44. Permohonan maaf

219 29 0
                                    

Happy Reading❤

Bel masuk sudah berbunyi, semua siswa juga sudah memasuki kelas. Sisanya hanya anak-anak nakal yang masih nongkrong di kantin.

Di dalam kelas X IPA 3, guru mata pelajaran belum juga masuk, semuanya berbuat ricuh dan berisik, ada yang mulai bernyanyi, merokok di dalam kelas, ghibah, bermain game online, ada juga yang membaca novel, buku pelajaran, main truth or dare, semuanya berulah di dalam kelas, harusnya ketua kelas lebih tegas dan bijak akan hal ini.

Nadjwa dan teman-temannya sedang bermain truth or dare di meja Dina dan Zahra. Semuanya siap dengan botol yang ingin di putar, Zahra memutar botolnya dan botol itu menunjuk seseorang di samping Dina.

"Yahh masa aku," keluh Nadjwa. "Gapapa berkah teristimewa, truth or dare?" tanya Zahra.

"Dare," jawab Nadjwa. "Oke ini dare dari gue." Zahra nampak berfikir untuk mencari dare untuk Nadjwa, dan ia akhirnya menemukan ide yang paling tepat.

"Dare dari gue, selidikin Adit. Gue liat beberapa hari ini dia sering deket sama Tessa, gue jadi curiga kayaknya mereka punya janji atau apa lah yang bikin lo jauh sama Adit."

Nadjwa terdiam dan mencerna omongan Zahra, ia menelan salivanya kuat-kuat. Apakah ia harus melanjuti misi yang ia jalani untuk menyelidiki Adit dan Tessa? Dare dari Zahra memang sangat tepat, dare itu juga bisa menjadi alasan Nadjwa untuk menyelidikinya.

"Boleh," putus Nadjwa dengan mantap. Dina dan Nadiya saling memandang, sejak kapan Nadjwa mau melakukan itu semua? Biasanya dia orang yang paling takut untuk melakukan hal yang tidak-tidak. "Lo serius nih, Ju?" tukas Nadiya yang merasa tidak yakin.

Nadjwa mengangguk dengan polos. "Serius banget malah," katanya. "Ya iyalah serius orang berhubungan sama Adit," sindir Dina namun nampak bercanda.

"Gak ya Dina, gak gitu. Oh iya dare ini berlangsung sampe kapan, Ra?" Zahra berfikir dengan pertanyaan yang Nadjwa lontarkan. "Se-enak dan se-nyamannya lo aja, kalau lo udah males ya udah, udahin aja," jelas Zahra.

"Oke deh," jawab Nadjwa. "Dare dari kalian apa nih?" tanya Nadjwa pada Dina dan Nadiya.

Gedubrak!

Semuanya menoleh pada asal suara yang di ciptakan, suara itu seperti orang yang tersandung oleh sesuatu. Dan benar, itu adalah Nio ketua kelas koplak di kelas X IPA 3.

Semuanya tertawa melihat Nio yang sudah tersungkur. "Sakit mah gak seberapa tapi maunya yang luar binasah!" ledek salah satu siswa di barengi dengan tawa siswa-siswa lainnya.

"Aduh lo semua emang gak ada akhlak banget heran gue," protes Nio. "Tuh ada bu Rani mau masuk sini, gece duduk." Semuanya langsung duduk di tempat masing-masing.

Giliran ada guru aja mereka takut, giliran tadi aja berkoar-koar kayak anak ayam baru lahir.

"Assalamuallaikum," ucap bu Rani memasuki kelas dan di buntuti oleh anak inti dari Alerga dari kelas X- XII, entah mengapa mereka semua malah ke kelas ini.

"Jadi, mereka ibu ajak ke sini untuk menebus kesalahan mereka karena mereka telah membolos," jelas bu Rani. Ya, mereka semua mengira bahwa mereka tidak akan di hukum karena orang tua mereka sudah di panggil, sesuai dengan apa yang di jelaskan oleh Remon pada Dina tadi. Mereka semua di suruh meminta maaf ke seluruh kelas yang ada di SMA ini.

Meminta maafnya dengan cara berjabat tangan dengan semua siswa perkelasnya, dan juga menulis permohonan maaf di papan tulis lengkap dengan nama dan tanda tangan mereka serta kelas yang mereka kunjungi, lalu di foto dan fotonya di kirim ke nomor orang tua masing-masing sebagai bukti.

ADITYA [Proses terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang