Flashlight

797 96 33
                                    

Sorry for typo, don't forget to vote and comment.

_________________

Mean sedang duduk sendirian di tepi ranjang kamarnya sambil menangis dan ketakutan. Entah kenapa, dia paling takut yang namanya gelap. Gelap menjadi trauma tersendiri buatnya. Apalagi pas kilat datang menyambar tubuh Mean langsung bergetar hebat.

Seperti saat ini, dia sedang meringkuk di pojok tempat tidurnya sambil sembunyi dari petir yang bergemuruh dan pada malam hari ini juga mati lampu. Tubuh Mean sudah bergetar dari tadi ia bahkan menutup telinga dan memejamkan matanya sambil menangis sesegukan.

"Ibu," panggil Mean namun itu dalam hatinya karena suaranya seakan tercekat di tenggorokannya karena ia hanya mampu menangis sesegukan.

"Ibu, ayah, aku takut!" Mean kembali menutup telinganya ketika kilat datang menyambar.

Perrrr!

Entah kenapa hujan malam ini begitu deras dan sialnya kenapa ia turun ketika tengah malam di saat orang-orang pada sedang asyik terlelap namun tidak dengan Mean. 

Mean sedang melawan maudnya. Tubuhnya bergetar, ketakutan, tidak bisa bernafas dan menangis. Entah sampai kapan dia akan seperti itu. Orang tuanya malah sedang asyik dengan dunia mimpinya tanpa melihat anaknya yang sedang menangis dan ketakutan di kamarnya. Ia paling benci mati lampu, itu sama saja neraka buatnya. Entah kenapa, kalau saat mati lampu Mean tidak bisa bernafas seakan tubuhnya dihimpit oleh bebatuan yang sangat besar dan seakan ia berada di ruangan yang paling sempit dan setiap saat dia akan mati karena kekurangan oksigen.

Tiba-tiba ada sebuah sinar lampu yang mengarah ke kamarnya. Sinar lampu remang-remang itu seakan seperti cahaya kehidupan buat Mean. 

Mean membuka matanya dan meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Namun ia kembali menutup matanya kembali karena sekelilingnya masih gelap. 

Lagi. Sinar itu kembali menerangi kamarnya walaupun cuma sedikit karena terhalang oleh gorden jendela kamarnya.

Mean memberanikan dirinya untuk berdiri dan berjalan ke arah cahaya itu. Ia membuka gordennya agar sinar cahaya itu masuk ke kamarnya. Rupanya itu adalah sinar cahaya dari rumah yang tidak jauh dari rumahnya. Entah siapa orang yang baik hati itu yang mau menyalakan lampu senternya untuk dirinya. 

Hujan sudah berhenti begitu juga dengan petir itu. Mean bisa sedikit bernafas karena tidak takut lagi sama petir tersebut. Namun, lampu masih mati. Tapi tidak apa, ada cahaya senter yang mengarah ke arah kamarnya. 

.

.

Plan kaget ketika suara petir menyambar. Tadi dia sedang mimpi indah, ada seorang anak kecil yang seumuran dengannya sedang bermain gitar. Anak kecil itu sedang bernyanyi lagu Yood, Groove Riders.

Plan sadar, kalau tetangganya itu paling takut kalau mati lampu karena dia sering melihat Mean kecil dulu menangis dengan tubuh gemetaran saat mati lampu. Ia segera mengambil senternya tidak peduli walaupun sebenarnya dia juga takut. 

Plan meraba-raba laci dekat tempat tidurnya dan mengambil senter yang biasa ditaruhnya. Senter itu adalah senter pemberian mendiang ibunya dulu. Ibunya sudah meninggal dua tahun yang lalu ketika dia masih berumur 6 tahun. Senter itu selalu menemaninya setiap mati lampu jadi dia tidak perlu merasa takut lagi kalau mati lampu. Dan sekarang dia tahu ternyata bukan hanya dirinya yang tidak suka sama gelap tapi tetangganya juga jadi, dia pun mengarahkan senternya tepat ke arah kamar Mean. Karena Plan pernah melihat Mean duduk termenung di balkon kamarnya karena itulah dia tahu di mana letak kamar Mean.

Oneshoot (Meanplan_Tincan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang