part duatuju

6.3K 649 46
                                    

Kepalanya kian kali menyembul keluar, matanya melirik ke segala arah. Di rasa aman, nino keluar dari kamar secara mengendap-endap.
Kakinya ia usahakan tidak membuat suara, dia melangkah pelan sekali. Tinggal beberapa lagi anakan tangga lalu dia bisa jalan ke dapur buat ngambil makanan, perutnya berdemo dari tadi.

Tangannya terulur buat ambil botol minum di kulkas, lalu beberapa kue kecil di sana. Nino juga cekatan mengambil bungkusan cup ramyeon, tak lupa termos mini di samping jejeran mangkuk wadah garam dan kawan-kawannya

"Ngepet apa kamu!"

Nino terperanjat, dia refleks menjatuhkan semua yang ia pegang ke lantai. Dia memejamkan mata, beberapa menit tak ada suara dia berani membukanya. Nino lemas seketika, ayahnya duduk di kursi belakangnya sambil memakan buah. Kenapa dia nggak nyadar tadi.. Bodohnya.

"H-hai ayah...

"Nggak usah sok manis" tatapannya datar, lalu ayah melanjutkan makan buahnya lagi. Nino menelisik ke segala sudut dapur, pantesan dia nggak tau ayahnya duduk diam di sana. Gelap ternyata.

"Kamu ngobrolin apa sama mommy mu?"

Nino ngangkat alis, dia tersenyum kecil. "Jangan-jangan ayah masih suka ya sama mom,  udah aku tebak sih" nino menyender di depan kulkas menatap ayahnya penuh arti.

"Ayah? Suka sama wanita itu? Lebih baik duda seumur hidup dari pada rujuk sama mommy mu" ayah mendecih kesal.

Tiba-tiba teringat bagaimana wanita itu meminta cerai, padahal hubungan mereka tidak ada konflik. Beberapa hari setelahnya, wanita itu hengkang dari rumah dan ayah mendapati dia jalan dengan pria lain. Ayah marah, kesal semuanya menjadi satu.

"Hm terserah ayah"

Nino memungut botol minum yang ia jatuhkan, "mau kemana kamu" suara rendah ayah membuat langkah kaki nino terhenti. Dia  menengok ke belakang

"Ke kamar lah!" sungut nino, "tidak ada kamar, tidak ada tidur. Ikut ayah" nino menyentak kuat tangan ayahnya yang akan memiting kepalanya.

"Aaaaa.. Sakit sakit" nino melompat-lompat kecil, kala ayahnya melempar buah apel yang sudah di potong kecil-kecil ke arahnya. "Lemah!" gumam ayah

"Ayah melemparnya dengan otot"

"Maunya dengan hati?"

Bahkan ayah melempari nino dengan buah yang masih utuh. Untung nino punya refleks yang bagus, jadi dia bisa menghindar. Nino mengangkat tangan, menyerah. "Aku boleh makan kan?" tanya nino dengan napas terengah

Ayah tidak menjawab, beliau langsung pergi ke ruang kerja nya. Nino mencibirnya pelan, kalau keras nanti denger kan bisa mampus dia, "punya ayah kok sombong amat"

Setengah jam kemudian, nino lagi menikmati acara makan tengah malamnya. Suapan demi suapan dia nikmati dengan sepenuh hati.

"Hmm, delicious" mulutnya mengeluarkan suara kunyahan, kalau ayahnya dengar bisa di tampar itu mulut.

Brak

"Ayah!!"

Nino menatap nanar piringnya yang terbalik, itu kue terakhir. Suapan terakhir. Dia melihat ayahnya sengit, "lihat. Suapan terakhir adalah yang terbaik, ayah mana ngerti!"

Ayah merolingkan mata malas, punya anak kok gini amat. Mau di kasari pake fisik kok kasian, "masih untung kamu nggak ayah pukul" balas ayah tak kalah sengit

"Hilih. Coba aja kalau kakek nggak pernah tau kelakuan ayah, mana mau ayah berhenti buat karya di sini" tunjuk nino di punggungnya.

Waktu nino di hukum di ruangan hitam itu, kakeknya tau karena seseorang. Kakek langsung menelpon ayah waktu itu, mengomel di bumbui ancaman. Dan ya, sekarang ayah hanya bisa marah-marah doang. Nggak sampe melibatkan fisik.

"Iya iya besok aku selesein itu dokumen ayah, besok tapi ya.. Ini udah malem hehe" nino memungut ogah-ogahan dokumen yang ayahnya lempar tadi.

"Maaf tuan, ada kotak di depan pintu" intrupsi salah seorang bodyguard ayah, dia mengecek nama yang tertera di kotak itu, "atas nama tuan muda" katanya menyodorkan sebuah kotak berukuran besar

"Ini udah malem pak, ngapain repot-repot ambil begituan. Palingan juga itu isinya bangkai tikus seperti minggu lalu"

Plak

"Ayah punya dendam kesumat apa sih! Sakit tau!" pekik nino, ayah mengendik acuh lalu mengambil alih kotak itu. Kemudian melempar nya ke nino.

"Buka aja kenapa sih, gak rugi juga kan?" tukas ayah

Nino merobek bingkisan itu tak sabar, tercampur emosi sambil menatap ayahnya sengit, "hah? Serius" nino cekatan mengeluarkan isinya, dia melempar sembarang kotak itu.

"Wuidih, keren abis. Nih liat yah, orang nyasar aja tau keinginan nino. Ayah kalo nggak di paksa mana ngerti"

Nino tersenyum lebar menatapi sepasang sepatu merah dan satu set pakaian mahal. Ayah pun menatap nino penuh arti, lega karena hadiahnya di terima begitu baik. Untung saja ayah tadi sudah menaruh kotak itu sebelum bodyguard nya yang ganti shift datang.

"Kalau bukan dari list goalsmu ayah juga tidak akan tau bodoh" gumamnya, "apa?" nino menatap ayahnya bingung, dia kaya denger sesuatu gitu tadi.

"Apa?" jawab ayah, "dasar nggak jelas" gumam nino, dia kembali berkutat pada hadiah dadakannya, entah punya siapa pokonya kalau udah di tangan nino nggak akan pulang itu barang. Udah jadi hak miliknya.

"Dadah ayah, anak gantengmu ini mau mimpi indah" nino ngacir ke kamarnya membawa semua barang yang nyasar tadi. Ayah mengepalkan tangannya, kesal karena lagi-lagi nino meninggalkan semua dokumen yang ayah bawa dari ruang kerjanya. Ayah cape, beneran.

"Gemas rasanya" giginya gemelatuk kesal

Nino is NinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang