Wish

732 90 9
                                    

Plan sedang mengelap gelas dan menaruhnya kembali ke tempatnya. Lalu ia pun melihat ke sekeliling. Suara musik itu terus saja menggema dan orang-orang itu pun meliuk-liukan badan mereka sesuatu irama musik.

Plan baru saja tersenyum saat seorang pria tampan duduk di depannya dengan gagahnya. Sejenak, Plan terpana akan ketampanan pria itu. Namun, dia kembali tersadar saat seorang wanita mendatangi pria tampan itu dan menempelkan dadanya di lengan sang pria.

"Khun, mau pesan apa?" tanya Plan ramah. Ia bahkan tersenyum dan ini membuat pria yang ada di depannya kini yang terpana.

"Martini," jawanya singkat. Sedangkan si wanita, terus saja mencium bagian leher si pria dengan tidak tahu malunya.

"Ini, khun," Plan menyerahkan minuman Martini nya kepada pria tersebut.

"Terima kasih," jawab si pria itu ramah.

"Maaf, bisa kau tinggalkan aku," pria itu menyuruh si wanita itu pergi. Jalang itu pun pergi meninggalkan pria tersebut.

"Kenapa khun menolaknya. Dia sangat cantik dan sepertinya dia menyukai khun," ujar Plan ramah.

"Aku lagi pengen sendiri," jelas si pria.

Plan hanya mengangkat bahunya acuh. Toh itu bukan urusannya. Tugasnya hanyalah menyajikan mereka minuman yang mereka pesan

"Aku baru melihatmu di sini. Kalau boleh tahu siapa namamu?" tanya pria tampan itu.

"Plan. Plan Rathavit," jawab Plan.

"Aku, Mean. Mean Phiravich," pria yang bernama Mean Phiravich itu pun menyodorkan tangannya kepada Plan. Plan pun menerimanya.

Plan kembali meracik minuman karena ada seorang pria yang datang memesannya. 

Mean terus memperhatikan Plan yang dari tadi terus meracik minuman itu. Matanya tak henti-hentinya menatap wajah Plan. Pria yang ada di depannya ini begitu cantik, pikir Plan.

"Apakah kamu karyawan baru?" tanya Mean lagi karena tadi Plan tidak meresponnya.

"Tidak. Aku karyawan lama. Aku mengambil cuti selama hampir satu bulan karena mae ku saki. Jadi aku mengurusnya dan aku baru malam ini kembali bekerja," ujar Plan. Ada nada sedih di sana.

"Apa maemu sakit?" tanya Mean.

"Hmm. Dan sekarang dia sudah tenang di atas sana," Plan mengusap air matanya yang tiba-tiba saja jatuh.

"Maaf! Aku tidak bermaksud," Mean merasa bersalah.

"Tidak. Kau tidak salah. Aku senang karena kau mau mendengar curhatanku," Plan tersenyum agar Mean tidak merasa bersalah.

Entah kenapa, Plan tiba-tiba mengeluarkan unek-uneknya yang dipendamnya selama beberapa hari ini kepada pria yang entah baru saja dikenalnya. Ia tiba-tiba merasa nyaman di dekat Mean. 

Seharusnya dia memang tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Mae nya pasti tidak suka melihatnya seperti itu. Ia masih punya tanggung jawab. Perth adiknya membutuhkannya.

Sejak kejadian itu, Mean sering datang ke cafe Have. Sang pemilik, Gong juga tahu sepertinya Mean menyukainya.

Gong bahkan selalu menggoda Plan saat Plan terlihat tidak sibuk. Ia melakukan itu karena senang melihat pipi Plan yang merah bak tomat rebus saat menyebut nama Mean.

Plan juga tertarik saat pertama kali bertemu dengan Mean. Tapi ia sadar, prioritas utamanya sekarang adalah sang adik. Ia tidak ingin karena urusan cinta, sang adik terbengkalai. Jadi, sebisa mungkin, Plan selalu mengalihkan pembicaraan saat Mean akan mengutarakan isi hatinya.

Oneshoot (Meanplan_Tincan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang