"Selamat datang di rumah," ujar Plan kepada Mean saat mereka sudah sampai di rumah.
Mean tersenyum. Akhirnya ia bisa kembali ke rumahnya setelah sekian lama. Ke keluarganya dan juga cintanya.
Plan mendorong kursi roda Mean untuk memasuki rumahnya. Ia bahagia karena Mean telah kembali. Setelah sekian lama, akhirnya mereka bisa berkumpul kembali.
Mean menangis. Ia terlalu bahagia. Ia tidak menyangka kalau tuhan masih mau memberinya kesempatan lagi untuk berkumpul bersama keluarga kecilnya.
Ia sungguh bahagia karena Plan mau menemaninya dan tidak pernah meninggalkannya selama dia sakit. Ia kira Plan akan pergi meninggalkannya setelah melihat kondisinya yang seperti itu. Mean koma.
Plan langsung memeluk Mean dari belakang dan mengelus tangannya. Sungguh ia bahagia.
"Maafkan aku, Plan!" Mean masih menangis sesegukan di pelukan Plan.
"Aku sudah memaafkanmu jauh sebelum kau meminta maaf, Mean," jelas Plan. Ia melepaskan pelukannya dan menghadap Mean.
Oh, sungguh Mean masih tampan dan gagah sama seperti pertama kali mereka bertemu dulu. Plan akui walaupun wajah Mean memang masih sedikit pucat. Namun Mean seakan tidak pernah berubah atau menua padahal ini sudah lima tahun berlalu.
"Aku salah, maafkan aku!" Mean semakin menangis dan kembali memeluk Plan.
"Sudahlah," Plan mengelus punggung Mean menenangkannya dan Mean pun berhenti menangis.
"Di mana, Dee?" tanya Mean setelah dia berhenti menangis.
"Di kamar. Phi Pae bilang dia baru saja masuk dan akan tidur," jelas Plan.
"Boleh aku melihatnya?" Plan pun membawa Mean ke kamarnya.
Dan benar saja. Bocah tujuh tahun itu tengah terlelap di atas kasurnya. Bibirnya bahkan menyunggingkan sebuah senyuman.
"Dia sungguh tampan," ujar Mean mengelus kepala Dee.
"Sama seperti ayahnya," Plan tersenyum.
"Aku memang bodoh! Seharusnya aku tidak mudah percaya apa yang dikatakan Neena waktu itu," Mean merutuki kebodohannya.
"Sudahlah. Semua sudah berlalu. Aku tidak menyalahkanmu," jelas Plan mengelus punggung Mean.
Mean menatap istrinya. Sungguh dia sangat merindukan Plan. Sudah lima tahun dia terbaring di tempat tidur.
"Kau tidak berubah. Kau masih tetap cantik, Plan," ujar Mean mengelus wajah Plan. Saat ini mereka tengah duduk berhadapan sambil melihat Dee di kamarnya.
"Kau juga. Sangat tampan!" Plan tersenyum. Ia menyatukan keningnya dengan kening Mean.
Wajah mereka sangat dekat hingga mereka dapat merasakan nafas mereka masing-masing.
Cup~
Plan mengecup bibir Mean singkat. Lalu ia pun tersenyum. Kini Mean yang menempelkan bibirnya di bibir Plan dan bergerak secara pelan-pelan.
Mereka berciuman secara lembut dan halus. Semakin lama semakin menuntut. Mean melesakkan lidahnya masuk ke rongga mulut Plan.
"Nghhh," satu desahan lolos dari mulut Plan.
Mean semakin memperdalam ciumannya saat mendengar suara desahan Plan. Plan pun membalasnya. Lalu mereka pun berciuman lama.
Mean melepaskan ciumannya saat mereka hendak kehabisan nafas. Dan mereka pun saling bertatapan. Mereka berdua menyunggingkan sebuah senyuman.
Plan mengelus wajah Mean. Sungguh ia sangat bahagia. Lalu ia pun kembali mengecup bibir Mean dan memeluknya.
"Ayo kita keluar. Aku takut nanti Dee akan bangun," ujar Plan. Mean mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshoot (Meanplan_Tincan)
Historia CortaKumpulan oneshoot #meanplan❤ #tincan ❤ #2wish💙💚 Mengandung 🔞+ jadi yang di bawah umur harap jauh-jauh. Tapi kalau nekat baca dosa di tanggung sendiri. Meanplan fanfiction