"Ayah...
.......
"Uh. Aku sakit ayah tetep jahat ya" gumaman kesakitan dari nino membuat ayah tersadar dari lamunannya, ayah perlahan mendekat. Tangannya terulur menyentuh telapak tangan nino, mengusapnya pelan sekali.. "Jangan banyak bicara, ayah di sini" nino mengulum senyum manis, hmm.. Kalau cara seperti ini ayahnya bisa semanis ini, mungkin nino nanti akan mengulangi hal yang sama, itupun kalau nino berani.
"Apa sudah lebih baik?"
"Ya"
Ayah mendongak, mengedipkan kelopak matanya cepat.
"Hee, ayah nangis?" tanya nino. Bibirnya tersenyum kecil, mau ketawa tapi tubuhnya masih sakit. "Pffft, ahh ayah... Aku pengen ketawa tapi sakit" keluh nino
Ayah mendengus. Sifat menyebalkannya nggak ilang ternyata, "istirahatlah. Ayah akan memanggil yang lain masuk"
Lengan kekar milik ayah di genggam erat oleh nino, dia mendusal di sana. Lalu melepasnya dan menepuk-nepuk ruang kosong di kasurnya
"Duduk di sini, usap-usap kepalaku. Aku mau tidur"
Nino memejamkan mata, menunggu ucapan yang langka bisa dia minta dari ayahnya.
"Kenapa bengong sih. Cepetan, aaaa.... Kepalaku pusing" nino sedikit mengintip ayahnya, lalu kembali menutup mata ketika ayahnya balas menatapnya. Hehehe, kena kau!
Panik. Itu yang terjadi pada ayah. "Mana yang sakit. Kamu sih, udah tau belum sembuh total. Tengilnya kambuh!" ayah menggeram kesal
Nino mengerucut sebal.
"Makanya cepetan elus-elus!!" nino menarik tangan ayahnya paksa dan meletakkan di kepalanya.
"Begini?"
"Hm, ya.. Terus di situ.. Jangan berhenti sampai pusing nya hilang" gumam nino
'Sakit begini ada manfaatnya juga, liat aja bakal aku kerjain' batin nino,
Mau sakit apa enggaknya, nino ya tetep nino. Si tengil yang selalu membuat darah tinggi.
Nino dan ayah asik bermanja ria, tidak memperdulikan keadaan di luar. Mereka menunggu ayah lama, candra dan lukas mengintip tapi tidak terlalu kelihatan karena tubuh ayah menghalanginya.
"Apa kita masuk aja ya?" tanya candra, dia geregetan pengen masuk tapi hanan melarangnya.
"Tunggu aja. Beri mereka waktu berdua" gumam mino. Nato cuma melirik nya, dia kadang juga curi-curi pandang padanya
"Kaya pernah liat, tapi dimana?" nato menggumam
"Dia itu kakaknya nino, lo kan udah pernah ketemu juga" jawab lukas
"Oh, masa sih?"
"Serah"
Febri, johny dan yang lain juga baru saja sampai. Mereka terburu pergi dari kampus menuju rumah sakit kala mendapat sms dari lukas kalau nino udah siuman.
"Kek, gimana ini. Kami juga pengen masuk" rengek lukas
Kakek yang di panggil secara mendayu itu mengernyit jijik, lebih mendingan nino dari pada ini anak.
"Masuk sana! Hush hush"
"Hah? Yang bener kek?" tanya lukas semangat
Kakek menyeringai. "Kalau kalian mau saya gantung di bawah pohon nangka ya silahkan"
Aaaahhhhhh..
Semua mendesah kecewa, ini seperti di beri harapan tapi di tengah jalan malah di cancel. Sakitnya tuh di dada..."Lama banget sih om!" candra menyerobot masuk ketika ayah keluar dari ruangan nino
"Heh! Nino ti....
...dur"
Ayah terdiam menatap pintu yang di tutup kasar, mungkin nino terbangun gara-gara mendengarnya. Ayah duduk di samping mino, mengusap helaian surai coklatnya lembut.
"Masuklah. Temui adikmu" kata ayah
Mino menggeleng, tangannya bertaut gugup.
"Berani berbuat, berani tanggung jawab. Kamu laki-laki kan? Tidak pengecut seperti ayahmu!" ucap kakek pedas
"Papa kenapa bawa-bawa namaku sih!!" ayah menyela cepat sebelum kartu as nya di buka oleh papa nya sendiri di depan anaknya
"Apa? Itu fakta. Istrimu pergi saja kamu tidak mencegahnya, di ceraikan iya-iya saja. Di tinggal menikah masih belum move on" kata kakek, semakin membuat ayah mendesis marah. Kakek semakin menantang.
"Jangan tiru ayahmu. Dia payah!!" setelah itu kakek menyusul sahabat cucunya ke ruangan itu.
Mino menatap ayahnya penuh arti. "Hum, ternyata ayah...
"Diam"
Mino terkekeh geli. Keluarga besarnya memang tidak ada yang beres. Mino beranjak dari duduknya, dia ikutan masuk ke dalam meninggalkan ayah yang menyender lemas di dinding.
"Halo brother!" nino melambai lemah, semua yang ada di dalam ruangan menoleh ke mino
"Luke, geser dong" mino mendorong kecil tubuh bongsor lukas. Sedangkan si empunya mendelik--
"Lah.. Kalian ternyata dekat ya" pekik candra. Dia menepuk kecil bahu lukas berkali-kali.."Gak gak. Gue gak deket kok!" bantah lukas, dia menggeser tubuhnya mendekat pada johny
"Hilih, kakak gue gak gigit kok" nino ikutan menggoda, "yang sakit diem aja!" ketus lukas
Lukas kesal. Mereka tau itu, tapi menggodanya adalah hiburan tersendiri.
"Gak usah rahasia-rahasiaan lah luke, kita nggak masalah kok. Beneran" febri menyahut, lagipula mino adalah kakaknya nino, mereka harusnya lebih terbuka dong kalau seandainya si mino minat gabung. Itupun kalau anggota mereka setuju.
Mino cuma lempar senyum canggung, dia pikir beberapa kali bertemu sama lukas, dia udah di anggep temen biasa gitu. Ternyata nggak.
"Nino.. Gue..
Ceklek
Bunyi pintu terbuka menampilkan seorang wanita cantik yang sudah berlinangan air mata di ambang pintu, wanita itu mendekat dan memeluk nino erat.
"Nino nya mom udah sehat? Kenapa bisa begini?"
Nino nampilin wajah nggak enaknya, tiba-tiba sekelebat bayangan janji yang tidak di tepati itu melintas. Nino kesal. Tapi dia nahan kekesalannya, tubuhnya masih terasa sakitnya. Nino cuma ngangguk seadanya, matanya bergulir menatap mommynya
"Daddy mu tidak bisa ikut, tapi dia menitipkan buah dan beberapa koleksi sepatu untukmu" kata mommy
Kakek yang denger kata 'daddy' dari mantan menantunya mendengus jijik, nggak inget umur emang.
"Serius mom, daddy beneran beliin aku sepatu nya?" mommy mengangguk, dia mengusap wajah pucat nino.
"Emang kamu buat nino dengan siapa? seenaknya saja!" ucapan ngawur dari ayah mendapat sorakan 'iuhhhh' panjang dari lukas, dan mommy cuma nampilin raut datar. "Dan kamu nino, nggak usah terima sepatu itu. Ayah bisa membelinya untukmu" kata ayah
KAMU SEDANG MEMBACA
Nino is Nino
Short StoryBROTHERSHIP👉not romance❌ [Follow dulu baru baca! Key👌] Baik nino maupun ayahnya memiliki cara yang unik untuk menyampaikan kasih sayang mereka, lika liku kehidupan nino yang selalu membuat ayahnya mempunyai tempramen tinggi.