Brak!
"Shh, sakit kak," Aya meringis merasakan punggungnya yang berbenturan dengan tembok bebatuan di belakangnya.
"Sakitan itu atau kata-kata papa tadi?"
"Sakitan kata-kata papa," Baru saja Aya ingin memeluk Haykal, tetapi cowok itu lebih dulu mendorongnya.
"Nggak usah sentuh gua!"
Aya mengangkat kepalanya. "Aku mau meluk kamu. Aku peng—,"
"Gua jijik dipeluk cewek murahan kayak lo." sarkas Haykal.
Tes!
Setetes cairan bening kembali turun melewati pelupuk mata Aya. Dia kira Haykal mengajaknya keluar karena ingin menenangkannya. Ternyata dia salah. Semua orang sudah membencinya.
"Lo pernah gak mikir bahwa hidup lo tuh gak lebih dari seorang beban. Lo beban di keluarga gua. Lo harus inget itu." ujar Haykal menatap Aya datar.
Mata yang selalu membuat Haykal luluh, namun sekarang tidak. Haykal malah jijik dengan tatapan tersebut. Tatapan yang mengingatkannya pada semua drama yang Aya buat.
"Gua minta lo jelasin."
Aya meredakan tangisannya, "A-aku gak tau hiks. Aku gak ngerti kenapa bis-a ka-yak gini,"
"NGGAK USAH DRAMA DI DEPAN GUA!" bentak Haykal.
Tubuh Aya bergetar. Bentakan Haykal tepat di depannya sungguh membuatnya takut dan juga terkejut. "A-ak—,"
Haykal menangkup dagu Aya. "Mendingan lo mati. Hidup lo gak ada gunanya!"
Aya merasakan cengkraman di dagunya sangat keras, "Sakit,"
"Sakit?"
Plak!
"Sakitan mana dari yang tadi heum?" Haykal sudah dikuasai oleh amarahnya. Semarah-marahnya dia, tapi baru kali ini dia bermain fisik kepada seorang perempuan.
Dia benci berada disituasi seperti ini. Dari dulu Haykal tak suka dipermainkan oleh sebuah takdir yang mengakibatkannya harus jatuh ke jurang paling dalam.
Aya kembali merasakan aroma menyengat dari sudut bibirnya. Darah.
Bugh!
Kedua mata Aya terpejam saat Haykal melayangkan kepalan tangannya ke arah dinding di sebelahnya. "Maafin aku,"
"GUA GAK BUTUH MAAF LO BANGSAT!"
Haykal menggertakan giginya, "Gua benci jalan takdir gua. Gua nyesel terima lo ada di hidup gua!"
Aya menggigit bibir bawahnya, "Aku emang sayang sama kamu. Aku emang cinta sama kamu. Tapi jujur, sama sekali gak ada niatan aku untuk bisa kayak gini. Aku gak tau kenapa ada bibit kecil dalam perut aku,"
Sungguh Aya sangat tak kuat mengucapkan kata selanjutnya, "Kenapa dari awal aku kasih tau kamu tentang aku hamil ya. Harusnya aku gugurin kandungan ini biar kita bisa sama-sama bahagia. Setidaknya nyelematin masa depan kamu yang tinggi,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Disappointed.
Fiksi RemajaAku kecewa terhadap diriku. Aku kecewa terhadap logika otakku. Aku kecewa kepada semua yang ada dalam diriku. Aku kecewa karena hanya memikirkan diriku saja. Kesalahan terbesarku membuatku menjadi membenci diriku sendiri. Musuh terbesarku adalah aku...