Kenangan buruk seseorang bukanlah suatu keinginan, melainkan suatu kejadian yang hadir tak terelakkan.
Tak banyak mereka melupakan atau bahkan sebagian dari mereka mungkin berusaha melupakan meski kejadian itu terus membekas setiap detik di hidupny...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🌹
Alano mengacak rambutnya gusar, sudah beberapa kali ia mencoba paham dengan beberapa kertas dan map dihadapannya namun ini sangat sulit baginya, seseorang menghampiri Alano dan duduk di sampingnya.
"Ada yang mau ditanyakan, Mas?" tanya perempuan cantik itu
"Nggak usah deh, nanti saya tanya Papah aja!"
"Oh baik!" perempuan itu berlau meninggalkan Alano
Alano mencoba fokus dengan apa yang ia kerjakan, benar disaat libur sekolah ini Alano di perintah oleh Ayahnnya untuk belajar bisnis di kantornya, Alano pikir Ahdi akan mengajarinya secara langsung seperti apa yang di bicarakan, tapi sepertinya banyak tamu yang datang dan meminta bertemu langsung dengan Ahdi.
Alano mulai mengetik pembangunan riset-riset perusahaan, ada sedikit yang ia pahami. Ia fokus dengan layar notebook nya, namun beberapa detik kemudian ponselnya bergetar, sial baru saja mau fokus.
Namun, sepertinya Alano tidak minat mengangkat telepon tersebut, ia kembali mengetikkan sesuatu disana sampai pada panggilan ke tiga Alano berhenti dan mengangkat telfon tersebut.
"Hallo!" tanya Alano gusar
Benar tadi Alano tak sempat melihat siapa nama penelfon tersebut, namun saat mendengar suaranya ia jadi lebih tenang, tapi apakah mungkin Alano akan melanjutkan bertelfonan dengan Avisha di keadaan sesibuk ini, apalagi sekarang Avisha meminta untuk ditemani jalan.
"Eee tapi nggak bisa sekarang!" ucap Alano, "Avisha, kamu nggak pa-pa kan?"
Alano mengacak rambutnya gusar, namun tatapan seorang penuh wibawa itu refleks membuat Alano mematikan telfonnya.
"Jadi, kamu Alano Algibran? Putra tunggal Ahdi Algibran?" tanya lelaki itu, lalu ia duduk di hadapan Alano tanpa permisi
"Ya, maaf Bapak siapa ya?"
Lelaki itu tersenyum, lalu ia melihat sekeliling ruangan tersebut, "kalo misal nak Alano punya Bunda baru seneng nggak?"
"Ha?" Alano terkejut dengan pertanyaan lelaki itu, "sebenarnya Bapak siapa? Kenapa menanyakan hal seperti itu?"
Lelaki itu terkekeh, "ah tidak saya hanya basa-basi saja, ternyata putra Ahdi ini sangat sensitif," ujarnya
Lelaki itu mengeluarkan kartu nama dari saku jasnya, lalu ia memberikan itu di hadapan Alano.
"Apa ini?" tanya Alano dengan raut wajah yang kebingungan
"Itu kartu nama saya, siapa tahu kamu butuh!"
"Untuk apa saya butuh anda? Memangnya anda siapa?"
Lelaki itu tersenyum, menyebalkan sekali bocah ini, begitulah pikirnya.
"Simpan saja, jika nak Alano ini tidak mau juga bukan masalah," ujar lelaki itu dengan sabar, "oh ya, kalo boleh saya tahu tadi kenapa tiba-tiba mematikan panggilannya?"