24. Mencintai?

246 38 1
                                    

Aku baru sadar, kalau selama ini aku memang mencintaimu. Bukan dari segi misi, tetapi tulus dari hati. -Nadjwa Rameehra.

Happy Reading❤

"Bikin panik se-indonesia aja lu!" omel Ben yang baru saja datang bersama anak Alerga yang lainnya.

"Gue kira lo udah mati," kekeh Arkhan. Rofi menggelengkan kepalanya. "Jahat bener lo jadi abang."

"Bercanda kali, sumpeh Dit gue panik banget tadi. Puyeng tujuh turunan gue kalau sampe bunda tau lo kenapa-napa udah abis gue dimaki-maki."

Adit tertawa. "Selow bro, gue gak papa. Cielah pada khawatir amat kayaknya."

"Iye lah! Udah gila lo jatohin diri? Kalau mau bunuh diri gak gitu caranya man, sport jantung nih gue," timpal Abdul.

"Lebay lo," sahut Rafa yang sedang memakan risol. "Enak lo ye, makan mulu kerjaannya," cibir Rofi.

"Kalau dia baik sih pasti kita ditawarin." Randi meliriknya bertujuan mengode.

"Ya udah nih, satu risol buat lo semua." Rafa menaruhnya dimeja nakas yang terdapat piring.

"Ogah banget gue, udah mau abis lagi," protes Rofi. "Tadi ngode-ngode giliran udah peka aja malah begitu."

"Mending gue ngode lo aja deh Rap, dari pada harus ngode si es batu. Kalau lo langsung peka, lah dia? Nunggu kiamat kali," sahut Zahra sengaja melirik Daffa.

"Dap, dikodein itu." Ben terus menggodanya sejak tadi tetapi ia tidak peduli.

Nadjwa mengulas senyum kearah Adit, tetapi Adit tidak menyadarinya. Ia sangat lega saat dokter mengatakan bahwa Adit tidak apa-apa. Entah Nadjwa menjadi sangat khawatir saat Adit pingsan tadi.

"Ciee Jua, liatin Adit terus," ledek Ben. Nadjwa gelagapan tapi semampu mungkin ia menutupi rasa gugupnya. "Apaan sih bang, gak ya."

"Oh iye Dit, tadi pas lu jatoh nih yang paling khawatir itu si Jua, tau gak sampe ngapain?" ujar Rofi menggantung

"Ngapain tuh man," sambung Ben. "Mangku kepala Adit di pahanya."

"Asik, mau dong." Sahut Abdul. Adit terlihat datar dan biasa-biasa saja. "Lo pacaran ya Dit sama Jua? Tadi gue liat lo berangkat bareng," kata Randi.

"Gak," jawabnya cuek. "Bohong tai." Adit menatap Abdul dengan tajam. "Heh, sampe kapan pun Adit itu gak bakal pacaran," sambung Arkhan.

"Ya terus kalo gak pacaran ya gak nikah terus gak punya keturunan, tulul lu kadang-kadang." Rofi menoyor kepala Arkhan.

"Berisik! Gue pusing pengen tidur." Semuanya langsung diam saat mendapat gertakan dari Adit.

"Ya udah, kita permisi dulu." Mereka langsung meninggalkan ruangan, Nadjwa yang keluar paling akhir tidak bisa melanjutkan langkahnya karena Adit menggenggam tangannya.

"Lo disini aja, temenin gue," ucapnya dingin. Nadjwa terkejut mendengarkan penuturan Adit. "Kenapa harus aku?"

"Gue maunya lo." Nadjwa menelan salivanya dalam-dalam untuk menghilangkan rasa gugupnya. "Gue demam."

"Terus?" tanya Nadjwa polos. Ntahlah terkadang ia memang sangat polos.

Adit berdecak. "Kompres lah gimana sih lo."

"Ya udah dong gak usah marah-marah." Nadjwa segera mengambil alat untuk mengompres. Ia mengompres dahi Adit dengan es batu. "Makanya kalau naik tangga itu diem aja, jadi gini kan."

"Mana ada sih yang mau kecelakaan, kecelakaan itu datang mendadak, dasar bodoh." Penuturan Adit membuat Nadjwa mendumel di dalam hati dengan mulut yang ikut berbicara.

ADITYA [Proses terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang