part mapuluhmbilan

4.5K 452 25
                                    

Beberapa hari setelah nino di terapi, dia melakukan hal yang tak pernah ia lakukan. Merengek. Ya, nino terpaksa melakukan cara itu agar cepat pulang. Untuk apa dia mendekam di rumah sakit jika trauma nya sudah lebih baik, bukan hilang hanya saja tidur sementara.
Nino menempel pada ayahnya sepanjang hari, mendusel, memeluk bahkan menggenggam lengan ayahnya. Dan usahanya terbayar sekarang, dia sudah packing tinggal menunggu jemputan saja.

"Ayo kid kita pulang" ayah memasukkan pakaian santai nino di koper, cara memasukkannya seperti orang akan menenggelamkan kepalanya saja. "Apa yang kau tunggu? Cepat. Ayah ada urusan dengan mommy mu" kata ayah karena tidak melihat pergerakan sekecil pun dari nino

Nino mengangguk, dia jalan lebih dulu. Maniknya mengitari penjuru ruangan yang berjejer di sampingnya, nino terpisah dari mereka karena dia ada di ruangan VVIP. Tangannya melambai pada seorang anak seumurannya yang menjadi teman di rumah sakit, dia sakit kanker sebab itu nino akrab karena kasian dia tidak punya teman selain keluarganya.

"Nino boleh pulang ya? Enaknya" ucapnya, nino mendekat. Memeluk sekilas tubuh ringkih itu, "jangan lupa sama aku ya" ujarnya setelah pelukan itu terlepas

"Iya dong, gimana-gimana? Kerenkan" jawab nino semangat, tangannya terkepal di atas. Memperlihatkan senyum lebar pada pemuda itu. "Makanya kau itu harus lebih semangat dong, masa tiap hari loyo begitu" ucap nino

Tanpa sadar pemuda itu tersenyum sedih, ucapan nino memang benar adanya. Tubuhnya kian hari kian melemah. Mau semangat gimana? Sedangkan dia tidak ada orang yang menyemangatinya seperti nino.
Ibu dan ayahnya bercerai, seperti orang tua nino. Tapi nino masih beruntung, masing-masing dari orang tuanya memiliki pasangan yang menyayangi nino. Sementara dia, tidak seorang pun yang menjenguknya. Hanya keluarga dari pihak ayah saja. Itupun hanya sesekali. Teman? Jangan berharap lebih, mana ada orang yang mau berteman dengan pemuda penyakitan sepertinya. Bisanya cuma merepotkan saja.

"Gak usah sedih gitu lah, aku janji bakal menemuimu sesekali" kata nino, dia merutuki mulutnya yang selalu saja bicara tanpa rem. "Ingat aku terus, jadikan itu sebagai penyemangatmu oke" nino mengusak surai temannya acak, yah bukan surai sih tapi malah kulit kepala. Kepalanya mulai botak.

"Nah nah, kamu itu mengganggu istirahatnya farid" ayah menarik lengan nino agar keluar dari ruangan pemuda itu, "ayo pulang" ajak ayah

"Sebentar, anakmu ini belum pamitan sama orang-orang di sini" tepis nino. Dia berlari mengunjungi kamar yang ada di depan ruangan farid, ayah mengusak kasar wajahnya. Menggerutu sebal, pasalnya dia terlambat hampir 30 menit dengan mantan istrinya. Pasti wanita itu akan mengoceh panjang lebar.

"Sabar ya om" celetuk farid, "em omong-omong nino menarik sekali" katanya

Ayah hanya mengangguk, pamit undur diri karena mengganggu waktu farid. "Saya pamit ya, tolong di maafkan sifat nino yang suka kurang. Dia memang seperti itu" kata ayah, lalu keluar tanpa mendengar lagi jawaban dari farid

"Enaknya punya ayah seperti om nichole. Nino memang beruntung" bisiknya

Setelah ayah mengelilingi penjuru ruangan kamar inap pasien, akhirnya ayah menemukan nino yang mengobrol ria dengan seorang anak kecil. Ayah terpaksa memotong obrolan mereka, lalu menarik lengan nino agar menyudahi percakapan tak jelas mereka. Nino mendengus kala kegiatannya di berhentikan.

"Ayo pulang. Kamu itu seperti mommy mu, cerewet. Apa jangan-jangan kamu itu perempuan?" kata ayah, beliau melajukan mobilnya sedang.

Nino melotot tak terima, "aku itu lelaki sejati" katanya menepuk dada bangga, ayah mendengus geli.

"Buktinya tadi seperti ibu-ibu komplek kalau sedang berkumpul membeli sayur" ujar ayah, beliau berhenti karena lampu merah. Menatap lurus ke depan.

Nino is NinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang