Bagian 58|| Sebuah Jawaban?

276 28 10
                                    

Avisha mengabaikan beberapa pesan dati Alano yang sedari tadi menghubunginya, bahkan sekarang ia meninggalkan ponselnya didalam tas dan berjalan menuju kantin dengan angkuh.

Banyak sekali mata yang memandangnya bahkan sesekali Avisha mendengar cacian mereka, biarlah Avisha tak peduli ia terus berjalan karena tujuannya hanya satu kantin.

Disaat semuanya tengah sibuk memesan makanan dan mencari tempat duduk, Avisha sibuk mencari keberadaan Anya dan Ariala.

Matanya terus mencari dimana dia duduk sekarang, lihat. Mereka tengah berada di meja paling tengah di kantin ini, baiklah meskipun begitu niat Avisha tak akan goyah.

Ia berjalan menghampiri kedua orang yang ia cari, saat berjalan menuju meja tersebut ia berpapasan dengan perempuan yang membawa botol air mineral dan perempuan lainnya yang membawa es teh, dengan segera Avisha merebutnya dengan paksa dan ia lanjut berjalan menghampiri orang yang ia cari.

Ia tak memperdulikan teriakan kedua perempuan yang ia rebut minumannya, hingga saat sampai pada apa yang ia cari Avisha menuangkan es teh tepat di kepala Anya, lalu berlanjut menyiramkan air mineral ke tubuhnya.

Ya, Avisha melakukannya dengan wajah angkuh. Ini yang dia mau saat ini entah akan berapa orang yang akan membencinya namun inilah Avisha saat marah. Kau mulai permainan maka aku ikut permainanmu.

Anya memejamkan matanya, kepalanya sangat dingin karena es teh yang mengalir tiba-tiba di atas kepalanya, dan Ariala yang sedari tadi sudah sibuk mencaci Avisha.

"Gimana rasanya?" tanya Avisha dengan wajah dinginnya

Anya masih terdiam, ia tahu kenapa Avisha melakukan ini dan bagaimana Avisha bisa semarah ini.

"Avisha! Kamu ini bener-bener cewek nggak tahu malu! Dasar-"

"Diem lo!" cerca Avisha dengan dingin, hanya Ariala yang berani mengeluarkan suara saat ini karena semuanya hanya terdiam dan tak menyangka Avisha melakukan hal ini.

"Gimana rasanya jadi pengkhianat?" tanya Avisha sekali lagi sembari menatap Anya, "GUE TANYA, GIMANA?" teriaknya dan kini air matanya ikut mengalir

"kalo lo benci sama gue, cukup hancurin hati gue, cukup hancurin hidup gue. Lo nggak perlu bawa-bawa orang tua wahai Anya Nikmala yang terhormat!" tegas Avisha, ia memaksakan suaranya yang terisak-isak

"Kenapa? Kenapa diem aja?" tanya Avisha lagi, kini ia menarik dagu Anya agar menatapnya

"Anya, jawab gue-"

"Cukup!" balas Anya

"Lo pikir gue mau lakuin ini? Lo pikir semua yang terjadi atas dasar perintah gue? Emang bener kata orang Sa, lo tuh egois, cuma mau orang yamg pahami perasaan lo dan posisi lo. Sedangkan lo? Lo sendiri pernah pahami perasaan dan posisi orang nggak?"

Avisha terdiam, ia menatap Anya dengan penuh amarah

"Sekarang gue minta sama lo, lupain gue sebagai orang yang pernah jadi sahabat lo. Percuma! Bahkan lo nggak ada rasa peduli sama sekali sama sahabat sendiri!" ujar Anya, lalu ia berlalu dengan cepat dan Ariala segera menyusulnya

Avisha hanya terdiam, matanya sudah sembab sedari tadi dan orang-orang disekitarnya tak berani mengatakan apapun, mungkin mereka tahu jika Avisha berontak itu seperti apa.

Dan untuk posisi Avisha sendiri, entahlah mungkin ia akan mengadukan ini pada Ayahnya yang pada akhirnya Avisha akan tersingkir dari sekolah ini.

***

Avisha menunggu Revan di parkiran saat ini, sembari menunggu ia membuka ponselnya banyak panggilan masuk dari Alano namun Avisha tak mendengarnya.

Biarlah, Alano bisa pulang sendiri dan Avisha sendiri malas harus mengatakan alasan kenapa Avisha tak mengangkat panggilannya.

Persahabatan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang