part tigasatu

6.2K 700 72
                                    

Nino menatap langit-langit kamarnya. Sesuai apa yang di bilang ayahnya, dia nggak keluar dua hari ini. Dia cuma video call an sama semua sahabatnya, membalas pesan random dari kakaknya.
Nino nggak tau kenapa dia nggak mood banget buat kabur-kaburan dan ngerusuh.
Dia cuma mikir, kenapa dan kenapa? Hanya itu yang muter-muter di otak kecilnya

Ayahnya kemungkinan nanti malem baru pulang.
Tangannya meremat dada, nino bingung. Apa yang sebenarnya terjadi padanya, dia gusar entah karena apa.
Hatinya sesak. Padahal nino nggak punya riwayat penyakit apapun.

"Mbak, kok aku rasanya nggak tenang ya?" tanya nino, dia menoleh menghadap si mbak yang lagi beres-beres kamarnya.

"Mungkin karena tuan pulang, biasanya kan anda begitu" nino menggeleng, kalau itu nino nggak sampe kepikiran. Ini berbeda.

"Rasanya beda mbak, kaya ada nyesek-nyeseknya gitu" mbak menatap balik nino, dia meletakkan sapunya. "Mungkin sesuatu akan terjadi, kata nenek mbak dulu.. Kalo hati dan pikiran kacau dan penyebabnya kita nggak tau, pasti sesuatu menanti kita atau kerabat kita" kata mbak

Mbak merasa aneh sama tuan muda nya, sehari setelah ayahnya pergi sih nino masih berani berulah. Tapi, sehari setelahnya dia berubah pendiam dan sering melamun.

"Tuan muda mino tadi pagi mengantarkan buku ini, karena anda masih tertidur tuan muda mino menitipkan pada saya"

Nino mengangguk. Dia butuh jawaban yang akurat, bukan kata neneknya si mbak.

"Menurut mbak, kalau sesuatu terjadi nanti siapa yang akan mengalaminya?" nah kan, nino mulai ngawur. Mbak cuma ketawa, "hanya tuhan yang tau, mbak nggak berani buat nebak, takut jadi doa"katanya

Nino kembali diam. Dia memegang dadanya yang berdesir, kenapa rasanya janggal.

"Mbak, kalau ayah pulang, bilangin ya aku tidur" kemudian nino mengubur diri di bawah selimutnya.
Setelah mendengar pintu tertutup, nino kembali membuka selimut yang menutupinya.

"Hm, gue kenapa sih!!" nino mengusap kasar air mata yang tiba-tiba turun, "apa jangan-jangan ayah kenapa-napa lagi" nino mengambil gesit ponselnya, dia mencari nama ayahnya.

Tut tut tut

Makin paniklah nino, dia udah berpikiran kemana-mana.

"Kalo ayah mati beneran bisa gila aku" gumammya, "gue dapet duit dari mana" pekiknya, dia nggak mau jadi gembel. Serius.

Meskipun harta ayahnya bejibun, kan kalo di pake bisa habis juga. Makanya, jangan mati dulu itu si tua bangka.

"HALO AYAH!!"

'ayah sibuk!"

"Ayah kapan pulang? Ayah baik-baik aja kan?"

'Aneh kamu'

"Jawab dulu kek, aku tadi nanya loh ayah"

'Ayah lagi arah ke rumah, kenapa sih? Kamu mau buat ulah lagi? Iya?!!'

"Nggak tuh! Jangan mati ya ayah, nanti aku jadi gembel beneran"

'Bocah tengik!'

Pip

Nino menatap heran ponselnya yang mati. Dia bergumam kecil, "orang tua baperan"

Dia kembali merebahkan tubuhnya, lama kelamaan matanya berubah sayu. Dia mengantuk.


......

Hmm.
Nino cuma bisa menatap interaksi ayah dan kakaknya dari dapur, mereka keliatan asik bicara mengenai soal turun dan naiknya saham. Apa memang se asik itu?
Mana telapak tangan ayahnya yang kekar itu mengusap acak surai kakaknya. Nino hanya bisa menggigit kukunya gemas. Iya, gemas ingin berteriak.

Seandainya nino di posisi itu, pasti dia tidak akan bisa meluruhkan senyum 5 watt nya. Bayangin aja dulu, kejadiannya entaran.

"Ayah~

Nino datang membawa tiga gelas jus jeruk, lalu meletakkannya di meja. Nino duduk di single sofa, dia meminum jus jeruk bagiannya.

"Beliin gue kertas hvs dong, punya gue abis" celetukan mino membuat nino melihatnya datar, pantesan dia tadi merasa janggal sama senyum dari kakaknya.

"Kenapa musti gue sih!" jawab nino tak terima. Iyalah, dia baru datang. Baru duduk, baru juga minum. "Gue kan abang, jadi lo harus nurut sama gue" balas mino. Ayah hanya menatap perdebatan kecil keduanya

"Tapi kan gue lagi di hukum nggak boleh make mobil,  ya kan yah?" tanya nino, sekalian cari pembelaan dari ayahnya. Siapa tau dia terciprat hokinya lukas.

Sejam lalu, ayahnya menginjakkan kakinya di rumah. Nino tidak terusik sedikit pun karena kegaduhan di bawah, udah biasa. Setiap ayahnya pulang dari luar negeri atau kota, pasti semua orang pada sibuk. Di tambah datangnya si sulung, tambah ribut dah.

"Pergi aja make mobil kakakmu, sekali ini ayah memberi ijin" ayah berkata santai. Tapi nino menggeleng, dari pada nyetir mobil sendiri dia mending naik taxi atau meminjam supir ayahnya. "Nggak mau, mending naik taxi" desis nino

Nggak tau kenapa nino punya firasat buruk. Rasa gelisah itu kembali datang.

"Kelamaan. Udah make mobil gue aja" mino menarik tangan adiknya supaya cepat menerima kunci mobilnya, dengan terpaksa nino mengambilnya. Hatinya bergemuruh tak karuan.
Sial..

Nino berdiri. Lalu menatap ayahnya sekali lagi, kemudian dia tersenyum manis. Ayah cuma mengangkat alisnya bingung.
Dia berlari ke arah mobil kakaknya terparkir, nino mau masuk tapi ragu. Hembusan kasar dari hidungnya ia keluarkan, kemudian dia masuk ke mobil dan duduk nyaman di kursi. Tangannya mencengkeram genggemannya, nino menutup mata sejenak.

"Gue deg-deg an,, sial"

Nino tancap gas, dia mengemudi seperti biasa. Ternyata cuma firasat anehnya aja, buktinya nino mulai tenang.
Nino menghidupkan radio, dia nggak tau aja dari arah belakanng terdapat mobil pribadi yang melaju kencang ke arahnya. Al hasil tabrakan tidak bisa di elakan, mobil nino di tabrak dari belakang. Nino mencoba mengerem, namun sepertinya rem nya blong.

Nino semakin kuat dan berkali-kali menginjak rem, tapi tetap saja...

Nino mencoba tenang, jika panik dia bisa menabrak pengendara di depannya.

Brak

"Bajingan!!"

Dia membanting stirnya ke kanan, dia menabrak mobil lain dan mobil yang di kendarai nino masuk ke sungai,

"Aaaaaa..." pekikan kaget dari pengendara lain membuat keadaan semakin riuh, bahkan sebagian dari mereka mengeluarkan ponsel untuk mengabadikan momen mengerikan itu.

Teriakan melengking tidak lagi nino dengar. Dadanya penuh, rasanya seperti di jemput oleh ajal. Nino tersenyum kecil. Apa ini firasat yang ia rasakan tadi, apa ini akhir dari hidupnya?
Ternyata yang sial bukan ayahnya tapi dirinya sendiri.

"Maaf... Ayah" batin nino

Air mulai masuk ke dalam mulut dan hidung nino. Dia masih terjebak di dalam mobil beserta air yang memenuhinya. Nino memutar momennya bersama sang ayah, dalam gelap dia tersenyum. Memang apa yang mau dia ingat, momennya cuma di batas pertengkaran saja dengan sang ayah.
Dan tidak lebih... Atau memang nino yang tidak ingat?

Nino is NinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang