part bilanbelas

7.4K 685 36
                                    

Kalian tau peribahasa benci bisa jadi cinta? Kalimat itu sering di ucap oleh seseorang yang amat membenci orang lain, lalu akhirnya dia jatuh cinta ke dalam pesonanya. Tapi, jika kasusnya seperti nino apa itu berlaku? Sepertinya iya, tapi kapan?

Apa harus nino mengemis? Cih, itu bukan gayanya sekali. Nino tetaplah nino, dengan segala kelakuan tengilnya dan jalan pikiran yang sulit di tebak.

Nino terbangun dari acara tidurnya, kemarin setelah meladeni kakaknya yang mengoceh tentang temannya, nino meninggalkannya begitu saja di kamar. Semua omongannya tidak ada bobotnya sama sekali, tau apa dia tentang mereka.

"Ngapain sih lo punya temen preman kaya mereka? Mau jadi jagoan lo?" mino menatap adiknya tajam,

"Apa masalahnya sama lo kak? Mereka temen gue, gue tau mereka" jawab nino

Oke. Mino mulai berpikir, kalo obrolan yang mereka lakukan tidak akan bertemu titik terangnya. Adiknya tetap seorang keras kepala dan seenaknya. Niatnya hanya mengingatkan saja, apalagi wajah mereka seperti buronan saja. Kalo mereka berbuat ulah terus nyeret nama adiknya, kan dirinya juga yang di rugikan.

"Gue cuma ngingetin doang, nggak usah deh lo buat ulah lagi. Cukup diem di rumah apa susahnya"

"Lo nggak usah ngurusin masalah gue, cukup diem di apartemen apa susahnya?"

Nino meniru ucapan dari kakaknya, apaan tiba-tiba ngasih petuah kaya gitu. Bukannya nino nurut malah semakin benci sama mino. Kalo nggak seneng ya diem aja udah, nino paling benci kalo temennya udah di sangkut pautin. Mereka nggak salah apa-apa. Mereka seperti rumah kedua bagi nino, ayahnya saja tidak masalah kok nino mau bergaul sama siapapun.

"Terserah lo"

"Ya terserah gue lah, hidup-hidup gue kok" balas nino

mino beranjak, dia menatap sekilas adiknya dan berjalan ke arah ruangan kerja ayahnya.

Mau pamer lah tuh, batin nino

"Awas aja lo nyeret-nyeret nama gue kalo lo dapet masalah"

"Gak sudi" smirk nino

Mino mendengus. Dia memasuki ruangan ayahnya, nino bisa melihat tatapan sebal kakaknya.

"Gue kok di lawan, nih pantat gue lawan" nino menungging, menepuk-nepuk pantatnya. Mengejek mino yang udah memasuki ruangan kerja ayahnya, nggak tau malu emang. Cctv dimana-mana, bodyguard dan para maid menatapnya heran.

Kerasukan apa lagi itu si tuan muda, pikir mereka.

Nino menyudahi kegiatan mengejek kakaknya, dia mengambil beberapa cemilan lalu berjalan menaiki tangga. Tidur sebentar ceritanya, nanti bisa deh mikir caranya buat ketemu sama kedua temannya itu.

Kakinya menapak lantai, dia melirik jam weker di nakas. Sebentar lagi memasuki jam sarapan, dan tumben tidak ada seorang pun yang membangunkan nino. Biasanya sih si mbak yang rutin ke kamarnya, pasti si mino nginep deh. Makanya nggak ada satu pun yang bangunin dia, begitu kuat kah pesona milik mino itu. Cih.

Nino mengambar handuk di depan pintu kamar mandinya, lalu dia mengguyur tubuhnya di bawah shower. Beberapa menit kemudian dia keluar dari kamar mandi dengan keadaan telanjang, hanya bagian privasinya yang ia tutupi. Tangannya cekatan mengambil hair dryer, memasang seragam dan sesekali menyemili roti sisa kemarin.

Sesudah selesai bersiap, nino menyiapkan buku dan kaos olahraga. Dia keluar dari kamar, menuruni tangga santai. Padahal dia sudah di tatap sinia oleh ayahnya,

"Biasa aja sih natapnya, itu mata keluar tau rasa" cibir nino

Dia mendudukan diri di samping ibu tirinya, menunjuk nasi goreng bermaksud menyuruh ibu tiri melayaninya. Anak kurang ajar emang, gitu aja dulu sok-sok an menolak pesona keibuan dari mama tirinya. Labil dasar..

"Mau ini?"

"Iyalah, gue kan nunjuk itu" ketus nino

Ibu tirinya hanya tersenyum kecil, dia mengambil sepiring penuh untuk nino.

"Kebanyakan, kalo gue nggak habis, Tan---

... Apa sih yah, itu mata mau di colok pake garpu ya?!" dengus nino

"Mulut kamu emang perlu di sekolahin" ayah mengucap ketus, mino menatap penuh arti percakapan mereka. Menurutnya lucu gitu, ayah dan adiknya emang sedekat itu ya.

"Udah udah. Nino belum terbiasa manggil mama, biarin aja" ibu tiri menengahi mereka, sebelum ada percekcokan tak bermutu di pagi hari mereka. Jarang-jarang kan nino mau gabung.

Ayah menatap istrinya haru, nggak sia-sia emang dia menikahi wanita itu. "Ah, jadi makin sayang" kata ayah,

"Jidi mikin siying. Modus!" cebik nino

Ibu tirinya tertawa melihat perdebatan mereka, kenapa mereka lucu sekali sih.

"Mino nggak gabung sama ayah dan adikmu, lucu banget loh" ibu tiri mengalihkan atensinya pada si sulung yang sejak tadi diam,

"Enggak ma, makasih makanannya" ucap mino tulus, yang di panggil mama pun tersenyum lebar. Setidaknya salah satu dari mereka mengakui keadaannya, tinggal si bungsu yang susahnya minta ampun.

"Ayah, aku berangkat"

Nino menghentikan adu mulut dengan sang ayah, begitupun ayah. Beliau memeluk sekilas mino dan mengusap surai nya, nggak tau aja ada pihak yang kesal melihatnya. Nino meremas sendok di tangannya, mood makannya tiba-tiba hilang. Dia segera mengambil tasnya dan berlalu begitu saja, melewati mino dan ayahnya tanpa sepatah kata pun. Meninggalkan kebingungan di benak ibu tirinya, nasinya masih tersisa banyak. Tadi nino hanya menyuap beberapa kali,

Apa anak itu iri, batin ibu tirinya

Tadi nino baik-baik aja, tapi pas melihat interaksi kakak dan ayahnya nino langsung pergi.

"NINO, SARAPANMU!!" teriak ayah.

"BIARIN. BIAR NINO MATI!!" jawab nino tak kalah keras,

"Bocah tengik itu...

Mino menatap sekali lagi ayahnya yang mendesah kesal, dia melirik pada piringnya yang tersisa nasi lebih banyak dari nino. Dia tidak di tegur tuh, dia menggaruk tengkuk kepalanya.

"Ayah, aku berangkat"

"Eum, hati-hati. Dan beri adikmu uang sedikit, ayah tidak ada uang cash. Bocah itu benar-benar merepotkan" kata ayah, beliau kembali duduk di tempatnya.

Mino mengangguk. Sepeninggal kedua anaknya, ayah mengambil nasi sisa nino dan menuangnya di piringnya sendiri. Memakan dengan kasar, istrinya melihat itu hanya tersenyum geli. Keduanya benar-benar tidak bisa di percaya, mereka tanpa sadar membagikan kasih sayang nya secara berbeda.

"Kamu tau, sebenarnya sikapmu itu membuat aku bingung. Kamu tanpa sadar memprioritaskan nino di atas segalanya, bahkan yang tadi itu cukup wah...

"Ck. Ngaco"

Ayah mendesis kesal. Setelah menyelesaikan sarapannya, ayah mengambil tas kerja dan berangkat ke kantor.

"Huh. Bahkan mino tidak di tegur kalo sarapannya tidak habis" gumam wanita itu, membereskan peralatan makan pagi itu. "Ada-ada saja" kekehnya

Nino is NinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang