"Kak, boleh bantuin aku ngerjain tugas gak?" Tia menyodorkan buku-nya.
Haykal mengadahkan kepalanya. Mengalihkan tatapannya dari ponsel ke arah seorang gadis yang menatap memohon. Dia mengambil buku tersebut. Selagi bisa, kenapa tidak. Berbagi ilmu itu indah.
Tia sudah bersorak kegirangan, "Yang ini kak," tunjuknya.
Haykal mulai mengerjakan soal yang Tia tunjuk. Dan sekali-kali mulai menjelaskan jika Tia bertanya.
"Ngerti?"
"Ngerti!"
"Coba kerjain soal yang gua kasih."
Tia mengambil pulpennya, mulai mengerjakan soal yang Haykal berikan. Terlihat sangat teliti.
Cukup mudah mengajarkan Tia. Tentu, otak gadis itu memang sudah lancar dan cair.
Dari arah jauh, Aya memperhatikan pemandangan yang cukup membuat hatinya ngilu. Kembali lagi dia merasakan rasa cemburu yang dulu.
"Kenapa di sini?"
Suara bariton dari belakangnya, membuatnya secara cepat berbalik. "Papa!" kejutnya.
"Lagi ngapain? Kok nangis?"
Aya mengusap kasar air mata dan hidungnya, "Tadi ada debu,"
Zavier terkekeh. Dia mengacak rambut Aya gemas, "Pasti cemburu ya lihat Haykal sama Tia?"
Aya dengan polosnya mengangguk.
"Kalo cemburu, kenapa tadi bilang gakpapa sama mama?" sindir Zavier.
Kepala Aya menunduk, "Aya gak mau mama marah. Lagian kan kak Haykal harus tanggung jawab juga,"
Zavier memperhatikan wanita polos dan lugu di depannya. Dari awal Zavier melihat Aya, dia sungguh menyetujui jika Aya menjadi pendamping hidup putranya. Aura Aya selalu memberikan dampak positif membuatnya bahagia.
'Kamu polos dan gak ngerti apa-apa, tapi papa bingung dan kurang percaya sama berita itu,' batinnya.
"Papa," panggil Aya melambai-lambai di depan Zavier.
Zavier berdeham, "Kamu samperin mereka sana. Jangan nangis lagi. Papa gak mau denger menantu papa nangis. Oke?"
"Oke!" Aya memberi jempolnya.
"Bagus. Papa duluan ya," Zavier mengusap lembut puncak kepala Aya sebelum berlalu masuk.
Aya merasakan kehangatan di atas kepalanya. Dia rindu elusan papanya. "Papa, Aya kangen,"
Ingin sekali Ia menghubungi Zafran dan Emily, tapi dia tau pasti kedua orang tuanya tak mengangkat. Percuma, bukan?
***
Lagi dan lagi. Pagi ini Haykal kembali berangkat bersama Tia. Cukup lelah Aya melihatnya.
Lihatlah, bahkan sekarang Tia sudah berjalan menaiki motor Haykal dibantu oleh cowok itu. Di depannya terdapat Syena yang tersenyum memperhatikan.
"Kak," panggil Aya memberanikan diri untuk memanggil.
Haykal dan yang lainnya menoleh. Haykal berjalan menghampiri Aya yang sudah menampilkan raut yang Haykal pastikan sedang tidak mood. "Kenapa?"
"Kamu boleh gak sekolah hari ini gak?" tanya Aya takut.
"Emang kenapa?"
Aya memahami raut bingung dari wajah Haykal, "Aku pengen sama kamu hari ini," Selain ingin bersama Haykal, dia juga ingin agar Haykal tidak jadi berangkat bersama Tia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Disappointed.
Novela JuvenilAku kecewa terhadap diriku. Aku kecewa terhadap logika otakku. Aku kecewa kepada semua yang ada dalam diriku. Aku kecewa karena hanya memikirkan diriku saja. Kesalahan terbesarku membuatku menjadi membenci diriku sendiri. Musuh terbesarku adalah aku...