Happy Reading❤
"Kamu kenapa bisa bonyok gini sih?!" sentak Dewi menekan luka Adit dengan sengaja. "Aduuh bun, jangan di teken sakit banget."
"Lebay!" Dewi mengedarkan pandangannya pada anak sulungnya itu. Arkhan juga terdapat luka lebam di wajahnya. "Arkhan, sini," suruh Dewi.
Arkhan menghampiri Dewi dengan malas karena harus bertemu dengan Adit. "Kenapa bun?"
Arkhan duduk di samping bundanya. Ia melihat Adit dengan pandangan sinis, ia membuang mukanya malas menatap adiknya.
"Itu muka kamu kenapa?" tukas Dewi. "Gapapa bun, biasa anak cowo," kekehnya.
Dewi memandang kedua anaknya itu dengan bingung, bagaimana bisa mereka sama-sama mendapatkan luka lebam di wajahnya? Pasti ada yang tidak beres.
"Kok kalian bisa punya luka lebam yang sama? Kalian berantem?" selidik Dewi penuh intimidasi. Arkhan melirik Adit, Adit pun melirik Arkhan. "Kenapa kalian lirik-lirikan, hah?!"
"Itu bun, kita habis nyerang anak-anak Varga tadi," ujar Arkhan berbohong. Dewi tidak percaya, kalau mereka menyerang perkumpulan Varga pasti mereka berangkat bersama, dan Adit juga tadi nampak mengikuti Arkhan dari belakang.
"Kalian bohong ya?!" Dewi menatap satu persatu putranya itu dengan tatapan yang mematikan. "Bener bun," kata Adit.
Dewi menggeleng. "Bunda tau kalian bohong, kalian habis berantem sama siapa? Berantem berdua kalian?"
Pertanyaan Dewi membuat keduanya bergeming, mereka tidak tau harus menjawab apa. Jawab atau tidak jawab, berkata bohong atau jujur Dewi pasti mengetahuinya. Apa lagi kodrat cowo kan emang selalu salah.
"Kalian berdua berantem, iya? Ayo ngaku!" Keduanya tersentak. Mereka menghela napas dan mengangguk dengan terpaksa. Dewi yang duduk di tengah-tengah mereka menjewer telinga mereka dengan jeweran maut.
"Aduh bun, sakit," rengek keduanya. "Biarin aja!"
Raka datang dengan gaya santainya, pria itu habis dari dapur untuk minum. "Loh ini ada apa?" tanya Raka lembut.
"Ini pa, anak kamu berantem berdua, tau tuh punya masalah apa kali." Dewi semakin memperkencang jewerannya. "Lepasin aja Bun, kasian." Ucapan Raka di turuti oleh Dewi, ia melepaskan jewerannya.
"Wajar mereka berantem, pasti gara-gara cewe ya?" tanya Raka. Adit dan Arkhan saling memandang satu sama lain, benar yang di katakan oleh ayah mereka.
"Gapapa bagus, ini bunga dari sebuah persaudaraan antara lelaki. Contohnya kayak kalian yang berantem karena perempuan."
"Kok bagus sih pa?!"
"Ya gapapa, karena kalau sudah bertengkar begitu pasti ujung-ujungnya salah satu di antara mereka ada yang minta maaf, dan pasti persaudaraan makin terjalin."
"Tapi papa mohon ya sama kalian, jangan pernah berantem lagi cuma gara-gara cewe. Itu gak baik, mending di antara kalian ada yang ngalah biar gak terjadi keributan lagi."
"Adit aja pa yang ngalah, dia kan masih kecil masih kelas sepuluh, belum ngerti cinta-cintaan pastinya pa," sungut Arkhan membuat Adit kesal.
"Dimana-mana kalau adik-kakak itu yang ngalah kakaknya, gimana sih lo bang," sewot Adit.
"Adit lagi gak ngerti cinta-cintaan, apaan musyrik! Bunda tadi liat chatan dia sama Nadjwa, busettt gombalannya."
"Kalian mau tau gak Adit bilang apa?"
"Apa tuh bun?" ujar Raka dan Arkhan serempak. "Bun, jangan apaan sih," ketus Adit.
Dewi tertawa puas melihat raut wajah Adit, ia juga tertawa karena mengingat kejadian tadi saat ia membaca gombalan-gombalan Adit pada keseluruhan isi pesan. "Ngakak banget tau, Adit masa bilang. Ju, tadi aja gue gak usah pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
ADITYA [Proses terbit]
Teen FictionAditya seorang lelaki tampan, pemberani mudah bergaul, dan tentunya nakal. Namun jika sudah menyangkut tentang perempuan sifat extrovertnya hilang seketika dan ia menjadi pria cuek kecuali pada perempuan dilingkupan keluarganya Sifat cuek Adit ter...