part patiga

4.9K 469 27
                                    

Seorang pemuda menyusuri setiap jengkal kota yang ia pijak saat ini, dia begitu bahagia karena mempunyai kesempatan berkunjung meski hanya beberapa hari. Tapi itu cukup untuk menemui ibunya dan seseorang yang sejak dulu membuat dia penasaran.

Bunyi ringtone ponsel yang ia gunakan membuat dia harus menghentikan langkahnya,  dia merogoh sakunya. Melihat si pemilik nama, senyuman kecil terpatri di bilah bibirnya kala nama sang ibu lah yang terpampang.

"Halo ma...

......

"Aku baik. Mama juga kan? Aku siang tadi sampai,,

......

"Sudah. Ternyata dia tidak seburuk yang mama ceritakan, aku pengen bertemu dengannya"

......

"Beneran ma? Oke. Aku tungu ya, bye ma"

Pip

Panggilan terputus, pemuda itu tersenyum tipis. Membayangkan jika dia benar-benar mempunyai adik, akankah menyenangkan seperti yang temannya bilang. Kakinya tergesa melangkah ke halte bus, dia duduk di sana sambil mendengarkan lagu melalui earphone.

"Permisi" pemuda itu mendongak, menaikan alisnya. "Boleh gue duduk di samping lo"

Pemuda itu mengendik acuh, "duduk aja" balasnya,

"Oiya, lo tau alamat ini" pemuda itu mengeluarkan sebuah kertas dan menyodorkan pada orang yang tadi mengajaknya bicara,

"tau banget malah" jawabnya, "bisa anterin gue, atau lo kasih tunjuk jalan aja"

"Gue mino"

"Ezra"

Mereka berjabat tangan dan saling melempar senyum tipis, mungkin di antara mereka ingin lebih dekat lagi.

"Lo punya urusan apa di alamat itu?" tanya mino. Heran aja, biasanya orang langsung tau dimana alamat itu berada. Maklum, ayahnya kan pebisnis terkenal.

"Gue mau ketemu mama, dan calon adik maybe" kekeh ezra. Dia senyum tipis kembali, tidak sabar ingin bertemu keluarga baru mama nya.

"Lo anaknya? Segede ini" ujar mino.

Ezra mengangguk. Emang apa salahnya? Lagian mama nya bahagia menikah lagi, dan ezra tidak punya alasan untuk menolak keinginan mama nya. "Ya, sebenernya sih gue nggak mau punya ayah baru. Tapi kalo mama gue bahagia dengan keputusannya, kenapa nggak? Apalagi gue bakalan ada adik baru, namanya nino"

Deg

Seperti tersambar petir di siang bolong, mino mematung mendengar nama itu. Dia menatap ezra lekat, dari rautnya mino tau ezra tulus mengucap hal itu. Dan kenapa dadanya berdetak cepat.

"Kenapa lo bisa yakin, adik yang lo maksud bakalan nerima lo" ucapan itu keluar begitu saja dari mulut mino. Hanya memastikan saja.

"Insting aja sih. Kalau pun dia nggak terima gue sebagai kakaknya, itu nggak masalah. Toh, itukan hak nya"

"Lo tau nino punya kakak kandung kan? Lo mau ketemu dia juga"

Ezra terkekeh kecil, maniknya menatap mino tak terbaca.

"Mungkin"

Kok mungkin?

"Karena gue anti sama yang namanya kriminalitas, gue benci" bisik ezra

Kemudian dia memasuki bus yang baru datang, ezra melambai. Dia ketawa kecil melihat mino terdiam di sana, ezra tau itu kakak kandung nino. Yang kata mama nya, dialah penyebab nino kecelakaan sampai membuat nino mempunyai sedikit masalah di tubuhnya. Cemburu memang selalu membawa petaka.

"Dia tadi cuma bercanda sama gue kan" gumam mino

Maniknya menatap kepergian bus yang di naiki ezra, dia bergulir melihat mobil suruhan ayahnya datang.

"Pak, langsung pulang ya"

"Baik tuan muda mino"

Mino menyender di jok belakang, memikirkan apa sih istimewanya nino sampai-sampai semua orang sangat over pada nino. Mino mengusap kasar wajahnya, apa yang salah sama dirinya. Pinter? Iya. Ganteng? Jangan di tanya. Kaya? Jelas.

Nino? Dia biasa-biasa saja.
Kenapa harus dia yang mendapat perhatian penuh dari ayahnya, bahkan terkesan protective.

Di tambah anak dari pihak ibu tirinya, lalu suami dari pihak mommynya.

"Apa gue harus pindah ke rumah ya?" pikirnya lagi

Tapi, gimana nasib apartemen yang sudah nyaman dia tinggali. Lalu, semua temannya juga di daerah sekitaran sana. Mino tidak terlalu dekat juga sama ibu tirinya.

"Lah, itu dafa kan?" mino men stop mobil yang di kendarai oleh sopirnya, dia turun menghampiri sepasang anak dan ibu di pinggir jalan.

"Halo tante" sapa mino

Dafa mengatupkan mulutnya, ibu nya menatap tak senang presensi mino. Mungkin ibu nya berpikir itu salah satu teman tongkrongannya.

"Kamu pasti yang menghasut anak saya biar dia nggak nurut lagi sama aturan saya kan? Mulai sekarang jauhi dafa. Dia nggak selevel sama orang semacam kamu!"

"Pasti yang anda maksud nino?" tebak mino

"Ya. Anak itu selalu saja membuat dafa membantah" desis ibu dafa

"Mama! Jangan nyalahin nino, ini memang kemauan ku sendiri!!" dafa menatap mino nyalang. Apa sih maksudnya membuat ibu nya semakin membenci nino. "Lo jangan ikut campur kak, gue gak punya urusan sama lo. Lo cuma orang asing!!" ketus dafa

Mino mengendik acuh, "tante mending jauhin dafa dari nino deh, nino itu bawa pengaruh buruk" usul mino

"Ga usah jadi kompor mbleduk lo" dafa berteriak marah. Ini yang dia tak suka dari ibunya, selalu saja percaya omongan orang lain tanpa dasar informan yang akurat. Di bilang ini, iya. Di bilang itu, iya. Lalu jika opsinya salah, meminta maaf lalu di ulangi kembali.

"Ma, pulang sekarang. Ayo!" bentak dafa

"Kamu membentak mama cuma gara-gara ini. Kamu memang harus menjauh dari yang namanya nino, dia itu nggak baik buat kamu. Nilaimu menurun juga karena nino itu kan"

Dafa menarik lengan ibunya ke mobil, mereka sudah jadi tontonan banyak orang. Dafa sebenarnya nggak tega ngelakuin itu ke ibunya, tapi ucapan ibunya sudah melewati batas. Bahkan nino lebih baik dari yang mereka ucapkan. Dafa menyesal mengenal mino dan menghoramatinya jika dafa tau sifatnya seperti itu.

"Ck. Gitu aja marah" gumam mino

Nino is NinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang