Bagian 54|| Pertemuan

267 29 1
                                    

.
.

Pagi ini Avisha diantar Revan, dan tentu saja Bisma ikut mendampinginya, semenjak masalah artikel itu mereka sangat menjaga Avisha menghalangi siapapun yang menyakitinya.

Seperti saat ini, Avisha seperti memiliki dua bodyguard, banyak mata yang memandang remeh dan beberapa orang menggunjing Avisha karena bersifat sangat manja, tidak dapat mengahadapi masalahnya sendiri.

Sampai pada saat itu Bisma merangkul bahu Avisha, ternyata ia membawa Avisha ke taman sekolah begitupula Revan yang mengikutinya.

Meski sedikit ramai, namun Bisma yakin orang yang tengah berada di taman tak akan menggunjing mereka, karena kebanyakan siswa-siswi yang berada di sana membicarakan hal yang penting dan bersifat pribadi.

"Kenapa bawa gue kesini?" tanya Avisha

Bisma menghela nafasnya sejenak, "sekarang artikel itu udah nggak ada, bokap udah datangin jurnalis nya langsung!"

"Iyakah?" tanya Avisha

Bisma mengangguk, Revan tampak mendekat ke arah Avisha ia mengusap bahu temannya itu, "kenapa? Masih khawatir?"

Avisha tersenyum memandangi kedua sahabatnya, "gue sangat berterimakasih banget sama kalian, tapi meskipun artikel itu udah nggak ada, nggak akan menghapus rasa benci orang-orang ke gue."

Dunia ini semakin kejam untuk Avisha bertahan, bahkan dunia tak mengizinkan Avisha tersenyum, buktinya sekarang Avisha kembali terisak ada rasa sedikit tenang dan rasa takut yang mendominasi.

Revan meraih tubuh Avisha dan memeluknya, ia mengusap bahu Avisha dengan lembut, "gue udah bilang sama lo, gue akan selalu disamping lo!"

"Gue akan lindungi lo, gue akan halangi siapapun yang berani nyakitin perasaan lo!" lanjut Revan

Avisha membalas pelukan Revan, pada saat itu juga tangisnya pecah. Dasar hanya untuk begini saja Avisha cengeng.

Bisma tersenyum melihat mereka berpelukan, greget sekali rasanya melihat mereka. Jika Avisha cinta Revan ya tinggalkan saja Alano bahkan untuk bertahanpun akan menyakiti perasaannya sendiri.

Sekarang Bisma sering mendengar Avisha curhat, termasuk permasalahannya dengan Alano. Hubungannya sudah tak sehat, mereka sudah tak saling percaya.

***

Dikto tersenyum memandangi foto profil seseorang dari ponsel anaknya, cukup lama hingga akhirnya Ihza melihat Ayahnya tengah tersenyum menyeringai disana.

"Pah! Papah liat apa?" tanya Ihza sembari melihat ponselnya, ia segera mengecek dan ternyata Dikto tengah memandangi foto Avisha disana

"Pah? Kenapa?"

Dikto hanya tersenyum, "kamu ini terlalu baik, dia bukan adikmu bahkan kamu sendiri sudah dengar dari mulut si Ahdi."

"Mana mungkin Pah, Avisha itu adikku aku yakin, bahkan sedari kecil sampai aku terpisah pun aku masih menyayanginya, aku menyayangi adikku pah!"

"Terserah kamu saja, memangnya kamu akan melakukan hal yang luar biasa? Sampai-sampai kamu sangat membela Avisha?"

Ihza mengeratkan tangannya pada jas yang ia kenakan, rasanya sakit mendengar kata itu keluar dari mulut Ayahnya.

Dikto terkekeh, "sudahlah tidak penting, lanjutkan pekerjaanmu!"

Setelah itu Dikto berlalu meninggalkan ruangan kerja Ihza, sepatutnya Dikto menjaga privasi Ihza karena ini ruangan pribadi. Ya meskipun Dikto adalah pimpinan disini.

"Aku harus cepat selesaikan semuanya, Avisha ayo kita pergi kita tinggalkan manusia-manusia tamak!" gumam Ihza

***

Persahabatan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang