Seorang perempuan dengan seragam putih abu-abunya berlari mengejar mahasiswi di depannya. Dia tidak mempedulikan pandangan aneh dari mahasiswa-mahasiswa di sekitarnya.
Tentu saja ditatap aneh. Bayangkan, dia ibaratkan anak bocah SMA yang salah memasuki gedung.
Jika ini bukan hal penting, dia tidak akan ke tempat ini. Walau pun pacarnya kuliah disini, tetap saja dia tidak ingin kesini.
Apalagi ada seorang perempuan yang sangat dia benci ada disini. Perempuan yang sekarang sedang berjalan dengan anggunnya, membuat para lelaki di sekitaran koridor menatap kagum.
Cih! Persetan dengan kecantikan perempuan ini.
Tangannya dengan segera menarik tangan perempuan ini. Tidak peduli pekikan terkejut dari perempuan gila ini.
"WOI! Apaan sih lo!? Tangan gua merah tau!" dengus seorang perempuan yang wajahnya memiliki pesona luar biasa. Cantik, pintar, aktif, mapan, intinya sempurna.
Tapi tidak untuk gadis SMA yang sekarang sedang menatap benci mantan kakak kelasnya.
"Ngapain lo liat gua kek gitu!?"
"Gak seneng hah!? Mata-mata gua!"
Ingin sekali Riexa menjabak rambut anak SMA di depannya. "Mau ngapain lo disini hah!? Masih sekolah juga udah bolos-bolos aja otaknya-,"
"Bukan urusan lo!" ketus Rayya dengan tangan dia lipatkan di dada. Seolah menantang mantan kakak kelasnya ini.
Kedua alis Riexa terangkat melihat sikap Rayya yang sok belagu itu.
"Kenapa lo liat gua gitu!? Gak seneng hah!?"
"Sorry ya, gua gak ngeladanenin orang gila kek lu. Ini bentar lagi gua ada mata kuliah, jadi untuk ngurusin lu? Sorry gak guna!"
Rayya mencekal tangan Riexa. Tidak peduli bekas yang sebelumnya sudah memerah. Biarkan saja gadis manja ini merasakan ini, "Gua mau ngomong!"
"Ngapain sih!? Jangan pegang-pegang gua!" Riexa menghempaskan tangannya dari cekalan yang sangat perih. Sepertinya dia harus membeli obat merah nanti.
"Gua mau lo ngejelasin semua yang udah lo lakuin sama Aya selama beberapa bulan yang lalu!" ujar Rayya penuh penekan.
Gadis yang sedang membenarkan pakaian mahalnya ini mengkerutkan keningnya. Aya? Sudah lama dia tidak mendengar nama itu. "Kenapa? Masih hidup dia?"
"JAWAB!"
"Oh masih hidup. Kirain udah mati,"
Dengan sekuat tenaga Rayya menahan tangannya yang gatal untuk menarik rambut yang berwarna coklat. Huh seperti kotoran. "Gua nyuruh lo jelasin!"
"Iya-iya santai aja sih," Riexa menepuk pundak gadis di depannya, tapi segera ditepis kasar. "Ups! Galak banget," ringisnya, "Oke-oke gua jelasin! Dasar bocah!"
"Cepet!"
Riexa membuka tas jinjingnya ini, lalu mengambil file yang berwarna merah. Belum saja dia menyodorkan ke bocah SMA ini, tapi segera dirampas kasar. "Emang gak ada akhlak ni bocah,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Disappointed.
Teen FictionAku kecewa terhadap diriku. Aku kecewa terhadap logika otakku. Aku kecewa kepada semua yang ada dalam diriku. Aku kecewa karena hanya memikirkan diriku saja. Kesalahan terbesarku membuatku menjadi membenci diriku sendiri. Musuh terbesarku adalah aku...