part nampuluhsatu

4.4K 397 13
                                    

Nggak ngerti lagi pokoknya sama hanan, nino udah coba berulang kali buat nyapa, terus nino juga rela-relain tubuhnya kedinginan buat menungguinya keluar dari perpustakaan. Tapi nihil, seolah nino itu tidak di anggap. Hanan tetap berjalan lurus tanpa menoleh. Sialan. Nino meremat kaleng soda di tangannya, dia berlari tergesa menemui hanan di parkiran bareng si kutu buku itu.
Nino pikir dalam diamnya hanan, anak itu setuju buat pulang bersama.

"Heh! Lo gak bisa gini dong, kalo gue ada salah bilang! Jangan kekanakan gini. Bukan style lo banget" sentak nino.

Dia udah berdiri di depan hanan, menarik lengan si empunya agar berbalik supaya tak masuk ke mobilnya.

"Gue balik bareng dia, lo bisa minta jemput suruhan ayah lo" ketusnya, bahkan hanan tak menatap nino.

Nino yakin ada yang nggak beres sama sahabat nya ini, biasanya anak itu nggak bisa marah padanya lama-lama.
Hanan masuk ke mobil, melajukannya kencang guna menghindar dari kejaran nino.

"Hanan!! Aishh, sialan lo beruk!!" nino mengusak kasar wajahnya. "Baru juga keluar dari rumah sakit, ini bercanda kan. Hanan gak mungkin tega sama gue" gumamnya

Nino berlari terburu menuju mobil kakaknya, mencari mobil nyentrik di jejeran mobil murid lain. Tidak ada.
Double sial. Dirinya di tinggal.
Buru-buru tangannya mengambil ponsel di sakunya, dia menelpon irwan buat menjemputnya di sekolah.

Brrm brrrm

"Nono!! Lo nggak ngabarin kita kalo lo udah pulang, lama banget lo" teriak irwan, dia membawa tubuh nino untuk dia dekap. Rindu banget sama nino,

"Kak, yang lain ada di tempat biasa kan?" tanya nino. Dia membalas pelukan dari irwan, bahkan terkesan terburu. Irwan sendiri tak terlalu memusingkannya, dia malah tambah erat memeluk nino yang ia anggap adiknya.

"Bisa kita langsung ke sana aja" irwan mengangguk, dia melepas pelukannya dan mengambil helm lalu irwan memberikan helm itu pada nino. Setelah memastikan nino memakainya dan duduk nyaman di jok belakang, barulah irwan mengegas motornya membelah jalan.

Di lain sisi, hanan sadar kalau dia udah keterlaluan. Melampiaskan rasa bersalahnya pada nino yang tak tau apa-apa. Atau mungkin dia tau, namun berpura-pura tak tau. Entahlah, hanan bingung. Dia belum siap bertemu dengan nino, setiap menatap wajah yang tak mulus lagi itu kadar rasa bersalah itu kian menganga lebar.

Raut mukanya keliatan cemas, tatapannya tidak fokus padahal dirinya tengah menyetir.

"Minggir dulu deh, lo nggak mungkin buat kita mati konyol kan?" kekeh wildan, dia menyentuh pergelangan tangan hanan.

Hanan tersadar, dia meminta maaf lalu melajukan mobilnya dengan santai. Pas di lampau merah dia melihat nino di boncengan irwan, hanan bisa lihat wajah memerah dari nino meski terhalang helm dan kaca mobilnya.

"Lo belum sembuh, kenapa maksa ke sekolah"gumamnya

Wildan mengerti tatapan hanan itu, dia tengah menatap intens nino di sampingnya.

"Lampunya udah ijo tuh" hanan tersadar, dia kembali meminta maaf lalu melajukan mobilnya berlawanan arah dengan nino. Dia yakin nino mau ke rumah johny.

"Thanks tumpangannya, lain kali nggak usah. Tadi nino pulang sendiri pasti" ujar wildan, dia berpura-pura tak tau kalau nino berada tepat di samping mobil hanan. Mungkin dengan itu dia bisa tau reaksi hanan.

"Gue balik ya, besok berangkat bareng aja. Gue jemput"

Wildan tak menjawab, dia membiarkan hanan mau melakukan apa. Toh, nantinya juga dirinya bakal di lupakan. Dia masuk ke kedalam rumah, tak lupa menutup gerbangnya rapat.









.......

"NONO!!" tubuh candra menghambur di dekapan nino yang lebih kecil darinya

"Kapan lo pulang?" tanya lukas. Dia mendekat sambil membawa segelas es jeruk, lalu menyodorkannya pada nino.

"Gue pikir lo udah tau dari kak ezra, selama ini kan lo tau keadaan gue.. Bahkan nemenin gue di sa--

Nino mengernyit melihat gelagat lukas yang merem melek melihatnya, apalagi bibirnya monyong-monyong begitu. Dia edarkan pada sekeliling, candra dan febri menatap nyalang lukas. Nato dan johny membawa sebuah sapu.

Ah. Nino tau, lukas menyembunyikan kebenarannya selama ini dari mereka.

"Jangan bilang lo nyimpen semua sendirian" tuding irwan

"Pantesan lo nggak sepanik kita ya" ujar nato, dia bersedekap dada.

Brug

"SIALAN LO KINGKONG!"

Tubuh besar lukas di terjang candra, memukulinya dengan segenap hatinya.

Keadaan mulai ricuh karena tindakan candra, lalu di ikuti nato. Apalagi teriakan melengking dari lukas, begitu menenangkan pikiran nino yang semula penuh dengan sikap hanan.

"Ashh, dasar perusuh ini" johny menatap lesu kondisi ruang tamunya yang seperti habis di terjang badai. "Untung nyokap gue gak ada di rumah" bisiknya

Dan sekarang lukas tengah bersembunyi di balik punggung nino, mukanya sedikit memerah karena tamparan maut dari febri. Badannya kotor karena injakan dari nato, dia melirik takut ke candra. Dia memandang lukas tajam, setiap pergerakannya tak lepas dari matanya.

"Lo udah beneran sehat?" tanya johny, selaku pemilik rumah yang selalu tak bisa melawan perbuatan tamu-tamu tak tau diri seperti mereka

"Ya seperti yang kalian liat" jawab nino, "eum, hanan sering ke sini nggak selama gue nggak ada" tanya nino, dia berhati-hati karena ucapannya takut membuat mereka salah paham.

Johny menggeleng. "Udah lama sih hanan nggak kumpul sama kita, turun pun enggak" balasnya

"Terakhir kali gue ketemu si cecunguk itu, di depan rumah dafa" celetuk nato.

"Sama siapa lo ke sana!" tunjuk candra

"Kak febri" jawabnya santai. Dia bahkan menepis kasar telunjuk itu, nggak sopan banget sama yang lebih tua.

Nino mangut-mangut paham. Dia mikir sebentar, apa hanan punya masalah. Tapi kenapa harus menghindarinya, bahkan ucapannya selalu ketus.

"Ada masalah sama hanan? Kan baru ketemu" seru febri. Nino mengangguk lemah, tubuhnya ia senderkan di bahu lukas.

"Gue nggak tau dimana letak kesalahan gue, hanan selalu ngehindar. Kira-kira dia kenapa?" tanya nino

Dia bisa liat wajah johny yang menegang, tubuh lukas yang terlonjak kecil. Kemudian tatapan febri yang menyendu. Apa ada yang salah?
Nino paling benci jika dirinya yang tidak mengerti apapun, namun kesannya dialah yang bersalah. Lebih parahnya, dia yang kena imbas atas kesalahan yang tak nino tau.

"Kak, hanan itu udah seperti saudara gue sendiri. Dia setara dengan kak mino, tapi kenapa hanan nggak ngerti. Dia ninggalin gue, gue nggak bisa gini aja" lirihnya

Lukas mengusap bahu nino yang bergetar, begitu pentingkah hanan buatnya? Lalu dirinya?

"Kita bakalan bantu lo, gue juga nggak ngerti kenapa hanan bisa kaya begitu" seru johny

"Lo tenang aja, kita di sini juga saudara lo. Bukan cuma hanan" ucap candra menekan kata 'saudara'

Lukas mengulum senyum, ternyata bukan dirinya saja yang tak menyukai ucapan nino barusan. Seolah hanya hanan yang ia miliki.

"Gue tau. Kan gue nggak mau kehilangan saudara seperti hanan. Lo nggak usah cemburu gitu lah" ledek nino, alisnya naik menggoda

"Cuih, gue cemburu? Lawak lo bos" elaknya

"Hilih, tampang lo can can" ujar lukas

"Diem lo luke!" bentak candra. Mukanya memerah karena malu

Nino is NinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang