part mapuluhenam

5K 424 20
                                    

"Bukankah ayah keterlaluan! Semua yang ayah lakukan selalu saja membuatku sial!"

Plak

Tamparan keras yang adam layangkan di pipi putra semata wayangnya menggema di kediamannya, pipi itu memerah. Sang ibu hanya bisa melihat tanpa ada niatan melerai perdebatan anak dan ayah itu. Sebab wanita itu tau, apapun yang ia lontarkan tidak akan di gubris oleh suaminya.

"Jaga ucapanmu hanan! Kau berbicara dengan ayahmu, bukan teman sebayamu!" adam memperingatkan hanan, si empu nya mendesis tak suka. "Tidakkah kau tau yang ayah lakukan ini demi kamu!" ujar adam, mengepalkan kedua tangannya. Memicing tajam melihat gelagat putra satu-satunya.

"Aku dan nino berteman sejak kecil, dia selalu di sampingku selama ini. Bahkan ayah tak pernah melarangku berteman dengannya, kenapa sekarang malah ayah terlibat dalam penculikan itu!" hanan menatap ayahnya terluka, dia menundukkan kepalanya dalam.

Bagaimana ini? Apa dia masih punya muka untuk bertemu nino?

"Ayah tidak melukainya, ayah tidak ikut andil menyiksanya. Berhentilah membela keluarga kaya sialan itu!"

"Tapi nino sahabatku" ucap hanan tak terima.

"Dan aku ayahmu" desis adam

Hanan meraup udara sebanyaknya, melihat ibunya yang hanya diam. Kasian juga melihat wanita yang melahirkannya cuma diam mematung. "Ibu di kamar saja ya, biar hanan bicara sama ayah. Jangan khawatir" ujar hanan lembut

"Tidak nak, ibu takut ayahmu akan melakukan hal lebih padamu"

Adam menyahut kesal, "jangan berlebihan" sambarnya, "kalau kamu tak buka suara teman-temanmu tidak akan tau, kau diam saja maka urusan akan selesai" ujar adam menunjuk wajah hanan

Hanan mendudukan diri di sofa kasar, dia mengusak wajahnya, kentara sekali dia tengah frustasi. Gimana nggak?  nino di rumah sakit, pelakunya ayah nya sendiri, dan hanan malu kalau memperlihatkan wajahnya di depan mereka. Rasanya, hanan ingin menghilang saja dari peradaban. Dia memandang ayahnya yang sibuk menelpon di ponsel, hanan menggigit jari lantaran bingung, kecewa dan takut.

Hanan ingin melihat keadaan nino, dari informasi lukas, nino tidak dalam keadaan baik.

'Gue harus gimana?' batinnya

"Ayah mau kemana lagi?" tanya hanan

Adam melirik sebentar, lalu meletakkan ponselnya di meja. "Bukan urusanmu" ketus adam, dia mengangkat ponselnya lagi ketika benda itu berbunyi, "saya segera kesana. Iya. Diam saja kau!" langkah lebarnya tergesa keluar dari kediamannya

Hanan menatapnya aneh, nggak biasanya ayahnya itu kerja di hari libur begini. Apa ada sesuatu?, pikirnya

"Ibu! Hanan pergi ya buat jenguk nino!" setelah mendengar sahutan dari ibunya, barulah hanan berani melangkah buat pergi. "Gue harus bersikap seolah semua baik-baik aja" gumamnya




















.......

"Hah. Hera di kantor polisi?"

"Ya. Wanita itu tertangkap, untung saja aku bisa keluar dari gubuk tua itu" jawab temannya, "tapi yang aku heran kan, hera tidak buka suara sedikit pun. Malahan dia cuma bicara omong kosong" tambahnya lagi

"Kan sudah ku bilang, wanita itu memang gila. Lalu rencana selanjutnya?" tanya adam

Mereka berbincang di salah satu area taman kanak-kanak yang sepi, mereka tidak mau mengambil resiko jika berbicara hal sensitive seperti ini di tempat umum. Apalagi ramai pengunjung.

"Cukup memanas-manasi media yang haus akan gosip" kekehnya, adam mengangguk. "Kau harus ikut bagian!" tunjuknya pada adam

"Aku menolak. Lebih baik aku mengaku dari pada terlibat lagi akan kejahatan ini, lagi pula nichole dan anaknya tidak terlalu merugikanku" jawab adam

Pria di depan adam mendesis tak suka, sekali terlibat harus selamanya terikat. "Lalu kau mau apa? Tidak mungkin kan hanya menonton!" sarkasnya

"Boleh juga!"

"Sialan kau!"

Adam terkekeh geli, temannya ini memang suka emosian.

"Kenapa kau itu masih dendam pada nichole, padahal dia juga sudah bercerai dengan istrinya" ujar adam.

"Tidak ada alasan khusus, hanya muak akan kesombongannya"

"Kenapa? Wajar kan, dia kaya dan tampan kalau kata wanita" kikikan kecil kembali terlontar dari bibir adam

Pria itu mendengus, "dia merebut semua proyek yang akan ku ambil. Dan beginilah, aku jatuh miskin. Bahkan untuk makan saja, aku masih minta padamu dan wanita gila itu"

Adam tertawa kecil, alasan tak masuk akal. Kenapa dia tidak mencoba melamar pekerjaan saja? Dasar gila.

"Harusnya kau itu membalas dendam pada nichole, bukan pada anaknya" jelas adam, pria itu menggeleng. "Menyakiti nichole lewat putra nya lebih menyenangkan, teriakan sakit dari mulut pemuda itu terasa menggetarkan" jawabnya dengan kekehan yang tak kunjung usai, adam menggeleng pelan. Kalau bukan karena balas budi dan persahabatan mana sudi dia membantu orang-orang gila ini.

"Kau masih berhubungan baik dengan si sialan itu?" ketusnya, adam menggeleng. Jujur saja, dia tidak sedekat yang mereka pikir. Hanya hanan dan nino yang seperti saudara, kedua orang tuanya mah enggak. Bahkan adam menebar aura tidak suka jika di dekat nichole.

"Tidak penting menjalin hubungan dengan sesama pesaing bisnis" ujar adam, "heum, bisnis ya" gumam pria itu. "Kenapa?" tanya adam

"Gimana kalau kau menyuntikkan dana untuk perusahaanku yang terbengkalai itu"

"Gak" jawab adam cepat, "hee kenapa?"

"Aku nggak mau membuat hanan membenciku karena miskin. Masih untung kebutuhanmu aku yang tanggung, dasar tidak tau terima kasih. Sinting!" balas adam, dia melenggang pergi ke mobilnya. Melajukannya tanpa memikirkan temannya yang sendirian di taman itu.

"Orang kaya memang suka seenaknya" gumam pria itu menatap kepergian adam. "Sama saja seperti nichole, awas saja anakmu juga akan jadi korban nantinya" gumammya asal

Nino is NinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang