37. Alasan

211 25 0
                                    

Happy Reading❤

Nadjwa memandang Alina dengan senyuman kikuk. Benar juga kata Alina, ia memang belum di beri kepastian oleh Adit. "Apaan sih," ketus Adit pada Alina.

Gadis itu merasa canggung dengan keadaan setelah Alina bicara begitu, rasanya sangat pas sekali dengan hatinya. Ntah Adit akan sadar atau tidak, ah mungkin saja tidak, pikirnya.

"Aku ke toilet bentar," pamit Nadjwa berjalan menuju toilet. Di dekat toilet Nadjwa melihat Dewi yang nampak sibuk dengan masakannya, gadis itu tergerak menghampiri Dewi. "Tante lagi apa?"

"Eh Jua, lagi masak martabak nih," jawab Dewi. Nadjwa nampak tertarik dengan ucapan Dewi. "Nadjwa boleh bantu gak, Tan?"

"Oh boleh-boleh, dengan senang hati." Dewi tersenyum manis ke arah Nadjwa. "Kamu emang bisa masak?"

Nadjwa mengangguk. "Bisa tante, aku bantu tante masak apa nih?" Dewi memberikan resep masakannya yang sudah tertera di buku masakan. Ia menunjukkan beberapa makanan favorit Adit. Dewi menunjuk resep masakan nasi goreng. "Ini masakan yang paling Adit suka, dia suka banget sama nasi goreng," ucap Dewi.

Ternyata makanan yang Adit suka sama dengan makanan yang Nadjwa suka, yaitu nasi goreng. "Tante serius Adit suka nasi goreng?"

"Iya, dari kecil malah. Katanya dia lebih suka yang masakin nasi gorengnya itu bunda atau gak wanita yang ia cintai suatu saat."

Nadjwa manggut-manggut. "Oke deh tante, aku masakin Adit nasi goreng. Rasanya pedes apa gak ya?"

"Harus pedes, kalau gak pedes gak bakalan habis makanannya," jelas Dewi. "Anak cowo banyak ribetnya juga ya tante," kekeh Nadjwa.

"Iya emang, Adit itu anaknya manja banget kalau ke cewe yang dia sayang. Contohnya ke tante, dulu waktu kecil manja banget, pas gedenya jadi takut karena sering tante omelin," kekeh Dewi.

"Manjanya cuma ke tante?" Dewi mengangguk. "Iya ke tante doang, Adit emang sayang sama Megan. Tapi dia gak nunjukin rasa sayangnya."

"Kok gitu?"

"Iya, dia cuek-cuek aja sama Megan, katanya dia punya cara tersendiri buat Megan bahagia."

"So sweet ya punya abang kayak Adit," jelas Nadjwa. Dewi tersenyum lalu menghentikan aktivitasnya yang sedang membuat martabak. Ia memegang kedua bahu Nadjwa sehingga Nadjwa berhadapan dengan Dewi.

"Adit emang cuek orangnya Ju, karena masa lalunya yang membuat dia begitu. Kamu tau kan siapa orangnya."

Nadjwa mengangguk. "Nadiya 'kan, Tan?"

"Iya, dulu dia hancur banget pas tau Nadiya pergi menghilang ninggalin dia gitu aja tanpa alesan yang pasti. Ya tau sendiri namanya sahabat kecil yang udah lama kenal tiba-tiba ngilang gitu aja rasanya sakit banget, Adit waktu itu cerita ke tante katanya dia punya perasaan lebih ke Nadiya. Umurnya masih sekitar 10 tahun."

"Tante saranin ungkapin aja perasaannya ke Nadiya, tapi pada saat dia mau ungkapin, hari itu malah jadi hari yang kacau, kamu tau 'kan itu? Soal Nadiya kena kanker hati dan keluarganya rampok rumah ini."

"Tau tante," jawab Nadjwa. "Itu sebabnya dia jadi cuek sama cewe sampai sekarang, tapi dia pernah bilang kalau dia gak akan cuek ke perempuan yang dia sayang, contohnya bunda, Megan, neneknya, dan kamu."

Nadjwa tertegun mendengarnya, jantungnya berdegup kencang. Ia merasa sangat bersalah karena marah pada Adit. Hatinya mulai luluh sedikit demi sedikit. "Percaya sama tante, Adit itu sayang banget sama kamu. Dia pernah cerita ke tante, katanya kamu wanita sempurna setelah tante."

"Katanya dia gak mau buat kamu kecewa gimana pun caranya. Dia berusaha bikin kamu bahagia walau nyatanya kamu gak bahagia sama dia."

"Apa pun kesalahan yang Adit perbuat, tolong maafin dia ya. Tante yakin dia gak sengaja ngelakuin kesalahan, mungkin menurut dia bener tapi menurut kamu nggak."

ADITYA [Proses terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang