39. Mulai sadar

230 25 0
                                    

Rasanya aku sudah seperti menjadi milikmu, tapi nyatanya tidak. -Nadjwa rameehra

Happy Reading❤

Saat ini keduanya masih berada di mushola rumah sakit. Mereka nampak serasi, yang lelaki memakai peci, yang perempuan memakai mukena.

Keduanya nampak khusyu menjalankan ibadah hingga akhirnya selesai. Nadjwa menyalimi tangan Adit layaknya seorang istri pada suaminya.

"Lo tau gak, Ju?" tanya Adit pada Nadjwa yang masih melipat mukena dengan rapi. "Tau apa?" Gadis itu menyelipkan anak rambutnya ke belakang daun telinga.

"Inget gak yang waktu lo di culik sama Ifan di markas Varga?" Nadjwa nampak serius dengan raut muka Adit. "Inget, kenapa?"

"Kan kita sholat bareng, dulu gue gak mau imamin lo karena yang pengen gue imamin itu istri gue, tapi gue malah imamin lo, sekarang juga keliatannya gitu, dan gue berharap banget lo yang bakal jadi istri gue," ucap Adit nampak sungguh-sungguh.

"Apaan sih Dit! Kirain ada apa taunya ngomong gitu doang." Nadjwa berusaha menutupi guratan merah di wajahnya. Adit tertawa geli. "Gue serius, Ju."

"Dit, jodoh kan gak ada yang tau, siapa tau aja jodoh kamu bukan aku." Nadjwa kembali menaruh mukena itu di tempat semula.

"Jadi lo gak mau punya suami kayak gue?" Secepatnya Nadjwa menggeleng. "Gak gitu, kan siapa tau aja jodoh kamu bukan aku."

"Kalau nyatanya lo bukan jodoh gue, gue gak mau nikah sama siapa pun, Ju. Gue bakal nungguin lo sampe gue bisa jadi milik lo."

"Ya gak bisa gitu Dit, hidup kan berjalan sesuai takdir. Kamu gak bisa maksain aku jadi jodoh kamu, percuma juga kan maksa. Kalau gak jodoh ya pasti gak akan bersatu."

Adit menatap wajah Nadjwa dengan penuh, ia menggenggam tangannya dengan erat. "Kalau gue maunya lo, ya harus sama lo. Gue gak mau yang lain, cuma lo yang gue mau, lo ngerti? Jangan pernah pergi dari hidup gue, Ju. Gue takut."

Nadjwa menahan salivanya kuat-kuat. Gadis itu juga menggenggam tangan Adit dengan erat. "Aku selalu di sini, gak akan kemana-mana," ucap Nadjwa dengan senyuman.

"I love you now, tomorrow and forever." Lelaki itu mendekatkan wajahnya pada Nadjwa sehingga jaraknya terpaut sangat dekat. Nadjwa sudah memejamkan matanya, apakah Adit akan menciumnya sekarang?

Adit merapikan rambut Nadjwa yang terlihat berantakan dan ia pun mengecup punggung tangan Nadjwa. Nadjwa refleks membuka matanya lebar-lebar. "Kenapa merem? Lo pengen gue cium kening lo?" kekeh Adit.

Nadjwa mencubit pinggang Adit dengan keras. Lalu gadis itu membuang mukanya karena malu. "Kalau mau juga gapapa, tapi jangan di sini," kekeh Adit yang langsung dapat plototan mata dari Nadjwa.

Untung saja mushola kecil itu sudah sepi, coba kalau masih ramai mungkin mereka akan di amuk oleh orang-orang rumah sakit karena sudah mengganggu ibadah mereka. Adit memandang Nadjwa dengan pandangan kagum, lalu ia tersenyum.

Nadjwa mendelik ke arah Adit. "Ngapain kamu ngeliatin aku kayak gitu?" ucapnya sewot, perempuan itu berdiri lebih dulu. Adit mengikutinya dan merangkulnya. "Sewot amat neng, gapapa gue suka aja ngeliatin lo karena lo cantik. Cantik sih tapi sayang belum jadi milik gue."

Makanya kasih kepastian, batin Nadjwa.

Nadjwa melepaskan rangkulannya, tetapi Adit merangkulnya lagi. Pergerakan itu terus di lakukan oleh keduanya sampai Nadjwa jengah.

"Lepasin gak?!" Adit melepaskan rangkulannya dan beralih menggenggam tangannya. "Rangkulan boleh lepas, tapi kalau hati jangan ya." Lelaki itu terkekeh dengan geli karena ia selalu berhasil menggoda Nadjwa.

ADITYA [Proses terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang