part lapanbelas

7.5K 679 12
                                    

Semua bermula dari nino lahir prematur. Kata dokter, kandungan mommy nya dulu lemah. Kurang vitamin dan selalu memaksakan diri melakukan aktivitas berat. Seperti mengangkat beban berlebihan, yoga terlalu lama tanpa melihat prrosedur yang di arahkan. Mommynya dulu sangat sembrono, kata ayahnya dulu. Tidak pernah belajar dari kesalahan, keras kepala dan seenaknya sendiri.

Menyepelekan hal sekecil apapun, sudah di beritau kalau lantai masih licin sehabis di pel. Mommy terlalu batu untuk mendengarkan, perutnya sudah menginjak bulan ke-7 saat itu, dia terpeleset dan terjatuh miring. Perutnya sempat membentur lantai hingga harus di larikan ke rumah sakit secepatnya. Pendarahan begitu banyak.

Sesampainya di sana, mommy menjalani operasi karena tidak mungkin mempertahankan bayi nya lagi. Itu satu-satunya jalan supaya keduanya selamat. Dan ayah menyetujui apa yang di sarankan dokter, pagi itu operasi langsung di jalankan. Mino kecil hanya menatap heran orang-orang yang berjalan sibuk di depannya, kata ayah dia harus berdoa untu adik bayi. Mino mengangguk saja, karena dia belum mengerti apapun.

Dunianya serasa hancur, ayah menopang tubuhnya di dinding rumah sakit. Ucapan dokter waktu itu serasa menampar nya sebagai kepala rumah tangga, bayi kedua yang dia tunggu-tunggu mengalami kelainan saraf otak. Dimana saraf otak tidak bisa bekerja dengan baik seperti kebanyakan remaja, artinya nino berbeda. Ayah mensugesti diri, berharap semuanya pasti mimpi. Nggak mungkin kan anaknya cacat?
Tapi kenyataan menamparnya telak, itu memang benar adanya. Ayah berharap, di masa depan nya kelak, nino harus bisa dan menerima apapun yang terjadi. Ya, itu harus. Tekad ayah kembali membara.

Sejak saat itu, nino di perlakukan secara berbeda. Supaya dia sadar akan kekurangannya dan ingin berubah seperti mino. Perbedaan itu malah membuat spekulasi tersendiri untuk nino, yang dia pikir bukan karena kebaikannya namun karena dia cacat. Makanya ayah memperlakukannya secara berbeda. Seperti sekarang ini, lagi-lagi nino merasakan kembali tidur di malam yang dingin tanpa sealas pun di lantai. Tubuhnya sakit, pergelangannya jangan di tanya.

Yeah, tidak ada yang bisa nino lakukan selain berdiam diri di lantai. Semalaman dia duduk meringkuk, melipat kakinya dan kepalanya menyender di kedua lututnya. Tidak peduli dingin yang menusuk kulitnya, tidak peduli akan bunyi yang berasal dari perutnya.
Nino memejamkan mata, semenjak mommy memutuskan hengkang dari rumah, nino tidak lagi mengenal ayahnya. Sisi kejamnya tidak berubah, ketika ayah memutuskan menikah lagi. Bukannya menjaga image, malah semakin bobrok dan ayahnya juga tidak segan main tangan di depan istri barunya. Nino menyesal pernah menolak ajakan mommy untuk tinggal bersama, karena nino masih punya hati untuk tidak meninggalkan ayahnya seorang diri di kediaman besarnya. Bertepatan dengan mino yang pindah ke apartemen, mommy dan ayahnya berpisah.

"Sudah merenungnya?" nino mendongak. Senyuman kecil terukir di ujung bibirnya, matanya sembab karena menangis lagi seperti anak kecil. Senakal apapun dia, nino tetap membutuhkan sang ayah. Nino tetap mengharapkannya, meski kelakuannya terlalu tengil

"Mana makanannya? Aku laper"

Ayah memutar matanya kesal, lima menit lalu hidangan penutup baru di antarkan. Ini minta makan lagi.

"Mau gendut kaya babi ya kamu!" cerca ayah, nino mencebik. Salahnya gitu kalo dia kembali lapar? Salah gitu.

Padahal dia yang ngatain anaknya kerempeng kaya lidi, dan sekarang kaya babi. Astaga, nino jadi nyesel tadi natap ayahnya sarat keharuan. Sial.

"Tinggal kasih aja sih, ayah nggak bakal miskin kok. Pelit banget sih" gumam nino

Tubuhnya mengguling ke kanan, memunggungi ayahnya. Ngambek ceritanya, tendang juga nih, batin ayah

"Kakakmu ada di dapur, cepat keluar" usir ayah

Tubuhnya segera duduk bersila, menatap ayahnya serius. Beneran nih dia bisa keluar, hukumannya masih semalam lagi loh. Ehe',, nino langsung berlari keluar, dia menampilkan cengiran khasnya. Tengil, memelet kepada bodyguard ayahnya.

"Kapan-kapan gue bales lo" tunjuk nino pada bodyguard itu, setelah itu dia memasuki kamarnya. Mau mandi dulu dong, masa penampilannya berantakan gitu. Mau di taro mana wajah tampannya

Nino memasang wajah datar, tubuhnya untuk sekian kali seperti aspal rusak. Kasar dan bekas hitam memanjang hampir memenuhi sampai di dadanya, ayahnya kembali membuat tatto untuknya

"Sayang-sayang tai anjing!" nino membersihkan tubuhnya secara kasar, dia membasuh wajahnya beberapa kali. Debunya menempel, takut jerawat timbul.

Beberapa menit kemudian nino keluar dari kamar mandi, memakai setelan santai. Dia memoles sedikit parfume di tubuhnya, biar bau salep di tubuhnya tidak tercium.
Mematut dirinya di cermin, lalu mengangguk kecil. Nino keluar dari kamar, menuruni tangga santai. Dia bisa melihat ayah dan kakaknya di pantry dapur, rasanya pengen ngamuk melihat wajah tanpa dosa ayahnya.

"Ayah!!" teriak nino

Mino memusatkan atensi pada adiknya, begitupun ayah.

"Duit abis. Minta?!"

"Gak ada. Hukuman tetap hukuman" ayah berlalu pergi, mengambil segelas jus jeruk di meja. Padahal itu punya nino, sengaja banget itu pasti, pikir mino

"Kalo gitu aku bakal ngadu sama mommy, kalo perlu aku ikut mom" nah, keluar juga kan ancaman andalan milik nino. Ayah berhenti di jalannya sebentar, kemudian berbalik menatap tajam nino

"Sekali lagi kamu ngomong begitu, awas aja kamu!" ayah membanting gelasnya ke lantai, serpihannya terpecah hingga mengenai kaki telanjang ayah. Ayah tidak peduli, beliau terlanjur kesal akibat ucapan kurang ajar nino

"Apasih, baperan dasar" cibir nino

Sepeninggal ayah, mino menggiring adiknya ke kursi kosong di sebelahnya. Menatap penuh arti ke arahnya. Lah, nino jadi makin penasaran. Tumbenan, akur gitu

"Gue ikutan seneng kalo lo baik-baik aja sama ayah, gue denger dari kepala maid di sini ayah sering mukulin lo. Tapi kayanya nggak, kalian malah akrab"

Itu emang fakta sialan, batin nino. Dia ingin berteriak di depan wajah mino. Supaya dia nggak usah sok pamer lagi, nino muak. Lelah. Dan kecewa.

"Gue kesini cuma mau nanya sama lo, kenal lukas sama nato?"

"Punya urusan apa lo sama mereka" ketus nino.

Nino nggak seneng pokonya kalo temennya di usik sama kakaknya, terakhir kali pas SMP ada yang nyariin nino di rumah. Kebetulan juga kakaknya lagi di sana, mino bilang kalo mereka nggak pantes temenan sama nino. Kesel pokoknya, mana mereka setuju aja lagi.
Kalo inget itu, nino pengen banget nyakar-nyakar wajah kakaknya. Gara-gara dia teman SMP nya pada nggak mau lagi nongkrong sama nino. Kayak musuh gitu, huhuhu padahal mereka semua jago-jago berantemnya.

Nino is NinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang