Plan duduk termenung setelah mendengar perkataan seorang dokter yang mengatakan kalau ibunya itu sedang kritis dan akan segera dioperasi. Dokter itu membutuhkan izin dari Plan untuk mengoperasinya. Tapi itu tidak segampang yang dikira. Apalagi operasinya itu membutuhkan uang yang sangat banyak.
Ibunya mengidap penyakit kanker yang langka. Cuma beberapa di antara mereka yang pernah mengalaminya. Plan bingung. Di mana, dia akan mendapatkan uang itu. Ia bahkan baru dipecat oleh bosnya di sebuah restoran karena dia tanpa sengaja menjatuhkan piring yang berisi makanan yang sudah di pesannya. Sebenarnya yang pecah juga tidak banyak. Cuma satu piring saja. Ia bahkan sudah beberapa kali meminta maaf, tapi, dasar Bosnya saja yang suka marah-marah dan tidak mau mendengar penjelasannya.
Ini sudah tengah malam, tapi Plan sangat membutuhkan uang itu secepatnya. Apa yang harus dia lakukan sekarang. Nyawa ibunya terancam tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Ingin rasanya dia berteriak agar beban pikirannya itu bisa lepas.
Plan keluar dari rumah sakit hanya untuk mencari udara segar. Ia terus menelusuri jalan raya itu dan entah ke mana tujuannya. Intinya, dia hanya ingin menenangkan pikirannya.
Tiba-tiba, sebuah koran terbang menutup matanya karena dibawa oleh angin. Malam itu memang angin sangat kencang. Ia bahkan tidak peduli walaupun dinginnya malam itu dia tidak merasakan apapun karena pikirannya sedang kacau.
Plan tadinya ingin membuang koran tersebut tapi dihentikannya karena ekor matanya menangkap kalau ada sebuah lowongan pekerjaan yang ada di sana.
Plan melihat koran itu dan benar saja memang ada. Tapi mereka memerlukan seorang perempuan untuk memasak, membersihkan rumah dan mengurus seorang anak. Gajinya juga lumayan besar karena dia mengerjakan tiga tugas sekaligus. Karena itulah Plan tertarik.
Bagaimana ini? Dia itu seorang pria dan yang mereka butuhkan adalah seorang perempuan. Tapi apa yang mereka butuhkan ada pada dirinya. Membersihkan rumah, memasak dan mengurus anak, dia bisa. Lalu apa yang salah? Cuma gendernya saja yang beda. Pisang dan kacang.
Akhirnya dia mencoba menelpon nomor yang ada di koran itu. Tersambung. Orang di seberang menyuruhnya datang ke alamat yang sudah tertera di koran pada besok pagi.
Keesokan paginya, Plan pun datang ke alamat yang ada pada koran itu. Ia datang setelah mengatakan kepada dokter yang menangani ibunya. Plan menyuruh sang dokter bersabar. Ia berjanji akan membawa uang itu secepatnya. Dan sekarang di sinilah Plan berada. Di depan rumah mewah keluarga Phiravich. Ya, orang yang membutuhkan tenaga kerja itu adalah keluarga Phiravich.
Plan masuk ke dalam rumah itu, sang satpam membawanya masuk. Plan menganga melihat rumah itu yang besarnya seperti istana. Apakah pantas dia berada di rumah itu mengingat derajatnya yang begitu rendah.
Ia hanyalah seorang anak miskin yang sudah ditinggal bapaknya semenjak dia masih di bangku sekolah dasar. Semenjak bapaknya meninggal, hidupnya semakin susah. Ia bahkan tidak lulus SMA karena tidak ada uang untuk membiayai uang sekolahnya. Ia terpaksa bekerja untuk membantu sang ibu untuk menunjang kehidupannya sehari-hari. Tapi, tiga tahun yang lalu, ibunya mengidap penyakit kanker langka dan semakin hari penyakitnya semakin parah. Dan tadi malam lah puncaknya. Ibunya kritis, dan harus segera dioperasi.
"Apakah kau yang menelpon tadi malam?" suara Mean bertanya.
"Iya, tuan. Namaku, Plan. Plan Rathavit." Suara Plan gugup tapi dia berusaha senormal mungkin agar tidak terlihat gugup.
"Apakah kau sadar, yang ku butuhkan itu seorang perempuan? Dan kau ini seorang pria. Apa yang bisa kau lakukan?" suara Mean mengintimidasi.
"Ya, tuan. Saya memang seorang pria, tapi saya yakin kalau saya bisa," Plan menjawab tegas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshoot (Meanplan_Tincan)
Short StoryKumpulan oneshoot #meanplan❤ #tincan ❤ #2wish💙💚 Mengandung 🔞+ jadi yang di bawah umur harap jauh-jauh. Tapi kalau nekat baca dosa di tanggung sendiri. Meanplan fanfiction