Bagian 49|| Egois

292 30 5
                                    

Klik bintang👇
.
.

Anya tampak lelah malam ini, semester awal ini akan banyak kejutan. Menghadapi berbagai ujian dan praktik membuatnya mau tak mau harus les setiap hari.

Seperti malam ini, pukul sembilan malam ia tampak berjalan menuju pintu rumahnya dengan mata sayu, ia baru saja turun dari taxi online karena hari ini Arkan bilang ia tak bisa menjemputnya.

"Aku pulang!" ujar Anya ketika membuka pintu

Namun pemandangan yang ia lihat saat masuk membuatnya terdiam di tempat, Ariala? Ada urusan apa lagi dia.

"Kalo gitu aku pamit pulang ya om!" pamit Ariala lalu Arkan mengiyakan

Ariala berjalan melewati Anya yang masih terdiam di tempat menatap kepergiannya, sedangkan Ariala dia terlihat senang namun anehnya ia tak menyapa Anya malam itu.

"Ada urusan apa Aril-"

Plak

Tamparan itu sukses membuat wajah Anya berpaling, perih. Sungguh

"Pa?"

"Papa sudah bilang, berhenti bergaul dengan Avisha!" teriak Arkan di depan wajah Anya, "lihat!"

Arkan menunjukkan ponselnya yang menampilkan artikel tentang dirinya 'Anak pengusaha kuliner ini berteman dengan pemilik toko yang hampir bangkrut karena hutang?'
Disana jelas foto dirinya bersama Avisha tengah tertawa lepas saat di kelas, jelas siapa lagi jika bukan Ariala yang melaporkan.

"Acara makan malam pembisnis tingggal beberapa hari lagi, dan lihat? Apa yang kamu perbuatan hah?!"

Tanpa sadar Anya menangis, ia tak berani menatap mata Ayahnya, sungguh Arkan tampak menyeramkan malam ini.

"Ma maaf-"

"Diam!" potong Arkan

Aril sialan batin Anya

"Shinta sudah menerima tawaran papa, dia bekerja di bawah papa, sekarang kamu pilih hidup teman kamu menderita atau jauhin dia?"

Anya sempat terkejut, namun ia lebih memilih bungkam untuk memohon saja sepertinya dia kalah, ia hanya bisa mengangguk dengan kepala tertunduk.

"Bagus," ujar Arkan, "sekarang kamu belajar, jadilah yang pertama meski sekarang kamu berteman dengan Ariala kamu harus tetap menjadi yang pertama."

Arkan berlalu, kini Anya hanya bisa menatap punggung Ayahnya yang mulai menjauh. Harus seperti inikah? Persahabatan yang terjalin lama harus berhenti sampai sini?

***

Avisha tengah berbaring di atas sofa sembari menatap layar ponselnya yang amat dekat dengan wajahnya, sedetik kemudian

Plukk

"Aaah," Avisha meringis saat ponselnya jatuh tepat diatas wajahnya, dengan segera ia terduduk dan mengelus dahinya yang malang.

Avisha mengerucutkan bibirnya, tidak terlalu sakit sih tapi, malam ini dia sangat bingung harus melakukan apa, belajar? Malas, chattingan? Sama siapa? Alano les malam ini.

"Mama kok nggak pulang-pulang sih," sungut Avisha sembari menscrool kontak, ia mencari seseorang yang tepat untuk diajak pergi.

Selalu saja Avisha sendirian di rumah,  Shinta jadi sering pulang malam dan saat hari minggupun ia pergi, dan membuat Avisha harus melakukan apa-apa sendiri. Termasuk memasak, meski hanya masak mie instan

Revan is calling

Avisha menekan tombol hijau, tidak biasanya Revan telfon malam-malam

"Heh!"

Persahabatan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang