part nampuluhdua

4.1K 434 31
                                    

Terik matahari menyengat membuat kulit putih nino memerah, matanya yang sipit kian menyipit menatap lurus ke depan. Dia berdiri menjulang di antara anak-anak kecil. Bibirnya mencebik melihat ayahnya yang asik mengobrol dengan mommya nya. Sedangkan dia di suruh menunggu di luar, katanya sebentar tapi nino seperti terbakar

"Ashh, tua bangka itu benar-benar" gumamnya. Tangannya menutupi kepalanya yang memanas, bahkan pekikan dari bocah-bocah di sekelilingnya tidak membuat nino berpindah posisi

"Kau membuat anakku kepanasan! Sialan kau!" umpat mommy, ayah memalingkan pandangannya dimana nino menunggu. "Minggir! Dasar tidak punya belas kasihan" gumam mommy mendorong tubuh ayah agar geser dari tempatnya

Lalu mommy berlari ke arah nino, menarik tubuh itu jatuh di pelukan mommy. Kemudian, mengusap sayang helaian surai belakang nino.

"Kenapa nggak ikut mommy aja hm, ayahmu itu jahat" bisik mommy

Sedangkan nino membalas pelukan itu, mengusak di leher mommynya. Maniknya bertatapan dengan sang ayah, dia terkekeh pelan melihat aura tak mengenakan dari ayahnya. Lalu nino melepas pelukan itu, mommy mengerang tak suka. Rindunya belum terpuaskan.

"Maaf mom, aku lebih suka tinggal dengan ayah. Lebih menantang" katanya. Nino mengerling nakal pada ayah yang mana di balas senyuman tipis olehnya.

"Ayahmu itu udah ngambil kakakmu, kamu tega sama mom. Mom kesepian di rumah, daddymu kerja terus tau" ungkap mommy,

Tiba-tiba ayah menarik nino dan menyembunyikannya di belakang tubuhnya sendiri, "nggak usah ngomong yang enggak-enggak kamu. Kalau nino sendirinya milih ayahnya ya kamu terima aja. Sana pergi" usir ayah

Bahkan mommy mendekat untuk memeluk nino sekali lagi pun ayah tak mengijinkan. Ayah mendesis kesal kala tamparan kuat yang ia terima karena ayah tetap tidak mau mommy memeluk putra bungsunya.

"Dia anakku, jangan sentuh" ujar ayah, "dasar sinting. Nino juga anakku, asal kau tau saja aku yang membawanya selama 8 bulan!" ucap mommy tak mau kalah

Nino menghela napas kasar, dia melirik sekitar. Banyak yang melihat perdebatan tak penting mereka, rata-rata mencibir dan nino tak suka itu. "Ayah, ayo pulang. Mom, kita harus pulang sekarang. Aku mau istirahat, capek" celetukan nino membuat dua orang dewasa itu menatap khawatir nino, bahkan ayah langsung menarik lengan nino menuju mobilnya. Meninggalkan mommy yang mencak-mencak di sana
















......

"Hah, yang benar saja. Lo yakin melihat hanan dengan seorang kutu buku?"

"Salah liat kali lo ahh, hanan gak mungkin temenan sama orang yang hidupnya pasti kurang tantangan"

Dafa menyahuti ucapan dari candra, dia memang udah tau kalau hanan akhir-akhir ini sering berada di luar kelas, bahkan sengaja menghindar dari space yang pastinya di situ ada nino. "Bener kok, buktinya tu anak gak keliatan sama sekali" ujarnya

"Apa hanan masih menyalahkan dirinya sendiri atas insiden nino itu?" gumam johny, febri yang mendengarnya pun mengangguk. Mungkin saja, apalagi akibat dari kejadian itu tubuh nino tidak lagi baik.

"Perlu kita ikut campur?" tanya kamal. "Lo gak usah ikut, mending lo pulang sekarang. Kalo terlalu sore, kita takutnya lo bakal di cari sama orang tua lo" kata irwan

Kamal sebenarnya tidak mau pulang sekarang, tapi mengingat janjinya pada ayahnya kalau dia tidak akan lama membuat dia harus cepat-cepat pulang. Lagipula rindunya sudah terbayar, masalah dafa juga sudah selesai. Dia bisa tenang sejenak.

"Oke deh. Kalo butuh bantuan lebih gue selalu ada, gue pamit ya semua. Salam sayang dari gue buat nino dan juga hanan" kamal membereskan tas ransel dan juga mengambil kunci motornya, dia melambai pada johny dan yang lain

"Yoi. Tiati lo, jangan ngebut!" pekik johny

Kamal mengacungkan jempolnya, lalu tubuhnya tertelan pintu yang tengah tertutup.






........

Dengan hati-hati ayah menggendong tubuh jangkung nino di depan, banyak pasang mata memandang mereka berdua penuh haru. Bodyguard yang di samping ayah menawarkan tenaga untuk menggantikan ayah pun di tolak. Mereka yang melihat merasa bahagia, biasanya mereka hanya mendengar suara pertengkaran saja namun sekarang tidak. Sejak banyak bahaya yang mengincar nino, ayah semakin protective pada nino.

"Lah nino kenapa?" mino mendekat pada ayah nya yang tengah menggendong nino, "sakit lagi ya?" tanyanya

Pertanyaan mino bagai angin lalu, ayah tetap lanjut jalan menaiki tangga. Tidak menoleh pada saat ezra memanggil.

"Kenapa?" tanya ezra

"Tau ah" mino meninggalkan ezra sendiri di ruang tamu. Moodnya menurun karena di abaikan ayahnya.

"Dih, kenapa sih tu anak" gumak ezra, dia kembali menatap ke atas. Dimana kamar nino berada, apa anak itu kumat lagi?, pikirnya

Tapi ezra menepis semua pikiran negative nya, dia menyusul sang ayah. Ingin bertanya lebih lanjut, siapa tau kehadirannya membantu. Meski dia tau itu sia-sia saja, setidaknya mencoba. Pada saat di anak tangga ke empat, suara seseorang membuat ezra urung melangkah lagi---

"Heh heh, mau kemana?"

"Ke atas, kamar nino"

"Gak usah. Mending temenin saya main catur" kakek menyeret paksa lengan ezra agar mengikutinya. "T-tapi--

Ucapan ezra lagi-lagi terpotong, "mau apa kamu kesana? Nino pasti sudah tidur. Gak guna juga kamu di sana" ketus kakek, ezra mengangguk. Benar juga, ayah juga butuh istirahat. Jadi dia memilih menurut pada pria paruh baya itu, dari pada kena omel terus-terusan.

Setelah memastikan nino tidur dengan nyaman posisinya di kasur, ayah melepas sepatu dan juga hoodie yang melekat di tubuh nino. Ayah menghidupkan AC dan juga mematikan lampu, menyisakan kegelapan yang mengisi dalam kamar nino. Ayah tetap pada di posisinya, ayah mendekatkan wajahnya. Beliau mencium kening nino lama, matanya menutup sembari menghirup aroma menenangkan dalam diri nino.

"Baik-baik ya sayangnya ayah. Maaf, ayah bukan orang tua yang begitu bisa menunjukkan kasih sayang secara terang-terangan" ucap ayah mengusap rambut nino

Nino is NinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang