14. Peri kecil?

323 64 4
                                    

Happy Reading❤

Adit duduk di bangku rumah sakit yang berderet panjang, ia memang ikut menjenguk Nadjwa kerumah sakit namun sebaiknya ia duduk diam di banding harus masuk dan berurusan dengan Abi.

Arkhan, Nadiya, Dina dan Abi kini berada di dalam ruangan untuk menemani Nadjwa yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

"Gue gak ngerti lagi kenapa si Jua bisa kayak gini." Arkhan melihat Nadjwa dengan tatapan iba.

"Kalau terjadi apa-apa sama Jua, gue pastiin Adit juga habis ditangan gue Ar," ucap Abi marah.

"Jangan gitu bang, kita juga kan belum tau penjelasan nya," sambung Nadiya.

"Apa lagi yang perlu di jelasin Nad? Udah jelas juga kalau Adit yang bikin Nadjwa sampe kayak gini."

"Gak boleh gitu bang, jangan main hakim sendiri," sahut Dina.

"Kok keliatan nya lo semua kayak ngebela Adit gitu sih?" Ucap Abi nampak salah paham.

"Nggak gitu maksudnya," jawab Arkhan.

Abi memukul tembok putih rumah sakit dengan kencang membuat semuanya diam tak berkutik.

"Ini rumah sakit bang, tahan emosi lo," ujar Arkhan.

"Udah muak gue sama omongan lo semua," Abi pergi keluar dari ruangan

"Apaan sih, bang Abi sekarang jadi kayak gitu. Suka heran, kesel gue lama-lama," ucap Dina.

"Mungkin aja karena keadaan Nadjwa yang kayak gini, dia jadi lebih sensitif sama orang-orang," balas Nadiya.

Brak!.

"Ngapain lo disini? Gak puas lo udah bikin adik gue celaka?"

Suara itu terdengar sangat nyaring membuat semuanya berhamburan keluar dengan heboh.

Arkhan terkejut melihat Adit yang sudah tersungkur di lantai rumah sakit dengan luka babak belur, sejak tadi wajahnya memang sudah penuh dengan pukulan, di tambah lagi dengan pukulan Abi yang lumayan kencang membuat tubuh Adit menjadi semakin lemas.

"Bang, inget ini rumah sakit. Gue emang ngehormatin lo banget bang, tapi tolong hargai gue juga. Biar begitu Adit itu adik gue dan lo gak berhak mukul dia sampe segininya, kita juga belum tau penjelasannya jadi gue mohon jangan main hakim sendiri apa lagi sampe buat keributan di rumah sakit." Arkhan memapah tubuh Adit dan membelanya mati-matian di depan semua orang.

"Belain aja terus adik lo Ar, udah jelas-jelas dia brengsek masih aja lo belain. Mungkin aja lo belum tau sifat yang sebenernya dimilikin sama ni bocah," ucap Abi sambil menunjuk Adit.

"Mungkin di mata lo Adit brengsek tapi di mata gue nggak sama sekali, gue tau banget sifat-sifat yang dimilikin sama Adit, lebih tau dari lo malah. Karena gue abangnya, gua udah tinggal bertahun-tahun lamanya sama dia, jadi lo jangan seenaknya menilai orang tanpa mau berkaca, terkadang manusia memang bodoh untuk bermain logika, ngaca dulu sifat lo udah kayak apa, baru lo bisa menilai baik buruknya orang dimata lo," ucap Arkhan sangat pedas.

"Ngga nyangka aja gue lo bisa ngomong sepedes itu ke gue, jangan lupa kalau dulu lo berjuang banget buat dapetin jabatan tertinggi di Alerga dan akhirnya kesampean karena campur tangan gue," ujar Abi yang mengingat masa lalu bahwa Arkhan pernah berjuang keras untuk mendapatkan jabatan ketua Alerga kelas XI dan itu tercapai karena bantuan Abi selaku ketua Alerga kelas XII.

"Kalau gue tau lo ngasih jabatan ini karena kasihan juga gue gak akan mau, lebih baik cupu karena terhormat dari pada tinggi karena terinjak, gue gak gila jabatan. Lo mau kasih jabatan gue ke yang lain juga bisa, gue lebih baik di hargai dibanding harus dikasih jabatan setinggi mungkin tapi selalu di maki terus." Ucapan Arkhan seketika membuat Abi bungkam di tempat dan menatapnya tajam.

ADITYA [Proses terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang