biasanya hanan yang seperti itu, namun sekarang akan di gantikan mereka berdua.

"Oiya si kutu kupret itu gimana?" tanya nino. Dia menatap kedua sahabatnya penuh tanya

"gue usir" jawab dafa

"Kaca mata nya bikin kesel!" sambung frengki

"Jahat banget lo" kekeh nino, tangannya menepuk kecil bahu mereka berdua. "Tapi gue suka gaya kalian" lanjut nino lagi,

Tak lama kemudian, tawa nino berubah lebih keras karena geli, membuat dafa maupun frengki ikut terkikik.

"Apa banget dah mereka, gila ya" gumam mino yang tak sengaja melihat adiknya tertawa seperti itu. Bahkan yang di lihatnya dafa terkesan melebih-lebihkan tawanya.

"Gue timpuk pake buku ini aja ya" mino melirik honi meminta pendapat, yang mana di hadiahi tepukan keras di tangannya.

"Sembarangan lo, biarin aja. Mereka lagi dapet jackpot kali" ujar honi

Akhirnya mino mempercayai apa yang di katakan temannya, mungkin saja nino dapet jackpot berupa membersihkan toilet lagi, kan mayan bonus karena kelamaan bolos.

"Tapi tumben si hanan kaga ikut" lagi, mino bergumam lirih sesekali menengok ke belakang.

"Kepo banget sih lo, cepetan kenapa!" honi memekik kesal, pasalnya tangannya pegal karena terlalu lama memegang buku setebal kamus.

Mino sesekali melihat kepergian nino dan kedua temannya tanpa hanan, mereka bertengkar?, batin mino

Lalu ekor matanya tak sengaja melihat hanan dan juga si kaca mata, "hahaha, ternyata dia punya teman baru. Pantesan" lirih mino.

Di kepalanya bercabang rencana yang waaah untuk nya..

"Honi, lo harus bantu gue"

"Bantu apa?"

"Ga terima penolakan. Harus!"

"Ya apa bangsat!"

Mino meninggalkan honi di belakang, tanpa menjawab dan tanpa menghiraukan umpatan temannya. Dia santai memasuki perpustakaan tanpa beban dan dalam keadaan hati yang membuncah..

Mino punya mainan baru ternyata...

Nino is NinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang