part patuju

4.4K 447 16
                                    

"Saya udah pernah bilang kan jauhi anak saya! Kamu ngerti bahasa manusia kan!" ibu dafa menunjuk wajah nino. Dafa menunduk, dia nggak pernah bisa melawan ibunya. Karena hanya wanita itulah yang ada di sampingnya sekarang. "Dan kalian!! Keluarlah! Saya ada urusan dengan nino, dafa kamu ke kamar" ucapnya

Lukas memberontak kala security menarik lengannya bersama hanan, dia berteriak marah. Bukan ini yang ia inginkan, bukan nino yang salah. "Sialan! Tante saya juga salah, nggak cuma nino!" pekiknya

Ezra cuma diam. Meskipun dia yang tertua, tapi dia harus mengetahui akar masalahnya. Jika gegabah, mungkin masalahnya tidak akan bisa menemui titik terang, yang ada malah semakin rumit. Dia melirik candra yang ia pegangi tubuhnya, sial. Tenaganya seperti banteng, kecil kerempeng begini kuat juga, pikirnya.

"Kalian bisa diam!! Kita tunggu nino di sini, biarkan mereka menyelesaikan masalahnya" ujar ezra kesal. "Lo cuma orang asing yang kebetulan ada di sini! Lo yang diem brengsek!" nato menendang pintu rumah dafa yang tertutup

Ezra bungkam. Dia benar, orang yang harusnya diam itu dirinya sendiri.

"Nono nggak apa kan ya" lirih lukas, dia selonjoran di lantai. "Lo ngeremehin nono?" smirk candra

"Nggak juga sih, gue cuma sedikit khawatir" balasnya, hanan menyender di pintunya. Rencananya hanya menemui dafa, meminta penjelasan, lalu pulang. Bukan begini. "Oiya, sekarang kan ulang tahunnya kak irwan. Kalian udah ngucapin?" tanya hanan

Lukas dan candra menggeleng. "Gue lupa" balas lukas, "gue juga" timpal candra

Hanya nato yang mengangguk, semalam dia mengucapkan pada kak irwan. "Lagi pula kak irwan lagi study tour sama angkatan semasa SMA kan? Nyusul aja deh surprise nya" ujarnya, "itupun kalo kita nggak lupa" gumam nya lagi

Ezra hanya memperhatikan mereka berbincang, dia nggak ngerti mau menimpali seperti apa. Nanti malah salah, berantem lagi.

Sementara itu di dalam sana, nino tengah menunduk kala tatapan tajam milik ibu dafa tak hentinya melihatnya. Nino masih punya hati nurani untuk tidak berteriak di depan wanita itu, nino menekan semua emosinya.

"Hah, tante nggak mau lama-lama di sini, cuma satu permintaan saya. Kamu jauhi dafa seperti yang saya bilang--

"Kamu tau kan dia anak satu-satunya saya, ayahnya sudah tiada. Dia harus menjadi pewaris saya nantinya"

Nino mendongak. "Yang jadi masalahnya apa tan? Dafa bisa kok mewujudkan semua itu tanpa harus menjauhi kami" tukas nino,

"Bukan kami, tapi kamu sendiri. Yang saya lihat, kamu ini membawa pengaruh buruk untuk masa depan dafa."

"Itu menurut pandangan tante, dafa kenal baik siapa aku kok tan. Lagian, aku nggak pernah menjerumuskan dafa. Dia bergabung dengan kami atas kemauan sendiri"

"Pasti orang tuamu menyesal mempunyai anak sepertimu" kedua alis nino terangkat, apa maksudnya? Kenapa membawa nama orangtuanya?, "yang saya dengar juga, kamu ini tidak seperti kakakmu. Ayahmu. Atau ibumu, apa kamu anak pungut? Oh. Pasti iya"

Nino mengatupkan bibirnya rapat. Meskipun dia sudah sering mendengar kalimat seperti itu, tapi jika seorang ibu yang berbicara pasti nyesek. "Tante seorang ibu kan? Harusnya tante paham kalimat itu tanpa sadar membuat anak seperti saya sakit" kata nino sambil tersenyum, matanya menyipit kala pipinya terangkat untuk sebuah senyuman

"Lalu apa peduli saya? Orang sepertimu itu harusnya tidak usah bermimpi untuk berteman dengan dafa. Dia terlalu sempurna untuk kamu jadikan teman" ucapnya

Nino tersenyum. Menanggapi dengan anggukan kepala, "jadi, saya harus menjauhi dafa kan? Hanya saya sendiri?"

"Ya. Hanya kamu sendiri, jangan pengaruhi dafa lagi untuk bergabung dengan klub bodoh kalian itu!"

Nino mendengus kesal, ini kenapa hanya dia yang di salahkan. Sedangkan temannya yang lain di biarkan keluar, benar kan firasatnya. Dafa menghindar karena ibunya tidak suka dengannya. Sialan, benar-benar sialan.

"Kamu bisa keluar"

"Baik. Tapi bisa lepaskan kayu itu, dan darimana tante mendapatkannya?"

"Cepat keluar!" nino berlari kecil menuju pintu utama, dia seperti kuman saja. "Bye tante, titip salam untuk dafa ya"

Prang

Nino berjingkat kala mendengar lemparan vas bunga yang mengarah padanya, wanita itu menatapnya tajam dan tak bersahabat. Nino jadi curiga, masalahnya mungkin bukan tentang dafa saja. Tidak mungkin kan hanya masalah sepele sampai seperti ini.

"Anjing! Apa nino di aniaya di dalam" ujar hanan, "nggak mungkin. Masa iya tega itu tante-tante" timpal nato

"Mungkin itu bener, lo liat sendiri kan tadi tatapannya itu tante-tante" lukas berdiri tegap.  Dia menggedor pintu brutal, suara beratnya menggema.

Ezra yang mendengarnya malah tidak nyaman dengan suara berat dan serak itu, seperti om-om, batinnya

"Nono. Lo gak papa kan? Tadi itu suara apa?" hanan ikut memekik. Dia beralih menatap semua sahabatnya dan juga ezra, meminta saran lewat tatapan mata.

"Eh anjirrr, lo jangan nangis can" pekik lukas

"Ah elah, baperan amat sih lo" nato mengusap lelehan air mata milik candra memakai sapu tangan yang di sodorkan ezra, "nih. Usap pakai ini"

"Gimana kalo..hiks.. Nono kaya waktu..hiks..itu"

Pintu terbuka menampilkan seorang nino kesayangan mereka semua di sana, candra menghambur di pelukannya. Mengusap ingus dan air mata di jaket yang nino pakai.

"Lah, candra kenapa nangis?" tanya nino bingung

"Nangisin lo lah!" ucap nato, "Itu tadi apa yang pecah, lo nggak papa kan?" tanya lukas

Nino menggeleng, dia menepuk-nepuk punggung candra yang bergetar supaya tenang. Ezra dan yang lain mengucap syukur dalam hati. "Kita pulang. Nanti lo cerita sama kita apa yang lo obrolin sama tante kurbel itu!" desis lukas tak suka

"Em omong-omong can. Lo ngelap ingus lo di jaket kesayangan gue" nino mengernyit jijik. Iuhh, mana mbleber kemana-mana ini.

Nino is NinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang