part dualima

6.5K 612 16
                                    

Sedari nino duduk nyaman di kursi cafe, dia tak berhenti memilin kaos nya dari bawah meja. Dia gugup, kata mommy nya dia akan datang bersama suami nya. Bahkan nino sudah dua kali memesan minum ice lemon tanpa gula sedikitpun. Matanya mengitari ke seluruh penjuru cafe, dia juga bingung kenapa semua pegawai di situ menundukkan kepala saat nino datang. Dia pikir di belakangnya ada seseorang lain tapi nihil, hanya ada nino seorang.

"Tuan butuh sesuatu?" pegawai pria mendekatinya, nino cuma natap doang nggak ngomong apa-apa. "Atau dessert?" tawarnya lagi

"Cukup ini aja, makasih"

Pegawai itu mengangguk dan pamit undur diri, beberapa kali dia menatap ponselnya. Mommynya tak kunjung mengabari, cukup lama nino duduk di situ. Satu persatu pengunjung mulai keluar dan masuk cafe. "Ck, lama banget" gumamnya

Nino mengangkat tangannya, lalu pegawai pria yang tadi segera menghampiri nino. Sembari membawa note kecil di tangannya

"Cappuchino satu. Nasi goreng pedas satu. Kue bolu ukuran kecil satu"

"Cukup tuan?" tanya pegawai pria itu setelah mencatat pesanan nino, "iya. Usahakan cepat ya" pinta nino

"Sesuai permintaan anda tuan" nino mencibir, emang dia setua itu ya di panggil tuan?

Nino kembali memainkan ponselnya, asik sendiri sambil menunggu kedatangan seseorang bahkan makanan yang tadi di pesan sudah berada di hadapannya. Nino segera menyantapnya, dia mengabaikan lirikan beberapa orang di cafe itu. "Anda butuh sesuatu?" nino mendongak, masih dengan makanan di mulutnya. Dia menggeleng, lalu kembali menyantap makanan lagi

"Kami senang jika anda menyempatkan untuk datang kemari."

Nino menelan suapan terakhirnya, dia menatap bingung pegawai pria di depannya ini. Melantur sekali ucapannya. "Maksudnya gimana?" tanya nino setelah menyeka mulutnya dengan tissue

"Tidak ada. Hanya menyampaikan apa yang kami rasakan saat ini, saya pamit ke belakang. Selamat menikmati hidangan dessert kami" dia meletakkan dessert terakhir untuk nino, lalu kembali ke kasir. Nino mengendik acuh, terbiasa akan sikap yang di tujukkan padanya.

"Apa emang begini cara mereka melayani pelanggan ya" nino menggaruk tengkuknya. "Lumayan" lanjutnya

.
.
.

Sial... Sudah lebih dari dua jam dan mommy nya belum kunjung datang. Maksudnya apa sih? Nino paling tidak suka menunggu, iya kalau yang di tunggu dateng. "Sia-sia gue kabur dari ayah" gumamnya, nino melihat jam tangan rolex nya. Hampir memasuki jam makan siang.

"Kalau gue pulang bisa di gantung ini. Apa kabur di tempat hanan aja ya" nino melihat ke depan lagi, fokusnya sekarang adalah seorang pemuda yang menjadi prince di rumahnya. "Ngapain dah dia kesini" matanya mencuri pandang segerombolan teman kakaknya, bahkan kakaknya juga sepertinya akrab dengan para pegawai di sini.

"Jadi gimana? Cafe ini belum juga ada pemiliknya? Padahal sudah terbeli dari lama" nino tau itu suara kakaknya, apaan sih. Kepo banget sama cafenya orang, batinnya

"Tapi kami menerima laporan dari atasan kami, kalau pemilik cafe ini anak SMA. Mungkin setelah lulus nanti kami bisa menyambutnya suka cita"

Mino mengernyit. Keren banget masih sekolah tapi udah di kasih tanggung jawab sebesar ini. "Kalau boleh tau siapa dia?" tanya mino

Pegawai wanita yang sejak tadi diam mulai angkat bicara, "dua meja dari belakang kalian, itu bos kami" bisik nya. Takut kedengaran orang lain, bisa di pecat dia.

Mino langsung menoleh, dia mematung. "Nino ternyata" gumamnya,

Dia mendekati meja nino, lalu duduk di depannya. "Ngapain pak bos di sini? Ngawasin bawahan ya? Baik banget" mino menaik turunkan alisnya, bibirnya menyunggingkan senyum.. Senyum paksa.

"Kalo nggak niat senyum nggak usah senyum. Najis" balas nino

"Gitu banget sih lo" mino mulai menyamankan duduknya, dia menatap nino intens. "Ngapain sih liatin gue?! Baru tau lo kalo gue ganteng!" sinis nino

"Ayah ngomong sesuatu nggak sama lo?" tanya mino

Salah satu Alis nino naik ke atas. "Gak" ketus nino

'Bakalan susah nih' batin mino

"Soal apa gitu, masa gak ngomong apapun.. Cerita sama gue lah, gue kan gak di rumah" mino semakin mendesak nino untuk bicara, yang mana di tatap heran sama nino. Kok tumbenan gitu nanya hal begituan

"Ngomong yang jelas." balas nino.

"Ayah ngasih kamu sesuatu?" mengernyit heran, apa mino tau soal mobil barunya? Tapi dari siapa?... "Lo juga kepengen mobil?" sinis nino. Ngirian amat sih, batinnya

"Hah. Mobil? Gak. Yang lain kek, ayah ada ngasih apa?"

Apa nino nggak tau apapun tentang cafe ini, pikir mino.

"Ribet banget sih idup lo. Mentang-mentang semua keinginan bisa lo dapet, najis."

Nino menggebrak meja nya, dia kentara sekali sedang kesal. Tatapannya tak bersahabat, dia emang lagi nahan emosi sejak sebelum kakaknya dateng. Dan itu gara-gara mommynya. "Santai bro, gue cuma nanya sama lo. Salah gitu kalo seorang kakak nanya begitu sama adeknya?" mino berkata santai. Nino mendengus mendengarnya.

Drrt drrt

Nino menatap ponselnya yang berkedip menampilkan nama 'my mom' di sana. Nino mengangkatnya, kemudian menjauh sedikit dari jangkauan mino.

'Maaf sayang, mom agak lama datengnya. Ada urusan sama papa tirimu"

.....

'Nino. Kamu denger mom kan?

"Mom. Kalo sibuk nggak usah ngajak ketemu sekarang. Nyusahin!!"

Pip

Begitulah kalau nino lagi emosi, dia nggak mandang bulu buat marahin objek yang bikin dia kesel. Siapapun itu bakal nino terjang.

"Itu mom? Kok lo dapet nomernya" tangan mino menyentuh bahu nino, namun di tepis kasar olehnya. Mino tak gentar, dia cukup cerewet untuk hari ini, buktinya dia banyak bicara dengan nino meski selalu terabaikan.

"Bukan urusan lo"

Nino sedikit nge lirik kakaknya yang diam. Dia bisa liat tangan kakaknya yang mengepal serta rahangnya mengeras. "Serah lo, gue nanya baik-baik sialan!!!" mino menendang kursi di sebelahnya, dia kemudian keluar dari caffe bersama temannya yang lain. Obrolan kecil mereka juga di dengar oleh sebagian dari mereka, nino mana peduli.

Nino is NinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang