"NINO!!.. KEMARI KAU!"
nino seolah tuli. Dia tetap berjalan santai menuju mobil merah merekahnya, dia masuk ke mobil tanpa mengalihkan tatapannya dari mobil kesayangannya. Kakek kesal sekali, pita suaranya seperti akan putus memanggil nama nino.
"NICHOLE!! URUS ANAKMU, DIA MASIH SAKIT"
"KAKEK, INI BUKAN HUTAN" sahut mino
"Oh astaga, tekanan darahku" gumam kakek, beliau melirik ke ayah yang diam membaca koran, begitupun menantu tak di inginkannya. "Sepeti bos saja" sinis kakek, beliau melangkahkan kakinya menuju kamar. Lelah fisik dan batin jika harus menertibkan cucu tercintanya itu.
Ezra memilih duduk di samping ibu nya, mencomot kue kering di atas meja. "Nino mau kemana?" tanya ezra, setaunya anak itu tadi katanya mau rebahan nyampe mampus di kasur.
"Main" jawab ayah sekenanya, "bukannya nino belum boleh naik mobil sendiri tanpa pengawasan" kata ezra
"Dan kamu lupa gimana perangai nino" timpal ibu ezra, dia menuang teh hangat ke dalam gelas ayah.
Seakan ayah tersadar dari lamunan, beliau menegakkan tubuhnya. Ayah melihat mino yang juga menatapnya, mereka saling tatap kemudian berteriak kesetanan karena membiarkan nino mengelabui mereka.
"NINO" teriak ayah dan mino bersamaan.
Sementara kakek yang dengar teriakan itu memilih menyumpal telinganya menggunakan kapas, biar yang muda seperti mereka saja yang mencari nino.
"Setan kecil itu" gumam ayah sambil tangannya bergerilya di ponsel pintarnya, menghubungi siapapun untuk membuntuti kemana perginya nino. "Ikuti kemana perginya nino, dan pastikan dia dalam keadaan sehat. Jika seinci kulitnya tergores, maka tangan dan kakimu menjadi korban" kata ayah
Ezra meringis perih, jika mode kejam ayah tirinya kambuh maka tidak ada yang bisa mencegahnya.
Nino cengengesan di dalam mobil, lengkungan di sana tak bisa ia sembunyikan. Tangannya menyusuri stir mobil, sudah lama sekali dia tidak menyetir. Apa dia masih sejago dulu ya.
"He, ayah masih saja" gerutu nino. Dia melirik lewat kaca spion, terhitung tiga mobil hitam mengikutinya. Pasti suruhan ayahnya. Menyebalkan.
Nino mencoba melajukan mobilnya lebih cepat, yang mana mereka juga kian mempercepat laju jalannya. Sia-sia saja jika menghindari mereka, pasti ayahnya tidak mengutus satu, dua orang sosok kepercayaannya untuk mengawasi pergerakannya.
Nino berhenti di pinggir jalan, dia baru kepikiran kalo ada pameran musik di dekat kantor ayahnya. Dia mengambil ponsel di sakunya--
"Apa?"
"Lo sibuk nggak?"
"Hm"
"Nonton pameran music yuk, gue yang bayarin deh"
"Gak bisa, gue sama wildan"
"Ta--
Tut tut tut
Nino memandang sendu panggilannya, sepertinya hanan memang memutus ikatan persahabatan mereka dengan enteng. Nino menyender di stir mobilnya, tubuhnya gemetar.
"Aish, gue cengeng banget sih. Hanan nggak ada masih ada lukas sama yang lain kok" gumamnya
Nino ngeliat ke atas nanar, menghalau kristal bening meluncur bebas di pipinya.
Meskipun terlihat lebay tapi nino tidak memperdulikannya, nino sangat menyayangi hanan, sebelum mengenal lukas dan yang lain, hanan lebih dulu bersamanya. Bahkan hanya hanan yang tau semua masalah pelik di hidupnya, tapi kenapa pemuda itu juga yang mematahkan sebagian semangatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nino is Nino
Short StoryBROTHERSHIP👉not romance❌ [Follow dulu baru baca! Key👌] Baik nino maupun ayahnya memiliki cara yang unik untuk menyampaikan kasih sayang mereka, lika liku kehidupan nino yang selalu membuat ayahnya mempunyai tempramen tinggi.