part duabelas

7.5K 666 15
                                    

Di dalam kesunyian malam, hanya ada bintang dan rembulan. Bahkan awan hitam pun seperti tidak ada, langit terlihat lebih jernih dari yang biasa nino lihat.
Dia menatap sendu lembaran tulisan di tangannya, seperti biasa hasilnya tetap seperti itu. Kecuali di fisika. Nino meremat surainya geram, semua yang di jalaninya begitu sulit untuknya raih. Bahkan nilai 70 pun seperti ajang perang, tidak ada bagusnya sekali.

Nino memasuki kamarnya lesu, ayahnya belum pulang. Rumahnya sepi, bodyguard yang biasa menemaninya lagi cuti. Dan ibu tirinya entah kemana. Nino kesepian. Beban pikirannya semakin menumpuk, apalagi mental nya terlanjur down hanya dengan melihat nilai yang membuat matanya sakit.

Dengan langkah tertatih, tidak ada gairah sama sekali. Nino menuruni tangga, melangkah perlahan menuju dapur. Perutnya minta di isi, dan nino juga lupa kapan dia makan. Nino membuka isi kulkas, dia tidak bisa masak. Yang dia lakukan hanya mengacak-acak isinya, mengeluarkan berbagai buah dan cola. Tak lupa snack kesukaannya. Nini membawa semua itu ke ruang tengah, mengambil remote tv dan menyalakannya. Nino menikmati acara itu sembari memakan hidangan kecilnya.

"Mana nih yang katanya mau dapet nomer satu" celetukan ayahnya membuat atensi nino buyar.

Ayah mendekat pada nino, duduk di sebelahnya tanpa melepas tatapan remeh ke nino. Kok malah ngeselin gini ya, batin nino

"Ayah kan tau, anak gantengmu ini kelainan. Mau belajar nyampe gila pun aku tetep gini" jawab nino

Sepertinya nino rela apapun yang di lakukan ayahnya nanti, capek dia. Pura-pura sanggup pun bukan ide yang bagus. Malahan nino terbebani, otak kecilnya sulit di ajak kerja sama.

Ayah pun menatap nino dengan pandangan yang sulit di artikan, tanpa sepatah katapun ayah meninggalkan nino di ruang tengah sendirian. Mungkin kecewa.
Nino mengendik acuh lalu kembali memusatkan pada kegiatannya sebelumnya. Tak lama itu, ayah mendekati nino sembari membawa sebuah kertas.

"Ngapain sih yah, tumbenan nggak mukul"

"Mau ayah pukul" sarkas ayah

Nino menggeleng. Enak aja, nino cuma basa-basi doang tadi. Biasanya kan ayah selalu mukul duluan setelah melihat nilainya. Kan tadi nino cuma penasaran.

"Semua fasilitas ayah cabut. Setiap hari ayah bakal beri dua ratus ribu untuk seminggu" ujar ayah, "dan ini jadwal bimbel mu" mutlak ayah

Nino menghela kasar. Ini yang dia tak suka, ayahnya selalu seenaknya menambah jam belajar. Bahkan untuk hari minggu, padahal di hari itu nino ingin tidur seharian.

"Nggak. Aku nggak setuju, masa hari minggu full nyampe sore" protes nino, tangannya merobek kertas itu.

Ayah memiting kepala nino, menyembunyikan wajah nino ke keteknya.

"Kurang ajar. Nurut nggak hah"

"Gak. Nino nggak setuju" teriak nino, lalu pekikan sakit meluncur dari bilah bibirnya. "Aw aw, oke oke. Aku setuju, lepas. Sakit ini" nino memukul kecil lengan ayahnya, lehernya seperti akan putus saja. Mana tadi sambil nyekik lagi pak tua itu, kalo mati gimana? Emang mau nino jadi setan gentayangan? Dih. Amit-amit

"Sekali kamu bolos. Ayah kirim kamu ke karantina kemiliteran"

Nino bergidik ngeri. Mana mau dia jadi anggota militer, olahraga pagi aja suka males. Apalagi di sana, habis sama senior yang ada.

"Mainnya ancaman ih"

Ayah melengos pergi. Dasar tua bangka, jika bukan ayah kandung mana mungkin nino mau nurut, patuh. Dalam mimpi.

"Cuih. Andai mommy masih di sini, gue pites juga itu tua bangka" gumam nino

Dia melangkah ke kamarnya. Tanpa membereskan semua benda plastik yang berserakan di lantai, mood nya terlanjur turun. Ayah yang baru saja keluar dari kamar sambil menenteng laptop pun hanya berdiam diri di sana,

"ANAK SIAL! TURUN DAN PUNGUT BEKAS JAJANMU!"

Nino balas teriak.

"AYAH AJA. NINO MALES!"

"ANAK NAKAL!!!"

Ayah mendesah kecil. Tangannya menyentuh dada nya, mengelusnya sabar. Kelakuan nino memang mirip dengannya waktu muda, pecicilan, keras kepala, susah di atur. Mirip sekali.

"Buang anak sendiri nggak masalah kali ya" gumam ayah

Beliau berjalan keluar dari rumah, menuju halaman luas yang berisi banyak bunga yang sengaja di rawat. Bunga itu adalah milik mommy nya nino, dan itu mengingatkan dia pada mantan istrinya. Ayah merasa lebih plong berada di sana. Apalagi jika menghirup wangi bunga itu, seolah ayah tengah memeluk sosoknya.

Nino is NinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang