Bagian 4|| Kasus Kelas

1.2K 100 3
                                    

Avisha sampai di sekolah, ia tampak mengenakan hoddie ungu muda dan wajahnya tampak murung.

Sampai di kelas sebelas IPA matanya jengah, sepagi ini ia harus menyaksikan Revan dan Syila saling bertatap muka di depan kelas Syila, Avisha memutuskan untuk putar balik dan masuk kelasnya melalui depan kelas sepuluh, meski nanti ia akan berhadapan dengan Rara dan adik kelas lainnya yang pasti lebih baik dari pada harus menyaksikan kejadian yang begitu menyakitkan.

Kenyataannya Avisha belum sepenuhnya lupa akan perasaannya kepada Revan, hatinya masih terasa sakit jika menyaksikan kemesraan antara Revan dan Syila.

Kini Avisha memutar badannya dan akan berjalan menuju lantai bawah, baru saja ia memutar badannya terdengar suara lelaki yang memanggilnya. "Apishaaa," suara itu terlontar dari mulut Revan yang kini mendekat ke arahnya sambil menggandeng tangan Syila.

Avisha membalikkan badannya dan mendapati kejadian yang kurang enak dipandang itu. "Kenapa?" suaranya lirih mata Avisha menatap ke sembarang arah tanpa memperhatikan mereka berdua.

"Hai! Kamu Avisha ya? Kenalin aku Syila," Syila membuka suara dan mengulurkan tangan kanannya, mengajak Avisha untuk bersalaman.

Avisha menatap tajam cewek yang tingginya sama seperti tinggi badannya, ia membalas salaman tangan itu kasar sampai-sampai Syila meringis kesakitan. "Gue udah tahu kok lo Syila, tapi nggak seharusnya lo tahu kalo gue Avisha." Avisha semakin meremas kencang tangan Syila dan Syila hanya bisa tersenyum getir menatap Avisha

Revan mulai melepas kedua tangan yang menyatu itu, lantas Syilapun mengelus tangannya yang mulai memerah. "Sa lo apa-apan si? PMS ya lo?" Revan melontarkan kata yang membuat Avisha sangat malu pasalnya disitu ada Syila dan ada beberapa siswa yang berlalu-lalang menuju kelas.

"Gila ya lo, bisa nggak sih kalo punya mulut tuh di jaga," emosi Avisha naik ia lantas meninggalkan Revan dan Syila di tempat dengan langkah kaki yang kasar.

Setibanya ia di samping kelas ia hampir saja menabrak tubuh lelaki yang kini berdiri tegak di samping kelas.

"Alano?" Avisha tersentak kaget mendapati Alano berdiri disamping kelasnya.

"Hai!" Seperti disambar petir di pagi hari Avisha tak menyangka Alano bisa menyapanya lebih dulu, biasanya Avisha yang memulai percakapan atau hanya sekedar menyapa. "Kenapa? Kok bete?"

"Hah? Eh ini aku-"

"Nanti sore sibuk nggak? Aku mau ajak kamu pergi," ucap Alano memotong pembicaraan Avisha yang tampak gugup

Avisha merasakan petir itu menyambar dua kali apa Alano ngajak gue pergi? Apa dia ngajak gue nge-date ya? Batin Avisha sudah menduga-duga. "Nggak kok, mau ajak aku pergi kemana emang?"

"Eh bukan pergi, apa ya namanya?" Alano tampak berpikir sejenak. "Pokoknya kamu pake baju yang kaya olahraga gitu! Jangan pake dress nanti aku bawa kamu ke suatu tempat."

Baru saja Avisha menduga-duga jika Alano akan mengajaknya nge-date dan ia sudah berfikir akan meminjam dress Anya, ternyata ia disuruh memakai pakaian olahraga. "Oh gitu ya, yaudah," ucap Avisha terdengar lirih

"Nanti pulang bareng mau nggak? Biar aku tahu rumah kamu," sudah pasti Avisha sudah menduga alasan Alano mau mengantarnya pulang.

"Iya," kini Alano sedikit mengacak poni Avisha dan berlalu tanpa permisi.

Avisha melangkah menuju kelasnya, sesampainya ia di kelas mendapati Anya dengan mata yang sembab karena khawatir Avisha segera mendekat dan menanyakan apa yang terjadi, "Anya lo kenapa?" Avisha menatap sahabatnya dengan tatapan khawatir meski suasana hatinya sedang buruk tapi ia mampu mengondisikannya di tempat tertentu.

Persahabatan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang