part nampuluhtuju

4.3K 399 15
                                    

"Kapan sampainya?"

Ezra meletakkan tas ranselnya di sofa, menatap satu persatu temannya yang membantunya di kala ada kesulitan. Bahkan ketika ayah dan ibunya bercerai, mereka ada di sisi ezra.

"Baru saja. Aku kesini buat ketemu beni, mau minta penjelasan tentang mino"

Pemuda yang baru datang dari arah belakang mendecak, ezra memang tidak berubah sama sekali. Selalu to the point tanpa mau basa basi. "Cerita dulu lah sama kita, gimana di tempat barumu" celetuk boby

Dia menyodorkan sekaleng cola pada ezra, yang mana di terima olehnya. Boby menatap lurus ezra.

"Gak ada waktu. Aku udah janji sama nino, dan mana beni?"

Bintang menunjuk seseorang yang tengah melihat intens laptop di pangkuannya, pantesan ezra nggak liat dia. Beni lagi mojok toh sama benda mati itu.

"Jangan ganggu dulu, dia lagi pusing tuh" ujar bintang, ezra berhenti dari jalannya. Niatnya mau mendekati beni dan langsung bertanya. "Kenapa?" tanyanya

"Jangan ganggu siapa" tau-tau beni di depan mereka, menenteng sebuah laptop dan menyodorkan di depan ezra

Beni tidak bohong tentang tau akan sebagian jalan hidup mino di luar sana, karena dia juga pernah dalam satu team sama mino.

"Ini mino?" tanya ezra tak percaya. Ya gimana, penampilannya beda banget sama yang biasanya ia lihat di rumah.

Yang ini lebih liar, rambut dia tata seperti berandalan lalu raut muka dingin khas seperti ayahnya.

"Mino itu kalau udah di luar sana udah bukan mino yang biasanya kau ceritain ke aku. Di bilang biang rusuh jalanan districk bagian selatan ya memang fakta, dia itu lebih kejam. Suka memalak, berkelahi dengan orang yang lewat pun pernah. Tapi dia melakukannya semata-mata untuk adiknya"

Ezra masih mencerna semua kalimat beni, masih bingung dia akan fakta mino.

"Lalu?"

"Aku pernah denger juga dari pimpinan jalanan yang mino ikuti, katanya mino itu paling nggak suka kalau adiknya di sangkut pautin sama kelakuannya. Dia maunya cuma jadi bayangan aja, tapi dari matanya kita tau kalau mino itu iri sama adiknya. Tapi di tutupi sama sifat heronya dia---

"Tapi di sisi lain mino bisa menyeramkan kalau nino kenapa-napa" ungkap beni

"Tunggu-tunggu, kalian kenal nino?" tanya ezra. Mereka mengangguk, bahkan nama nino kan memang tidak asing lagi. Apalagi anak emas dari si pengusaha hebat itu.

"Ya cuma itu yang aku tau Za, mino punya sisi jahat dan sisi baiknya. Tapi banyakan sisi jahatnya sih" kekeh beni

"Udah jelas?" tanya bintang, kakinya ia topang di meja. Menatap ezra remeh, "pasti udah mikir yang aneh-aneh tentang mino. Ngaku nggak?" tuding bintang

Ezra yang di tuding seperti itu cuma ketawa canggung, itu tepat sasaran. Dia tadinya udah mikir kalo mino itu bajingan, ternyata nggak semua harus di lihat dari luarnya. Mino seperti itu mungkin karena gengsi nya. Makanya melakukan hal yang membuat semua orang bisa salah paham.

"Apa lagi yang mau kau tau dari mino?" sekarang gantian boby yang tanya, "kasus yang ia lakukan? Atau heroiknya dia melindungi sang adik dari balik layar"

Ezra menggeleng kan kepalanya, sudah cukup informan dari temannya. Sekarang ezra bisa bernapas lega, soalnya semua spekulasinya meleset jauh. Meski perlakuan mino patut di curigai, tapi its okay lah.

"Thanks ya ben, aku pulang sekarang. Ada janji yang harus aku tepati" tanpa mendengar jawaban setuju dari semua temannya, ezra terburu keluar dari ruangan yang dia singgahi.

"EZRA!" teriak beni memanggil,

"KALIAN BISA MAIN KE RUMAH. AKU PULANG!"

Bintang mendengus, "temen gak ada akhlak. Dateng cuma ada maunya" gerutunya kesal



"Begitu lah ezra tau tentang mu---" boby menyudahi acara berdongengnya, dia menatap semua temannya.

Mino menatap ezra kesal, apa-apaan sih memang dia sejahat itu di matanya. Yah meski beberapa hal tentang nino itu termasuk ulahnya, tapi serius.. Mino kalau di tanya sayang nggak sama nino ya sayang banget. Hanya saja, rasa cemburu dan iri kerap singgah.

Alis nino mengerut menatap orang-orang di bawah saling menatap tajam, lebih tepatnya ezra dan mino. Yang lain mah biasa aja, nino tak ambil pusing dia menuruni tangga di ikuti lukas dan candra.

"Kak, aku keluar sebentar" pamitnya, sambil memasang sepatu di kakinya, "kalau ayah nanya aku di mana, bilang aja di rumah johny" lanjutnya

Ezra mengangguk paham karena di sana lah tujuan nino ketika keluar dari rumah.

"Nanti lo kesananya sama frengki?" tanya candra, mereka memasuki mobil nino, "iya, lo yang nyetir luke" kunci mobil nino lempar pada lukas, dan di tangkap dengan mulus olehnya



......

"Jadi? Kamu minta tolong sama kakek karena ayahmu membuat hanan menjauh"

Nino mengangguk. "Betul. Jahat banget kan, padahal hanan nggak salah. Yang salah kan orang tuanya" ungkap nino

Kakek menyingkap sedikit jas yang membalut tubuhnya, menatap lekat cucu tersayangnya.

"Apa yang harus kakek lakukan?"

"Kok tanya aku? Kan aku minta tolong sama kakek! Gimana sih"

Nino tak habis pikir, jauh-jauh menyusul kakeknya diam-diam biar dapet solusi kok malah kakeknya balik nanya. Kalau nino tau apa yang harus ia lakukan dia tak akan meminta bantuan kakeknya.

"Hm, mungkin sedikit sentilan ayahmu bakal sadar"

Nino berdecak kesal, "jangan sedikit, ayah nggak bakal sadar nanti" usul nino

Kakek mangut-mangut, benar juga. Nino kecelakaan lalu di sekap pun kebiasaan ayah nggak pernah berubah, selalu menyimpulkan semua sendiri kemudian penyesalan bakal mengikutinya.

"Kamu pulang aja, dari pada ayahmu mikir kalau kamu di culik lagi. Biar soal hanan kakek yang urus, kamu cukup diam saja sama kakakmu" ucap kakek, nino menggumam 'yes'

"Kalau gitu aku pergi sekarang, dah kakek" nino terburu keluar, meninggalkan kakeknya di sana sendiri. Memikirkan cara apa yang pas untuk masalah hanan.

Selepas keluar dari rumah mewah kakeknya, nino menumpu tubuhnya di gerbang. Melirik ke jalanan, siapa tau jemputannya sudah lama menunggunya. Tak lama kemudian, motor besar milik johny berhenti di depannya.

"Lama nunggunya"

"Kita pergi aja dulu" balas nino, cekatan naik ke jok belakang dan memakai helm nya tergesa

"Emang udah selesai?" tanyanya, nino mendesah kesal.  Frengki budek apa ya, "nanti aja gue jawabnya, sekarang pulang" frengki mengangguk. Dia mengegas motornya menjauh dari depan halaman kakek

Mereka berdua berakhir di cafe dekat sekolah, frengki duduk di depan nino yang sedang memainkan ponselnya. Kadang terkikik geli kemudian berubah kesal.

"Liatin apa sih? Kayanya seru" frengki pindah di samping nino, sedikit mengintip isi ponsel yang membuatnya tersenyum seperti itu. Nino sendiri membiarkannya, lagian berbagi itu indah. "Lah, ini si kaca mata itu" beo nya

Nino mengangguk, dia kembali ketawa karena penampilan wildan yang jauh dari kata layak.

"Ini semua kak mino yang membuatnya" ucap frengki tak percaya, suatu hal yang perlu di beri jempol. Karena setaunya mino tak pernah ikut campur dengan hal yang bersangkutan pada nino.

"Ya" sahut nino

"Gak nyangka sih, kak mino bisa gitu ya" gumam frengki, dia menatap nino lekat. Yang di tatap menukik alinya sebelah, "kakak adik nggak ada bedanya" lanjutnya

Nino rasanya pengen mukul temannya ini. Dia mendengus kesal, mino itu kakaknya ya wajar kalau kelakuannya ada yang mirip dengannya. Bahkan terkesan aneh, keluarganya nya aja aneh semua.

Nino is NinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang