Happy Reading❤
Setelah ketahuan bolos di Wardam, kini anak-anak Alerga yang membolos sedang di sidang di ruang BK. Semua siswa dan siswi SMA Nusantara mengintip mereka dari luar.
Ada yang dari luar jendela, ada yang di depan pintu, ada yang menunggu di bangku panjang ruang BK contohnya seperti Nadjwa dan teman-temannya.
"Aduh, itu mereka ngelakuin apa sih sampe di panggil ke BK gitu," ujar Nadiya merasa cemas. Ketiga temannya mengedikan bahu mereka. "Gak tau, udah biarin aja," kata Nadjwa.
"Kok biarin sih, Ju?! 'kan ada abang lo sama Adit juga," kata Nadiya dengan tampang kesal. "Ya terus kita harus apa? Kita bisa bantu emang? Gak 'kan, di tambah lagi Zahra ngadu soal yang mereka ngintipin tadi, udah makin jadi."
Nadiya berdiri dan mengintip mereka dari jendela. Ia sangat khawatir pada Abdul, takut ia di hukum yang berat-berat. Abdul yang menyadari itu pun tersenyum ke arah Nadiya, lelaki itu meyakinkan Nadiya bahwa ia tidak apa-apa.
Semua siswi yang mengintip di jendela teriak histeris karena melihat senyuman Abdul, mereka pada ge-er. Mungkin mereka berfikir Abdul senyum ke arah mereka padahal bukan.
Siswa-siswi yang mengintip kebanyakan fans-fans dari anak-anak Alerga, namun yang paling banyak di kagumi antara lain, Abi, Adit, dan Arkhan, karena mereka perfect boy di antara yang lainnya.
"Kalian lagi, kalian lagi, bosen saya ngeliatnya," ujar pak Agus. "Saya gak minta bapak ngeliatin saya loh," kata Abdul.
Adit menginjak kaki Abdul membuat Abdul meringis kesakitan. "Apaan sih lo," bisiknya pada Adit. "Liat situasi dong, Dul. Lo gak liat apa yang berhadapan sama kita itu siapa?"
"Liat lah orang gue punya mata, ya emang kenapa sih? lo takut? dia kan manusia bukan setan ngapain takut."
"Santai, Dit. Kalau kita di hukum gapapa yang penting bareng-bareng," timpal Abi. Bukan itu masalahnya, jika pihak sekolah sampai memberitahu orang tuanya, sudah di pastikan Adit akan habis oleh orang tuanya.
"Gue tau lo takut 'kan di omelin sama bunda, sama gue juga, Dit. Takut di jewer sama bunda," bisik Arkhan membuat Adit bergedik ngeri.
"Ngapain kalian bisik-bisik?!" sentak pak Agus mengarah pada Arkhan dan juga Adit. Siswi-siswi di luar yang melihat mereka di bentak langsung teriak-teriak menjelek-jelekkan pak Agus demi membela Adit dan Arkhan.
"Woi, jangan berisik!" bentak Dino selaku ketua osis membantu pihak sekolah. Dino bertugas menjaga pintu dari luar agar mereka tidak sampai menerobos ke dalam.
Dino juga merasa tidak enak dengan teman-temannya, tapi mau bagaimana lagi ia terjepit tugasnya sebagai ketua osis. "Itu yang ngintip-ngintip di depan pintu atau jendela dan sebagainya, siap-siap nilai kalian ibu kurangin, ibu tau ya siapa orang-orangnya," ujar bu Rani menggunakan speaker sekolah.
Semua murid-murid langsung bubar dari depan kantor, kebanyakan dari mereka menyerbu kantin karena masih ada sedikit waktu untuk istirahat sebelum bel masuk berbunyi.
Sebenarnya Nadjwa khawatir akan Adit, namun ia gengsi menunjukan kekhawatirannya, lebih baik ia bersikap biasa saja.
"Aku sama temen-temen aku dulu ya," pamit Dina pada Dino. "Ya udah, jangan lupa makan sama sholat. Aku sibuk banget gak bisa nemenin kamu makan di kantin kayaknya, eh tapi gak tau deh kalau mereka semua udah selesai di sidang paling aku boleh bebas dari tugas ini."
"Iya gapapa kok," ujar Dina. Dino mengelus rambut Dina dengan lembut. "Dina, kita duluan ya nanti lo nyusul aja ke kantin, lo mau nitip apa?" kata Nadiya.
"Samain aja sama kalian, tolong ya nanti gue nyusul." ucapan Dina di angguki ketiganya, mereka pun pergi lebih dulu menuju kantin.
"Aku temenin kamu sebentar ya?" izin Dina kepada Dino. "Gak usah sayang, kamu belum makan, udah sana makan dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
ADITYA [Proses terbit]
Teen FictionAditya seorang lelaki tampan, pemberani mudah bergaul, dan tentunya nakal. Namun jika sudah menyangkut tentang perempuan sifat extrovertnya hilang seketika dan ia menjadi pria cuek kecuali pada perempuan dilingkupan keluarganya Sifat cuek Adit ter...