Cukup tahu tak perlu merayu
Kutak mau dengar alasanmu.
Cukup aku yang jadi korban cintamu
Pergi jauh dari hidupku
Tak ingin ku ingat-ingat kamu.
Jangan harap ku kan kembali padamu.Rofi menyanyikan lagu itu dengan menggoyangkan kepalanya. Lagu itu sangat enak di dengar baginya karena di sambungkan dengan DJ remix yang mampu membuat orang terlena mendengarnya. "Anjay, goyang terus," kekeh Ben.
Semuanya terbahak melihat tingkah Rofi. "Pi, Pi, pantesan jomblo akut, kerjaan lo joget mulu, kapan cari cewenya," sahut Amal.
"Bodo amat, yan penting gue gak fakboi kayak lu, gue tuh paling gak bisa nyakitin cewe," ucapnya dramatis.
"Halah, sok banget lo bang. Ketemu yang bukaan dikit aja langsung seger mata lu," sambung Adit. Semuanya tertawa puas meledek Rofi. "Bener banget anjir, setuju gue, Dit," sambung Rafa.
"Apa lo setuju-setuju?! Mentang-mentang kaki gue belum sembuh seenaknya ya kayak begitu sama gue. Kurang ajar emang lo!" sentak Rofi melempar gelas plastik bekas es teh yang ua minum.
Rafa menjulurkan lidahnya untuk meledek Rofi dan tertawa puas. "Aaaa tayangg kaciann," kekehnya. "Eh by the way si Dito udah di laporin sama kalian?" tanya Adit yang nampak serius.
Waktu di sirkuit, Dito dan Ifan memang tidak tertangkap polisi, Adit melihat sendiri mereka lolos lewat jalan pintas yang tidak di ketahui polisi. Saat di kantor polisi, Adit ingin memberi tau kasus itu saat selesai di introgasi. Tetapi Dewi dan Raka langsung datang dan memarahinya.
Semuanya mengangguk. "Udeh, tenang aja. Mereka udah masuk sel, kok," jawab Roni.
"Mereka?"
"Iya, Dito sama si Ifan." Ucapan Remon membuat Nadjwa dan kedua temannya menoleh ke pojok kantin, tepat di sana terdapat anak-anak Alerga sedang membahas sesuatu. "Dito?" gumam Nadjwa.
"Dito mantan lo itu 'kan, Ju?" tanya Dina. Nadjwa mengangguk. "Iya."
Zahra terkesiap mendengarnya. "Dito sama Ifan masuk penjara? Anjir! Masih SMA loh mereka," ujarnya heboh.
"Aku rasa kita gak usah lah ya ngomongin mereka, jadi gak nafsu makan," ketus Nadjwa. Nadjwa memang tidak suka ada yang membahas Dito-mantannya. Apa lagi ia sudah mencoba membunuh Adit dan melukai temannya Nadiya yang sekarang masih terbaring di rumah sakit. Meski Nadiya sudah sadar, tetapi Nadjwa masih merasa bersalah karena kejadian di culik waktu itu Nadiya yang jadi korbannya.
Nadjwa memakan baksonya, sesekali ia menengok ke arah pojok kantin, ia menengok tepat ke arah Adit. Sialnya, lelaki itu menyadari Nadjwa. Ia tersenyum manis pada Nadjwa lalu melambaikan tangannya dan di sertai dengan cengiran. "Gila kali," gumamnya pelan namun terdengar jelas di telinga Zahra dan Dina.
"Siapa gila, Ju?" tukas keduanya. "Hah? Siapa yang gila?" Nadjwa terlihat kikuk.
"Tadi lo ngomong sendiri, Jua," ujar mereka serempak, keduanya menghela napas. "KENAPA HARUS BARENG SIH NGOMONGNYA?!" lagi-lagi mereka mengucapkannya secara kompak.
Semua orang menoleh pada mereka berdua. "Anak kembar ya? Kok ngomongnya bisa bareng gitu," sahut salah satu siswa.
"Amit-amit tujuh turunan!" sentak Zahra. Dina memandangnya dengan sinis. "Lo pikir gue mau apa kembaran sama lo!"
Nadjwa tertawa melihat perdebatan keduanya. Emang ya dasar kalau ketemu berantem terus tetapi anehnya mereka saling menguatkan. Itu lah gunanya teman, sangat langka ada persahabatan seperti ke empat perempuan ini. Jaman sekarang mana ada sih temenan gak mandang uang? Mana ada sih temenan yang bener-bener tulus dari hati? Nadjwa sangat beruntung mempunyai teman seperti mereka, walau ia tau suatu saat nanti pasti semua akan berubah pada waktunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADITYA [Proses terbit]
Teen FictionAditya seorang lelaki tampan, pemberani mudah bergaul, dan tentunya nakal. Namun jika sudah menyangkut tentang perempuan sifat extrovertnya hilang seketika dan ia menjadi pria cuek kecuali pada perempuan dilingkupan keluarganya Sifat cuek Adit ter...