part mapuluhpat

4.7K 480 16
                                    

Maap ya semua, kemarin ga up. Aku lagi ga enak badan, dan sekarang udah mulai baikan. So, happy read. Um >\\<

Salanghae



















----------------------
Rombongan lukas dan beberapa mobil hitam milik bodyguard ayah berhenti di depan rumah sakit, nato turun terlebih dahulu. Dia berteriak pada perawat dan dokter yang berlalu lalang agar membawakan sebuah brankar--

"BRANKAR MBAK BUKAN KURSI RODA!!!" lukas memekik kala salah seorang perawat wanita menghampirinya dengan membawa sebuah kursi roda, "sial. Om gendong aja" nato menimpali

Ayah mengangguk. Beliau panik bukan main, air matanya tak henti mengalir. Menyayangkan semua prilakunya terhadap si bungsu, hingga dia menemui dokter yang biasanya merawat anaknya lewat, ayah memanggilnya.

"Astaga nichole! Apa yang kau lakukan pada anakmu!!" dokter itu meringis kecil lagi-lagi mendapati pemuda kelebihan semangat itu terluka. "Diam saja kau. Sembuhkan anakku!" bentak ayah

Dokter itu berlari panik mendorong brankar yang tak sengaja dia lihat di sisi kiri lukas, bahkan brankar itu akan di gunakan untuk membawa seorang pemuda yang terluka tak jauh dari mereka. "Bawakan brankar yang baru" ujar dokter itu tergesa, Perawat pria itu melongo di tempat, tidak berani menyela bahkan menegur.

Nino telah di baringkan di brankar itu, mereka berbondong mengikuti kemana nino akan di bawa. Ayah tak hentinya merapal doa dalam hati.

"O-om, nino akan baik-baik aja kan? Nggak bakal kaya tempo lalu kan?" candra mencicit kecil, suaranya teredam oleh isakan nya. Dari semua sahabat nino, hanya candra lah yang selalu sensitive. Dia akan menangis jika emosinya selalu tinggi, apalagi itu menyangkut nino. Huh, bakalan susah nenanginnya, kaya bayi.

"Doakan saja. Saya pergi dulu" ayah melangkahkan kakinya menuju taman rumah sakit, kepalanya terasa sakit. Beliau memijit pelan dahinya, kepalanya ia sandarkan pada bangku taman itu.

Ayah mendongak pada langit yang berubah menjadi kelabu, mungkin alam juga tengah bersedih melihat nino yang lagi dan lagi tak berdaya.

"Ayah lebih suka kamu membuat rusuh, ayah lebih suka kamu membuat ayah pusing karena kelakuan nakalmu" bisik ayah pada angin berhembus yang mengenai tengkuknya, berharap lewat angin itu nino bisa mendengarnya.

"Ah, aku lupa mengabari mino" ayah menekan dadanya yang kembali sesak, pria dewasa itu kembali merasakan takut akan kehilangan. "kenapa kamu menghukum ayah seperti ini" bisiknya lagi

Beliau menekan digit nama mino di ponselnya, menunggu beberapa saat setelah itu suara dari seberang sana membuat ayah terdiam--

'Nino kenapa?  Ponsel ayah kenapa mati?  Ayah dimana?  Kata bodyguard ayah nino di culik? '

"Ya"

'Ayah tidak memberitauku sebelumnya, apa aku memang tidak penting lagi buat ayah"

"Tidak. Kamu penting sama halnya dengan nino, pergi ke rumah sakit sekarang. Ayah akan jelaskan semuanya, ajak mama"

Pip

Ayah mematikan sambungan telepon sepihak, kembali memejamkan mata kala senyuman nino hinggap di pikirannya. Ayah buru-buru mengusap jejak air matanya, beliau berdiri setelah merapikan pakaiannya.

Tap

Tap

Tap

Bug.. "Bajingan! Kau benar-benar ayah tak berguna!!"

Ayah hanya bisa menunduk, pukulan dari papa nya tidak sakit sama sekali. Malahan ayah hanya tersenyum getir, "kau tersenyum di saat cucuku di dalam! Kau benar-benar keterlaluan!" geramnya

"Ayah tidak apa?" mino mendekati ayahnya yang tengah terduduk sambil menyentuh sudut bibirnya yang terluka, "ya. Jangan pedulikan ayah, kamu di sini saja sama kakakmu, ayah mengobati ini dulu" namun langkah kaki ayah berlawanan arah, ayah melangkah menjauh menuju area ruangan anak-anak. Mino tidak mengerti, kenapa melihat ayahnya seperti kehilangan semangat hidup membuatnya ikutan sakit.

Ezra mengusap bahu mino yang sempat bergetar, dia barusan datang. Cukup shock karena berita yang di bawa oleh ibunya. Ezra menatap mino dalam, menatapnya penuh arti. "Kau memang sesuatu, seperti adikmu" batinnya

Tak lama kemudian seorang dokter wanita keluar dari ruang UGD, dia berlari mengabaikan seruan dari beberapa orang di sana termasuk ayah yang kembali datang, "dokter!" pekik candra

Dokter itu menghiraukan mereka, berlari kesetanan memasuki UGD bersama dokter spesialis lainnya.
Lebih dari dua jam, para dokter yang menangani nino belum juga keluar. Tanda-tanda dari mereka juga tidak ada, ayah semakin merapatkan tubuhnya di kursi. Merapalkan doa untuk si kecil, nino.

"Golongan darah O. Pasien butuh golongan darah O, secepatnya" ujar dokter wanita itu tergesa, peluh membasahi dahi dan juga pelipisnya. "Dok, adik saya bagaimana?" tanya ezra mewakili suara mereka yang tercekat. Bahkan ayah menatap dokter itu kosong, yang punya golongan darah yang sama hanya mommy, dan sekarang wanita itu tidak tau kemana, tidak bisa di hubungi semenjak itu.

"Kritis. Stok darah di rumah sakit ini telah habis, dan pasien membutuhkannya sekarang" seorang dokter tua, seumuran kakek menjawab pertanyaan ezra.

"Dokter, saya golongan darah O. Bisa kita lakukan sekarang?" sambar lukas, semua mata menatapnya. "Baik, kita akan memeriksa keadaanmu dulu, mari ikuti saya" intrupsi seorang dokter muda yang sejak tadi melihat perbincangan mereka

Kepergian lukas semakin membuat ayah kembali memejamkan mata, buliran cairan bening tak dapat ayah tahan lagi.
Suara lirih dari ayah menarik mino untuk mendekat, mino mengusap bahu kokoh ayahnya lembut. Ini yang dia takutkan, ayahnya benar-benar kehilangan binar matanya.
Bahkan candra dan nato terdiam, seseorang yang biasanya arrogan mendadak hilang sifat arrogan nya itu.

Nino is NinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang